16 - kelainan jiwa

154 8 0
                                    

BAB 16 Air bau busuk

          Gerhana menuruni anak tangga dengan tangan memegang rancelnya. Coba tebak se'nyenyak apa dia tidur tadi malam? Tubuh tegap dibalut jaket army-nya semakin membuat ia terlihat bersemangat.

        Mata Gerhana mendapati ibunya  sedang duduk di meja makan dan menatapnya. Senyuman lembut tergores di bibir Sarah saat Gerhana menghampirinya.

       "Tumben bangun cepat?" sapa Sarah mendapatkan ciuman pipi dari Gerhana.

       "Hm," jawab Gerhana singkat dan datar.

       Sarah tersenyum penuh harap pada putranya. "Mama--." Sarah terhenti, takut membuat mood Gerhana berubah. "Gerhana, mama sudah membuat janji dengan dokter Grey. Dia baru pulang dari Paris, sangat sulit membuat janji dengan dokter itu. Makanya mama buru-buru--" Ucapan Sarah terpotong.

         "Maa...!" Benar saja wajah Gerhana berubah seketika. Alis tebalnya bertautan dan keningnya berkerut, kekesalan merajai dirinya.

          "Dia dokter spesialis. Hm, psikiater lebih tepatnya. Kamu ngerti kan maksud mama?" ucap Sarah pelan dan hati-hati.

         Gerhana menekan gelas yang ia pegang. Hal itu selalu di bahas ibunya dan berulang kali Gerhana menolak dengan kasar. Ia merasa mentalnya tertekan setiap kali ini menjadi bahan pembicaraan mereka.

         "Gerhana kali ini kamu harus ikutin permintaan mama, ini untuk kebaikan kamu. Mama nggak mau kamu bergantung dengan obat tidur. Selalu dibayangi dengan mimpi yang menakutkan."

         "Mama pikir Gerhana punya kelainan jiwa, diperiksa dengan dokter spesialis?! Gerhana waras, Maa! Gerhana nggak sakit!" tekan Gerhana dengan mata tajam, tangannya mengepal. Hembusan nafas Gerhana berat.

           "Bukan maksud Mama kayak gitu, sayang. Kamu salah sangka. Mama hanya mau nyembuhin trauma kamu. Mama nggak mau kamu -"

        "Cukup! Gerhana nggak mau denger. Mendingan Mama suruh suami Mama aja yang diperiksa ke dokter spesialis." Ujar Gerhana. Lubang hidungnya kembang kempis karena amara.

          "Gerhana jangan membangkang!" Teriak Sarah. Gerhana bangkit dan menendang kursi ruang makan kuat.

         "Jangan pernah lagi minta Gerhana untuk ini! Jangan pernah Gerhana denger lagi Mama buat janji sama dokter kayak gituan! Gerhana benci!"

         Gerhana beranjak dengan perasaan campur aduk. Ia mendengar ibunya sekarang terisak. Tapi, percayalah hatinya lebih hancur ketika ibunya selalu memaksa untuk memeriksa kesehatan pada dokter-dokter aneh itu.

            Tak bisakah Sarah melihat di area mata Gerhana tidak ada lagi lingkaran warna hitam. Tidak ada tanda-tanda lemas karena kekurangan tidur. Ia berusaha terlihat baik-baik saja di depan orang, bahkan Gerhana selalu menahan diri untuk tidak menguap di depan orang.

***

        Siang ini cuaca terik matahari sangat menyengat, setelah selesai pelajaran olahraga Bulan mengganti seragam olahraganya dengan putih abu-abu lalu Bulan membersihkan kelasnya seorang diri. Lebih tepatnya di bagian meja bangkunya. Seseorang telah mengotori area mejanya dengan setumpukan sampah. Sial! Entah siapa yang melakukan? Bulan mendengus kesal. Mungkin tadi saat kelas kosong saat jam olahraga.

          "Heran gue kenapa kelas ini nggak pernah aman semenjak ada lo," ujar Susi, wanita bertubuh tinggi itu berkacak pinggang memandori Bulan yang sedang menyapu.

      "Sus... Lo kan nggak diganggu diem aja deh! Atau lo yang ngelakuin ini ke Bulan," tuduh Aster pada Susi. Sebenarnya ia tidak ingin ribut tapi perangai Susi dan teman-teman sekelasnya yang sinis pada Bulan membuatnya jengah.

UNFRIEND Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang