16. Hal Terakhir

3.6K 351 105
                                    

**Kakashi Pov**

Pagiku hari ini ternyata lebih indah dibandingkan pagi lainnya, entah mengapa namun senyum rasanya tidak lepas dari bibirku. Aroma masakanku menguar dan mengundang perut lapar bocah kuning itu untuk bangun dan sarapan.

Dia menguap sambil meregangkan tubuhnya, "Sensei, masak apa?" tanya dia dengan suara serak dan wajah bantal.

"Ramen, kesukaanmu," ucapku, dia yang masih menutup mata langsung membelalakkan mata dan melesat ke kamar mandi.

Dan beberapa menit kemudian, aroma sabun menguar dari kamar mandi, dan menandakan bahwa bocah kuning itu habis mandi. Dia mendudukan diri di atas kursi dan menunggu masakan yang aku buat.

"Bagaimana tidurmu, huh? Nyenyak?" tanyaku pada dia sambil menyiapkan alat makan. Dia mengangguk lucu.
"Kemarin kau langsung tidur setelah-" Naruto membekap bibirku. Pipinya memerah hingga ke telinga.

"Jangan dikatakan sensei, aku malu," heeeehhhh, bocah kuningku malu? Imutnya. Aku melepas tangan kecilnya dari bibirku, dan menciumnya dengan gemas.

"Baiklah, baiklah, kau lucu sekali jika sedang malu begitu. Jadi hari ini kau tidak ada misi?" tanyaku pada dia. Dia mengangguk. Hah~ menggemaskan sekali bocahku ini. Aku mengangguk sebagai jawaban.

Kebetulan sekali, aku juga tidak ada misi, jadi... Kami akan habiskan waktu berduaan? Entahlah, jika Naruto setuju, mungkin aku akan menginap lagi, dan menghabiskan satu malam bersama. Yah siapa tahu aku bisa menyentuhnya lagi seperti kemarin.

Aku menaruh semangkuk ramen untuknya dan untukku di atas meja serta air minum. Dia yang sudah tidak sabar langsung memakan ramen itu dengan lahap.

Cara dia makan benar-benar imut, meskipun masih tidak rapi, namun itulah yang membuatnya berbeda. Dia tidak berbohong, baik di perbuatan atau ucapannya. Dia anak yang jujur.

"Makan perlahan, Naru. Nanti tersedak," kataku sambil menghapus jejak kuah ramen di pipi dan bibirnya. Dia terdiam, lalu pipinya memerah secara otomatis.

Hehe~

Dia benar-benar imut.

Ya tuhan, jika aku benar-benar akan menikahinya kelak, ku harap wajah anak-anak kami juga mirip sepertinya yang imut ini.

"Berhubung aku libur, kau mau berjalan-jalan?" tanyaku, dia yang sedang minum kuah ramen langsung menaruh kembali mangkuknya. Menatapku sebentar lalu mengangguk.

"Baiklah, bersiap dan kita berangkat setelah sarapan," ucapku, dia mengangguk setuju.

## Pasar Desa Konoha

Aku mengajaknya ke pasar untuk belanja beberapa bahan makanan dan beberapa camilan ringan sembari menghabiskan malam nanti.

Naruto yang asik melihat-lihat tiba-tiba saja berhenti. "Kenapa?" tanyaku, dia masih saja melihat ke arah sana.

Sosok anak kecil dengan ayah dan ibunya, si ayah itu menggendong putranya dan si ibu memegangi tangan putranya, mereka tertawa bersama.

"Bagaimana rasanya memiliki orang tua, sensei?" dia bertanya padaku. Hatiku terenyuh, ini kali pertama dia menanyakan hal ini dariku. Aku menepuk kepalanya, kemudian menggenggam tangannya.

"Aku hanya mendapatkan kasih sayang ayahku sejak kecil, dan sejak umurku 7 tahun, ayahku meninggal dunia. Aku berhenti mengharapkan kasih sayang sejak saat itu, namun jika kau bertanya bagaimana rasanya, aku juga tidak bisa menjelaskannya," ucapku sebagai balasan. Dia menunduk.

"Tenang saja, kau punya aku sebagai orang tua, kakak, teman dan kekas-" dia menatapku. Ucapanku yang terhenti mungkin membuatnya berpikir apa kelanjutan dari kata-kataku.

WEIRD SENSEI √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang