Lima Belas

67 16 15
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





___

Pulang ke pelukanmu
Tenteramnya telinga yang mendengar
Tanpa menghakimi
Secangkir kopi hangat
Yang kita hirup berdua
Gurauan dalam petuahmu
Ibu, ibu, ibu, aku rindu

( Lagu Untukmu - Raisa )

___


























Beberapa sarang laba-laba mulai menghiasi tiap sudut ruang favorit Yoongi, rupanya sudah lama pemuda itu tidak menjamah atau melangkah ke dalam sana. Dan hari ini cukup pas untuk dirinya berkunjung dengan menghabiskan waktunya untuk menghibur diri melalui kanvas putih serta palet dan cat minyak yang keluar selepas Yoongi tekan dengan jari.

Meski begitu, tidak menutup kemungkinan sebenarnya apa yang ia lakukan adalah bagian dari rencana hidupnya. Membuat pameran sesegera mungkin atas usahanya sendiri.

Di sela-sela pergumulannya dengan benda-benda itu, otak Yoongi mengingat sekelebat ujaran sang Ayah yang akan membuatkan jadwal lagi untuknya. Yoongi hanya mengulas senyum kemenangan, karena jadwal itu tidak akan berlaku lagi untuknya. Melainkan kini kakaknya yang akan kembali ke sarang lubang menjijikan itu, sebelum melarikan diri bersama Jessica.

Sudah lewat dua hari, Yoongi mendekam di ruangan. Dia tidak sendiri, ada Arra yang setia menemani. Meski gadis itu beberapa kali melarikan diri untuk terbang ke sana kemari hanya karena bosan. Semula Yoongi dibuat bingung, bagaimana bisa arwah gentayangan bisa merasakan bosan? Entahlah, Yoongi tidak ingin memikirkan hal yang membuat otaknya meledak mendadak.

"Kak, makanlah barang sesuap." Sosok itu melangkah dengan gesit sampai menempel erat pada Yoongi. "Ini sudah dua hari."

"Siapa yang bilang dua tahun?" Ujar Yoongi dengan enteng sambil mencelupkan kuasnya ke dalam ember berisi air.

"Ish, menyebalkan!" Terlihat raut Arra yang sudah cukup menggambarkan kekesalannya pada Yoongi.

Yoongi tersenyum. "Pergilah, kalau kamu bosan."

"Aku suka di sini."

"Bohong."

"Kak.." perlahan suara Arra menggema.
Tanpa menoleh, Yoongi menjawab. "Iya?"

Melihat tanggapan Yoongi yang sekenanya, Arra pun melayang dan hinggap di langit-langit seolah menjadi cicak yang doyan menempel di dinding. "Kakak!"

Benar saja, hal itu cukup berhasil membuat Yoongi mengalihkan pandangannya dari kanvas. "Ada apa?"

"Kenapa Kakak tidak ingin mengobatinya dan kembali menjadi manusia normal?"

Pertanyaan itu membuat Yoongi menghentikan jarinya yang sedang asyik membuat guratan warna indah. Tidak munafik kalau sebetulnya Yoongi ingin sekali menghilangkan kemampuannya itu, ia ingin menjadi manusia biasa tanpa melihat hal yang seharusnya tidak dilihat. Tapi, kembali ke kondisinya sekarang yang mengharuskan Yoongi untuk bersyukur dan apa yang ia peroleh akan menjadikannya figur yang kuat.

"Aku tidak mau."

Gadis itu mengerjap, ia menatap Yoongi lekat. "Kenapa?"

"Ya, karena tidak mau saja." Pemuda itu kembali menggerakan jarinya bersama kuas untuk menari-nari di atas kanvas.

"Kakak aneh, aku menyesal bertanya." Arra memutarkan bola mata, ia merasa tidak puas akan jawaban dari Yoongi.

Sementara Yoongi menarik napas, dan mengeluarkannya perlahan. "Hmm.." ia menaruh palet dan kuas yang dipegang ke meja, sebelum melanjutkan ucapannya. "Mau tahu jawaban yang sebenarnya?"

Arra mengangguk cepat. "Mau!"

"Sejujurnya aku juga ingin menjadi manusia biasa. Namun, jika itu terjadi, aku tidak akan melihatmu lagi."

"Bukannya bagus?"

"Kalau Kak Seokjin pergi menikahi wanita tua itu, aku sendirian." Tatapan Yoongi berubah menjadi sendu. "Aku benci sendirian."

"Kakak tidak akan sendirian, percaya padaku." Gadis itu berusaha meraih pundak Yoongi, tetapi gagal. "Ada, Ibu.." sontak Arra menutup bagian mulutnya. Ia merasa sudah membuka rahasia besar pada Yoongi.

"Ibu?"
Ah, Ibu. Rasanya saat mendengar satu kata itu, ada satu bagian di dalam tubuh Yoongi yang tersayat. Pilu.

Yoongi melangkah menuju sofa kecil di sudut ruang, lalu menjatuhkan dirinya di sana. "Kalaupun Ibu masih ada, aku tidak akan bisa menemukannya."

Kalau. Benar, kata perandaian itu adalah salah satu bentuk keraguan yang sudah mengendap di batin Yoongi selama bertahun lamanya. Ia masih percaya kalau Ibunya masih hidup, meski keberadaannya belum bisa dipastikan di mana. Usaha lagi usaha selalu Yoongi lampaui. Walau ia rasa bahwa usahanya belum optimal.

Arra mendekat dan berujar lirih. "Aku tahu di mana beliau berada."

Kontan Yoongi merasa Tuhan benar-benar ada di sisinya. Ia tidak lagi merasa takut jika nanti Seokjin pergi dan tidak kembali, atau Arra yang diharuskan naik ke atas dan meninggalkannya.

Masih ada Ibu. Dan tak lama lagi, keduanya akan bertemu.

Tetesan air pun jatuh mengalir yang semula menggenang di pelupuk mata. Yoongi tidak bisa lagi menahan kebahagiaan itu, ia menangis tersedu hingga terbata mengucapkan terima kasih pada sosok Arra yang memberitahu keberadaan Ibunya.

__





Terima kasih sudah mampir dan sampai jumpa di bab selanjutnya!

Salam,

Nocholatte.

( ◜‿◝ )♡

ʟᴀᴄʜʀʏᴍᴏꜱᴇ [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang