Chapter 6

472 83 10
                                    


Happy Reading!

Heri tampak menarik napas dan menghembuskannya perlahan, "Audrey." Panggilnya dengan nada pelan.

"Iya, kenapa pi?" Audrey semakin bingung dengan keadaan ini.

"Sebelumnya papi mau minta maaf, mungkin keputusan ini akan menyakitimu. Tapi papi tidak bisa mengingkari janji yang telah papi buat dan papi tidak akan menerima penolakan apapun alasannya."

Ucapan papinya barusan semakin membuat kening Audrey berkerut, "Maksud papi apa? Audrey sama sekali gak maksud sama arah pembicaraan papi."

"Sebelumnya papi akan ceritakan semuanya dari awal agar kamu paham." Jawab papi.

Heri pun menjelaskan semuanya dari awal hingga akhir dengan sangat jelas, dimana perjodohan itu sudah direncanakan dari saat Audrey masih dalam kandungan sang mami yang masih berumur satu bulan dan anak laki laki pertama Hendri dan Devi yang baru saja lahir. Mereka sudah sepakat jika anak mereka nantinya laki laki dan perempuan akan dijodohkan jika memang usia anak mereka sudah mencukupi, ternyata keinginan itu terkabulkan dengan lahirnya anak Heri dan Desi yang kedua adalah perempuan.

Dan beberapa hari yang lalu Heri tidak sengaja bertemu dengan sahabatnya yang sudah lama ia kenal sejak sd hingga sekarang yang selalu memberi dukungan dan selalu ada ketika Heri sedang dalam keadaan yang sulit. Setelah berbincang-bincang cukup lama mengingat mereka sudah lumayan lama tidak bertemu, Hendri tiba-tiba membicarakan masalah perjodohan anak anak mereka yang sudah dari dulu mereka sepakati.

Ucapan tersebut langsung mengingatkan Heri pada beberapa tahun yang lalu ketika usia kandungan istrinya baru saja menginjak satu bulan dan perjanjian antara sahabatnya itu disepakati oleh mereka.

Audrey hanya bisa terdiam tanpa kata kata serta pandangan yang menatap kedua orangtuanya dengan mata yang berkaca kaca, ia seperti sedang melayang setinggi-tingginya dan langsung dihempaskan begitu saja. Baru saja ia merasakan kembali hangatnya suasana dalam keluarganya tetapi tiba-tiba sudah harus mendengarkan berita yang sebelumnya sama sekali tidak ia inginkan bahkan tidak dibayangkan sedikitpun.

"Papi jangan bercanda dong! Ini gak lucu." Ucapnya parau karena sudah menahan air mata yang ingin sekali metes di pipinya.

"Papi tidak sedang bercanda sayang, untuk apa papi bercanda hal seperti ini." Jawabnya pelan yang tidak sanggup melihat anak gadisnya akan menangis.

"Tapi aku gak mau dijodohin, pokoknya Audrey gak mau. Audrey masih sekolah pi, Audrey masih pengen kuliah dan menikmati masa muda."

"Masih banyak mimpi Audrey yang harus terwujud pi! Audrey juga bisa cari calon suami sendiri tapi gak sekarang pi, tanpa harus papi jodohin sama anak sahabat papi!" Titah Audrey menggebu-gebu.

"Pokoknya Audrey gak mau dijodohin, titik." Ucapnya sambil berlari cepat dengan menyeka air mata yang sudah menetes di pipinya.

"Biar Vino yang bilang sama Audrey mi, pi." Usul Vino yang hanya diangguki pelan sang mami.

Sesampainya Audrey dikamar ia langsung mengunci pintunya dan menghempaskan tubuhnya ke kasur big size nya, menangis sejadi-jadinya hingga dadanya terasa sesak. Sama sekali tidak terpikirkan bahwa orangtuanya tega menjodohkannya di jaman yang serba modern ini. Walaupun usia seseorang yang dijodohkan kepadanya itu hanya selisih satu tahun denganya tapi ia tidak mau menikah di umur yang masih sangat muda ini dan disaat ia masih sekolah. Apa kata teman-temannya nantinya jika mereka semua tau bahwa Audrey sudah menikah, pasti akan banyak sekali hujatan dan gosip yang mengatakan bahwa ia menikah karena sudah hamil di luar nikah dan lainnya.

Tok tok tokk.....

"Drey?" Panggil Vino dari balik pintu.

Dengan rasa berat hati dan sesenggukan Audrey perlahan berjalan menuju pintu untuk membukanya. Belum sempat Vino masuk kedalam kamar tetapi Audrey sudah lebih dulu memeluk erat tubuh Vino dengan tangisan yang semakin membuat hati Vino tidak tega.

Vino hanya bisa memeluk sambil mengusap kepala adiknya dan menuntun ke sofa yang ada dikamar tersebut.

Cukup lama mereka saling diam dengan keadaan saling berpelukan, tidak ada yang berniat untuk berbicara walaupun hanya sepatah katapun. Hingga suara parau Audrey yang memecah keheningan.

"Papi jahat bang."

"Papi gak sayang sama Audrey, papi tega, kenapa papi lakuin ini bang? Kenapa Audrey harus dijodohin, bahkan disaat aku masih sekolah, papi jahat bang papi jahat." Ucapnya dengan nada yang semakin memelan.

"Papi gak jahat Audrey, papi sayang sama kamu papi bahkan sayang banget sama kamu sampai mau mencarikan yang terbaik buat kamu, mungkin memang cara papi salah. Tapi sebenarnya papi mau yang terbaik buat kamu, dengan menjodohkan kamu dengan anak sahabatnya, mungkin setelah kamu dijodohkan sikap sering bolos dan keluyuran mu itu bisa diubah. Abang tau ini berat banget buat kamu apalagi kamu masih sekolah, tapi abang yakin kamu bisa. Abang cuman mau pesen buat papi dan mami bahagia turuti keinginannya selama ini mereka gak pernah nuntut kamu buat mengikuti keinginannya yang gak kamu sukai, mereka selalu membebaskanmu untuk semua hal yang kamu sukai dan selalu mendukung keinginamu tidak pernah sedikitpun memaksamu untuk melakukan sesuatu hal sesuai keinginan nya, selama ini juga mereka sudah membesarkan kita dan merawat kita dengan sepenuh hati tanpa meminta imbalan apapun dari kita, kalau bisa abang gantikan posisi mu abang akan rela demi mereka yang sudah membesarkan kita. Abang tau kamu sudah bukan anak anak lagi kamu sudah bisa memutuskan pilihan mana yang terbaik." Ucap Vino panjang lebar.

Audrey hanya bisa berdiam diri dalam pelukan abangnya, ucapan abangnya itu benar sangat sangat benar. Tetapi kenapa Audrey belum juga bisa sepenuhnya menerima perjodohan ini. Hatinya belum sanggup jika ia harus menikah dengan orang yang bahkan ia tidak kenal.

"Istirahat udah malem, besok kamu sekolah abang yang antar ya. Good night." Ucap Vino sambil mengecup puncak kepala Audrey.

Setelah Vino menutup pintu, Audrey beranjak menuju tempat tidurnya. Ia mencerna baik baik ucapan Vino, bagaimana ia bisa menolak permintaan orangtuanya setelah semua yang telah diberikannya selama ini. Tapi ia tidak mau dijodohkan kan dengan siapapun itu.

Cukup lama Audrey berdebat dengan pikirannya itu hingga tidak sadar ia sudah tertidur pulas dengan memeluk boneka ke sayangnya.

***

Seseorang laki laki membuka gorden hingga sinar matahari masuk ke dalam kamar dan tepat mengenai kearah mata Audrey yang membuatnya langsung terbangun.

"Mandi cepet, abang tunggu dibawah. Jangan lama lama abang ada kelas pagi!"

Audrey hanya berdecak dan langsung menuju ke kamar mandi, untuk segara mandi sebelum abangnya mengamuk.

Dimeja makan sudah ada mami papi dan abangnya, Audrey segera duduk disamping Vino dan menatap makanan dimeja tidak berselera. Suasana sangat hening tidak ada yang berani berbicara sepatah katapun hanya terdengar suara gesekan antara sendok dan piring, makanan Audrey pun hanya di makan dua suap selanjutnya ia hanya mengaduknya tidak tentu arah.

"Bang ayo berangkat!" Ajak Audrey.

"Abisin dulu sarapannya!" Jawab Vino.

"Udah kenyang." Sahut Audrey malas.

"Pamitan dulu sama mami papi!" Ucap Vino yang sudah selesai dengan sarapannya.

Audrey kemudian mencium punggung tangan mami serta papinya, kemudian mengambil tasnya yang ada dikursi tempat ia duduk tadi dan langsung pergi meninggalkan abangnya yang baru saja akan pamitan dengan kedua orangtuanya.

Pandangan mami dan papinya tertuju pada Audrey yang sudah menjauh dari meja makan, "Nanti Vino yang bilang sama Audrey mi, pi. Kalian gak usah hawatir." Ucapnya menatap kedua orang tuanya.

"Bagus, bujuk adikmu agar mau menerima perjodohan ini ya!" Sahut papi penuh semangat.

"Akan diusahakan, tapi kalo Audrey emang gak mau jangan dipaksa pi. Kasian Audrey, aku cuman gak mau liat dia selalu buat masalah lagi." Jawab Vino sambil mencium punggung tangan kedua orang tuanya.

"Vino berangkat dulu, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

•••

Chapter pendek-_-
See you next part❤

Me and SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang