Enam Belas

58 17 11
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.














___

Selamat membaca

Selamat menikmati

Salam,

Nocholatte

___





















___

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°°


























Setiap manusia memiliki ruang untuk menyembunyikan bagian yang tak seharusnya dibeberkan. Entah itu pada sahabat dan keluarga sekalipun. Hal ini juga dialami oleh Seokjin yang menyimpan rapat-rapat kepingan luka sekaligus kenang yang begitu betahnya hinggap di kepala. Namun, akhirnya terendus oleh adiknya.

Sebelum bertemu Min Yoongi, Seokjin hanya mengenal suster dan beberapa kenalan yang datang beribadah sesuai jadwal. Beberapa di antaranya ada anak sebaya dengan Seokjin. Beberapa waktu, ia memang ingin sekali melihat bagaimana keadaan adiknya, apakah ia sudah bisa bermain bola? Atau melakukan permainan yang biasa Seokjin lakukan di halaman gereja.

Tentu, sudah berulang kali Min Seokjin merengek meminta dipertemukan dengan Min Yoongi. Dan jawaban nanti yang tak pernah telat terucap oleh bibir sang Ibu lagi sang Ayah. Tak lama, Seokjin paham kata nanti berarti tidak. Lalu semua yang terucap dari mulut kedua orangtuanya adalah kebohongan.

Mungkin dengan menjadi anak yang baik, Seokjin akan mendapatkan kesempatan untuk bertemu dan bermain bersama Yoongi. Barang sekali. Akan tetapi, semakin melakukan hal baik, semakin besar pula harapan Seokjin yang dipupuk dan berakhir dengan rasa kecewa. Terlebih ketika Ibunya yang menjadi absen datang beribadah, lalu jatuh sakit dan membuat Seokjin tidak bisa lagi bertemu dalam beberapa waktu.

Sebelum kesedihan besar itu masuk ke dalam hidup Min Seokjin, ia hanyalah anak sulung yang begitu menyayangi ibunya. Sebelum ibadah dimulai, anak itu bangun pagi dan pergi ke taman belakang gereja. Mencari-cari bunga lili dan membawakannya untuk sang Ibu. Kala itu, tubuhnya sudah berada di ambang pintu ruang semedi. Mendadak langkahnya terhenti setelah telinganya menangkap sesuatu yang seharusnya tidak ia dengar.

"Aku akan berusaha menutupinya, begitu juga dengan Seokjin." Nyonya Min berujar pada suaminya dengan nada lirih, tapi penuh penekanan.

Mendadak Tuan Min sebagai lawan bicaranya, membulatkan kedua matanya yang sipit. "Tidak. Itu tidak akan terjadi pada mereka, jangan lakukan hal yang beresiko!"

"Beresiko? Maksudmu beresiko terhadap bisnismu itu?

Mencoba menenangkan suasana yang tegang, Tuan Min menurunkan nada bicaranya. "Hentikan, semua adalah karunia Tuhan. Biarkan mereka tumbuh dewasa dengan kemampuan itu."

Dengan mata yang berair, Nyonya Min mencoba mengelak. Ia tidak ingin kedua anaknya menderita lagi dan lagi. "Tidak sampai hati aku melihat anak-anakku akan ketakutan. Rasanya menyakitkan!"

Kali ini masih dengan nada normal, Tuan Min berusaha mengancam istrinya. "Kalau kau berani menutupnya, nyawamu taruhannya."

"Biar saja aku mati, asal mereka menjadi manusia normal."

"Persetan!"
Plak.
Teriakan kasar yang terucap dari bibir yang Ayah diikuti dengan suara tamparan yang cukup keras juga menyakitkan. Ada noda merah di ujung bibir kiri Nyonya Min. Seokjin membelalakkan mata, anak itu terkejut melihat Ibunya yang terkena tamparan. Rasanya ia ingin sekali berlari dan memeluk Ibunya, tapi tidak bisa. Alih-alih demikian, Seokjin melangkah kembali ke taman dan menaruh bunga lili di bangku panjang yang ia duduki. Seokjin merasa tidak pantas memberikan bunga ketika Ibunya sedang kesakitan.

Tubuhnya bergetar mengingat apa yang baru saja dilihatnya di sana. Ayah Ibu bertengkar hebat, sampai membuat Ibu terluka. Mengapa Ayah tega melakukan itu?

Selang dua puluh menit, Seokjin dijemput suster untuk melakukan ibadah bersama. Di sana Ibu dan Ayah menyambutnya dengan senyum merekah, meski ada sedikit hal yang ditutupi Ibunya waktu sesekali meraba pipi yang memanas. Mendadak Seokjin memeluk erat Ibunya dan menangis tanpa suara, betapa sakitnya menahan tangis di dalam. Anak itu ingin sekali menangis dengan berteriak tapi itu bukan jalan yang terbaik. Seokjin tidak boleh menangis dengan keras, ia anak laki-laki yang harus menjadi tangguh. Apalagi anak sulung membuat dirinya mau tidak mau harus kuat untuk menjaga dan melindungi adiknya nanti, Min Yoongi.

Seusai ibadah, Nyonya Min membawa Seokjin ke taman. Firasat sang Ibu begitu kuat, ada sesuatu yang tidak beres terjadi pada anaknya.

"Seokjinie baik-baik saja?" Nyonya Min membuka suara setelah mereka duduk dan menikmati pemandangan hamparan bunga di taman. Sementara Seokjin hanya mengangguk sembari memakan permen jelly tanpa membalas tatapan sang Ibu. "Seokjinie.."

"Seharusnya pertanyaan itu yang ditujukan pada Ibu." Dengan menunduk, Seokjin akhirnya bersuara.

Mendengar ucapan anaknya, dada Nyonya Min rasanya mencelos. "Ibu baik-baik saja, Sayang."

Seokjin menggeleng pelan, telunjuknya menunjuk pada pipi Ibunya. "Ayah memarahi Ibu dan menampar Ibu, kan?"

"Seokjinie.." segera dipeluknya Seokjin erat, perempuan 30 tahunan itu tidak menyangka bahwa anaknya telah melihat kejadian yang seharusnya tidak dilihat. "Apa masih sakit Ibu?"

"Tidak, Ibu sudah baik-baik saja. Maafkan Ibu, maafkan Ibu.." Air yang semula menggunung di pelupuk pun akhirnya terjun bebas, membasahi pipi yang panas. "Ibu tidak salah, maaf karena Seokjinie melihat Ayah dan Ibu bertengkar. Tapi, Seokjinie tidak suka melihatnya."

Sambil mengusap lembut punggung anak sulungnya, Nyonya Min mengangguk pelan. "Siap laksanakan kapten!" Ditambah bumbu tawaan kecil. "Seokjinie akan baik-baik saja kalau Ibu juga baik-baik saja."

Namun, siapa yang tahu bahwa pertengkaran yang dilihat Seokjin itu adalah salah satu dari sekian banyak pertengkaran yang terjadi antara Ayah dan Ibunya. Terlebih, Tuan Min sendiri yang ringan tangan. Melakukan hal-hal yang membuat istrinya terluka setiap saat, baik lahir dan batin.

__





Terima kasih sudah berkenan mampir dan membaca cerita ini.

Sampai jumpa di bab berikutnya.

ʟᴀᴄʜʀʏᴍᴏꜱᴇ [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang