Delapan

101 20 19
                                    

eomma naui eomeoniwae ireohge nunmuli najyogajang sojunghan nuguboda areumdaundangsinui naui naui eomeoni(Ra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

eomma naui eomeoni
wae ireohge nunmuli najyo
gajang sojunghan nuguboda areumdaun
dangsinui naui naui eomeoni
(Ra.D - Mom)


Denting jarum jam bergerak begitu lambat tidak seperti biasanya, itulah yang dirasakan Seokjin pada suatu pagi ketika menunggu kedatangan Sang Ibu untuk berkunjung pada rutinitas ibadah pagi. Dan benar saja, setelah acara selesai Ibunya tak kunjung datang. Cuap-cuap orang di sekitar pun mulai membahas ketidakhadiran Nyonya Min pagi itu. Ada apakah gerangan yang terjadi padanya?

Terlebih Ayah Seokjin juga belum menampilkan presensi, membuat pikiran Seokjin semakin was-was. Ia bahkan menolak ajakan teman sebayanya untuk bermain di halaman belakang karena masih menunggu kedatangan orangtuanya.

Seperti dihantam batuan besar, Seokjin terbangun dari tidurnya. Rupanya ia tertidur karena menunggu dan hari sudah petang.

Alih-alih mimpi buruk yang membuatnya bangun mendadak, justru Sang Ayah yang berusaha membangunkannya tengah berada di hadapannya.
"Seokjin, ayo bangun. Kita pulang, ya."

Pulang. Kata pulang sudah terdengar sangat asing bagi rungu Seokjin. Bahkan ia lupa kapan terakhir pulang dan menginjakkan kaki di rumah. Sebab, bertahun-tahun lamanya ia tinggal di paviliun gereja. Tempat di mana Keluarga Min berdoa untuk leluhur dan kehidupan yang menyertainya.

Seokjin bingung harus memberi reaksi senang atau sedih. Ia tidak menemukan padanan kata yang tepat untuk menggambarkan perasannya saat itu. Tatkala tangan ayahnya terjulur, Seokjin hanya manggut-manggut dan bangun. Mengikuti langkah jenjang pria dewasa di depannya.

"Ayah, Ibu.." Masih setengah sadar, sembari mengumpulkan nyawa Seokjin mulai mengingat Ibunya yang sedari tadi tidak ia temukan. Sementara Ayahnya hanya menoleh dan memberi senyum. Mungkin saja Ibu sedang menunggunya di rumah bersama Yoongi, adiknya.

Ternyata tidak.

Matanya berhasil menangkap keberadaan Ibu yang mana tengah terbujur di sebuah ranjang dekat ruang doa. Pikir Seokjin ibunya tiada, hingga pipinya basah akibat tangis yang sudah pecah. Tuan Min mendaratkan pelukan hangat, membisikkan kata bahwa Ibu sedang beristirahat karena lelah. Butuh 10 menit untuk menunggu Ibu sadar, sekaligus bertemu dengan senyum hangat wanita favorit Seokjin itu.

"Ibu!" Dipeluknya hangat dan erat, rasanya begitu bahagia melihat Ibunya sadar. Seperti sudah ratusan tahun tidak bertemu dengan Ibu, berkali-kali Nyonya Min memberi kecup pada kepala Seokjin lembut.

"Hai, kebanggaan Ibu sudah besar."
Sebuah panggilan yang disukai Seokjin kalau bertemu dengan Ibunya, padahal mereka hanya terpisah 4 hari. Karena tiap minggu ada aktivitas rutin berdoa 3 kali berturut-turut.

"Ibu, ayo kita pulang." Nyonya Min tercenung mendengar perkataan anak sulungnya. "Seokjinie rindu pada Yoongi, ya?"

Seokjin mengangguk mengiyakan. "Aku sudah tidak sabar bertemu dengan Yoongi."

ʟᴀᴄʜʀʏᴍᴏꜱᴇ [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang