[ s e l e s a i ]
Min Yoongi paham untuk bagian kehilangan, ia diharuskan melepas. Walaupun semua itu tidak sepenuhnya hilang. Masih tertanam dan tertaut pada ingatan. Hingga tiba masanya ia harus memilih jalan mana yang diambil. Melupakan atau bert...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Selamat menikmati. Selamat membaca.
Salam,
Nocholatte.
(. ❛ ᴗ ❛.)
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
°°
Tak berselang lama, tokoh antagonis malam berdarah itupun kembali ke ruang eksekusi membawa beberapa peralatan kebersihan. Seperti sapu dan alat pel. Entah apa yang akan Tuan Min lakukan dengan peralatannya. Arra yang masih meringkuk lemas tanpa sehelai benang di tubuhnya itu menatap lekat pria tua yang datang langsung menduduki tubuhnya kasar. Secercah cahaya menghias wajah Arra, gadis itu makin tersenyum lebar. Ia tahu malam ini bukan malam terbaiknya, justru malam terakhir ia bisa menikmati udara bumi sebebas-bebasnya.
Min Seokjin masih berkutat melihat adegan di rekaman video itu, ia pikir aneh. Untuk apa Ayahnya membawa peralatan dan terlihat masih nafsu untuk menjamah Arra. Meski pria tua itu tahu isi rahim sang gadis sudah tumbuh benih-benih darinya. Persetan. Segala umpatan ingin Seokjin keluarkan kala itu juga.
Tanpa ekspresi yang pasti, Tuan Min mengusap lembut perut bagian bawah Arra. Sementara sang pemilik perut terkesiap, rasanya ini bukan hal yang dia inginkan. Namun, detik berselang tak lama, kepalan keras dari Tuan Min menghantam perut Arra. Menghasilkan dentuman keras rasa sakit yang menjalar ke seluruh tubuh. Gadis itu tak sanggup berteriak. Untuk meringkuk pun ia tak sanggup karena ada beban di atasnya.
"Aku berubah pikiran, Nak. Memiliki Min Yoongi sudah cukup untukku."
Bukan Arra saja yang terkejut bukan main, Seokjin yang masih fokus menonton mereka pun tak kalah kagetnya. Ujaran yang dikeluarkan sang Ayah menjadi kejutan aneh dalam hidup Seokjin.
Gadis itu mulai bisa memancing musuhnya ke dalam perangkap, meski ia baru saja tahu informasi yang seharusnya menjadi rahasia dalam Keluarga Min. Entah hal itu benar adanya atau hanya kicauan pria tua yang sedang hilang kesadaran.
"Bagaimana dengan Min Seokjin, Tuan?" Tanya itu terucap begitu saja di luar rencana. "Bocah haram itu datang karena dosa Ibunya dengan laki-laki hina. Sudah wajar bukan kalau dia menjadi budak hinaku seumur hidup?"
Tidak. Tidak. Ini seharusnya tidak terjadi, bagaimana kalau Kak Seokjin menonton? Sialan. Dalam benak, Arra mengutuk diri.
Di depan layar laptop, Seokjin menekan simbol guna menghentikan tontonannya sementara. Wajahnya begitu kalut dan gelisah, berkali-kali ia mengusap wajah kasar. Lalu menunduk, pemuda itu tidak bisa menangis. Seolah ditimbun batu besar, sulit untuk dirinya bertahan untuk menerima kenyataan. Apa yang telah ia lalui dan bagaimana rentetan peristiwa yang dilakukan Tuan Min pada dirinya, itu semua kembali melekat di memori. Rasanya begitu menyakitkan dan menjijikan.
Bertahun-tahun Seokjin hidup, ia selalu mencari alasan mengapa Ayahnya melakukan hal keji terhadapnya. Lalu, alasan mendasarnya hanya satu. Bahwa ia bukan anak kandung, ia hanyalah kesalahan yang dibuat Ibunya. Seokjin adalah anak haram.
Meski begitu, Min Yoongi yang notabene adalah anak kandung Tuan Min tetap saja menerima kasus perbudakan seks di klub milik keluarga. Jadi, apa bedanya ia dengan Yoongi?
Keduanya sama-sama dijual untuk memenuhi kebutuhan klien Tuan Min.
1 jam berselang, Seokjin baru siap melanjutkan aktivitas menontonnya.
"Kau menyukainya, Gadis Kecil?" Tuan Min melempar tanya dengan nada yang cukup datar.
Mendengar itu, Arra menangis. Ia tidak bermaksud untuk menyakiti Seokjin dengan pengakuan Tuan Min yang begitu menyayat hati. Gadis itu menggigit bibir, menahan suara tangisnya agar tidak terdengar.
Masih menduduki gadisnya, Tuan Min memiringkan kepala. Memandang wajah kusut tak berdaya Arra dengan lekat. "Mari ucapkan salam perpisahan pada calon bayimu."
Pria di hadapan Arra bergerak ke arah samping pintu, di mana peralatan kebersihan berada. Arra menahan napas. Mungkin ini ajalnya.
Iris mata Arra memburam karena gunungan air mata yang siap mengalir, tapi ia masih jelas melihat bagaimana pria itu menoleh ke arahnya dengan kilatan mata yang mematikan.
Dengan sigap, pria tua itu memotong bagian bawah sapu ijuk dengan kakinya kuat-kuat.
"Tuhan, apa lagi ini?" Kembali Seokjin menghentikan video itu karena frustasi beberapa menit, lalu melanjutkan.
Rasa sakit di area perut bawah Arra kala itu sesekali menghilang bersamaan derasnya liquid merah yang memaksa keluar melalui jalan lahir. Entah sudah berapa banyak sampai membuat lantai basah dan bau besi berkarat memasuki lubang hidungnya.
Di sana terlihat Tuan Min mendekati sang gadis, menyentuk kedua paha dan membuat gadisnya mengangkang selebar-lebarnya. Arra yang diperlakukan selayaknya pelacur hanya terdiam pasrah. Kala itu ia hanya menatap langit-langit, putih bersih.
Sementara pria tua itu mencoba memasukkan paksa sapu bagian bawah ke dalam lubang air merah segar berasal. Ia mencoba menghentikan pendarahan dengan memasukannya lebih dalam. Membuat perih, semakin tersayat di bagian isiannya. Gadis itu tak bergeming, dalam rungunya ia mendengar tangisan bayi. Menangis meminta tolong.
Maafkan aku yang belum bisa menjadi Ibu yang baik untukmu, Nak.
Sakit makin tak terbendung lagi, Arra berusaha meraba perutnya yang volume isinya bertambah karena ada benda asing masuk ke dalam. Dengan senyum merekah, Arra menutup mata.
Pagi Seokjin kala itu sangat mencekam dipenuhi penyesalan lagi kesalahan. Kalau saja ia bisa menghentikan Arra atau datang ke ruang semedi malam itu barangkali ia masih bisa melihat senyum dan tawa. Masih ada kehidupan yang seharusnya tidak dilenyapkan begitu saja, bukan?
Di kepalanya, Seokjin mengingat Ibu dan Yoongi. Keduanya harus baik-baik saja dan sesuai harapan Arra, Yoongi akan menyelesaikan masalah ini. Melalui video yang didapatinya, semua akan berjalan dan berakhir bahagia untuk ibu dan adik kesayangannya.