04. NANI?!

5.4K 603 109
                                    

Warning!
Chapter ini tidak di revisi oleh authornya!
Jadi maapkeun kalo ada salah kata atau penulisan kalimat ya!😅

Aku dan Kakashi kini sedang duduk di ruang teh. Dia sedang menyiapkan beberapa salep untuk luka lebam yang baru aku dapatkan. Jadi aku hanya diam, menatapi dia yang sedang serius mengolah daun herbal untuk jadi obat.

Aku melirik ke segala arah, lalu berakhir ke atas meja, sebuah buku berjudul Icha-Icha Tactic menarik perhatianku. Pernah sih sekali Ero-Sennin memperlihatkan padaku sampul buku buatannya. Namun tidak pernah sekalipun dia memperbolehkan aku untuk membaca atau bahkan menyentuhnya.

Aku malah jadi tambah penasaran, sebenarnya apa sih isi buku bersampul hijau itu?

Aku mulai menggapai buku itu dengan gerakan lambat, berusaha agar Kakashi sensei tidak melihatku. Dan ketika aku sudah menarik buku itu ke pangkuanku, sebuah tangan besar menghentikanku.

"Taruh," perintahnya.

Huh, aku sebal. Buku apa sih itu sebenarnya? Kenapa aku tidak diperbolehkan untuk membacanya?!

"Aku mau membacanya, sensei!" mauku mutlak. Dia menatapku tajam. "Taruh!"

"Tidak mau!"

Aku menyembunyikan buku itu di balik punggungku, lalu berdiri berusaha menjauh. Aku harus bisa membacanya, sekarang! Rasa penasaranku sudah di ubun-ubun.

Grep!

Bruk!

Aku terjatuh karena kakiku ditarik oleh seseorang, dan seseorang itu adalah Kakashi.

"Aduh... Sakit!" eluhku. Karena sungguh terantuk lantai kayu itu sangat menyakitkan, apalagi aku belum siap sama sekali. Huhu, belum sembuh lebam di pipi dan luka robek di bibirku, sudah di tambah lagi.

Aku membuka mata.

Saat ini.. Posisi kami.. Agak sedikit.. Sebenarnya saat ini Kakashi sedang berada di atasku, sedikit menindihku, dengan tangannya yang menopang tubuh besarnya.

Dia sedikit menunduk, wajahnya berada tepat di sebelah kanan wajahku, dan bibirnya sekarang ada di telingaku. Nafas hangatnya mengenai telingaku. Geli. Cuma itu yang aku rasakan.

"Sudah aku katakan.. Untuk menaruhnya, Na-ru-to," dia berbisik dengan nada penekanan. Oke. Sekarang gelinya bukan hanya di telingaku tapi juga perutku.

"Sen-sei, tolong minggir. Baiklah, baiklah, aku tidak akan membacanya, tapi katakan dulu alasan yang tepat, kenapa aku tidak diperbolehkan membacanya," ucapku mengusirnya dari hadapanku.

Tapi dia enggan beranjak. Dia masih tetap berada di atasku, "Jika kau mau tahu, tumbuhlah lebih besar lagi, di saat aku pikir cukup pas, kau boleh membacanya, Naruto," kata dia, lalu beranjak.

Dia kembali duduk di tempatnya semula, lalu melanjutkan pekerjaannya yang tadi sempat tertunda. Dan juga dengan buku itu yang ia sembunyikan di balik bajunya.

Aku sendiri?

Aku masih menetralkan jantungku, rasanya nafasku terhenti sejenak dari tadi. Merasa bosan, aku memutuskan untuk menidurkan kepalaku di atas meja teh di depanku.

"Sensei... Aku lelah, aku bosan," ucapku, dia menatapku sejenak, lalu tersenyum di balik maskernya.

"Mau jalan-jalan?"

Mendengar kata-kata itu, membuatku kembali bersemangat. Apalagi malam juga belum datang, jadi tak masalah untuk berjalan-jalan sebentar.

Aku mengangguk antusias.

WEIRD SENSEI √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang