19. Last Word

3.4K 263 16
                                    

**Kakashi Pov**

Tiga jam aku menunggu Naruto bangun, aku bahkan sudah menyiapkan minuman pereda mabuk. Namun bocah ini tak kunjung bangun, dan membuatku khawatir.

Aku memegang erat tangannya, dan sekilas perkataan Shikamaru terus terngiang di kepalaku. Tanpa sadar, aku jadi takut akan sesuatu. Aku tidak tahu apa itu, namun aku yakin, ketakutan itu jelas di depan mata.

Naruto yang tidak kunjung bangun, membuatku tidak bisa bertanya apapun.

"Hng," dia membuka sedikit matanya kemudian memegangi kepalanya yang sepertinya sedikit sakit.

Aku buru-buru membuatnya duduk, dan meminumkan ramuan yang sudah aku buat. Setelahnya dia hanya bisa menunduk.

"Naru, apa ada yang ingin kau katakan?" tanyaku karena dia tak kunjung buka suara sejak tadi.

"Naruto, bisa tatap mataku?" perintahku, dia gemetar. Dan setelahnya air mata mulai berjatuhan di atas selimut.

Dia menangis?

Ini sudah yang kedua kalinya aku melihatnya menangis di depanku. Dan apa ini salahku?

Aku memeluknya, "Hei, ada apa?" tanyaku. Dia masih terisak sambil menggeleng. Kemudian mendorongku menjauh.

"Aku ingin istirahat, sensei," dan aku menurutinya, membiarkan dia beristirahat. Mungkin suasana hatinya masih memburuk, ada baiknya jika dia kubiarkan sendiri.

Aku mengecup keningnya sebelum pergi keluar dari kamar. Aku putuskan untuk menghabiskan malamku di teras rumah. Sebotol sake menjadi pilihanku.

Malam ini, udara dingin semakin tidak jelas, bahkan suasana sunyi ini membuatku bergidik. Suasana yang tidak menyenangkan.

Aku mengosongkan gelasku dalam satu kali teguk, kemudian mengisinya lagi, dan menghabiskannya lagi. Begitu terus hingga sake itu habis tak tersisa. Tapi, sebotol sake belum cukup membuatku lelah dan mengantuk.

Aku ingin meminumnya lagi, namun, aku putuskan untuk tidak melakukannya.

"Sensei," Naruto, dia adalah orang yang memanggilku. Aku menoleh dan menyuruhnya duduk di sebelahku.

"Bagaimana keadaanmu, hm? Sudah lebih baik?" tanyaku, Naruto diam saja, sorot matanya mengisyaratkan ada yang dia ingin katakan, namun dia tahan.

Dia menyerahkan 2 botol sake padaku. Tersenyum, "Ayo minum bersama, sensei," ajaknya, dan untuk kali ini, aku tidak menyukai senyumnya.

Senyum itu mengisyaratkan kesedihan dan perpisahan. Bagaimana bisa aku berkata 'iya' pada sorot mata itu.

Aku menggenggam tangan Naruto. "Jika kau ada masalah, katakan padaku, kita akan menyelesaikannya, bersama," kataku sembari mengeratkan genggaman tanganku.

Dia menggeleng, kemudian tersenyum lagi. "Tidak ada. Sudahlah, jangan pikirkan hal lain malam ini," dan mengalihkan pembicaraan. Dia menuangkan sake ke dua gelas kecil. Satu untukku dan satu untuknya.

Aku menenggaknya dalam satu kali teguk. Aku tidak ingin bertanya apapun lagi padanya. Dia sudah terlihat frustasi dengan masalah yang dia hadapi, bertanya saat ini hanya akan membuatnya tambah frustasi.

Aku memutuskan diam. Sampai dia mau membicarakannya denganku.

Sunyi sebagai pembatas kami malam itu, beberapa daun jatuh dari tangkainya dan mendarat di tanah dengan mulus.

Tanpa sadar, dua botol sake sudah habis, Naruto terlihat mabuk, pipinya memerah, dengan cegukan yang silih berganti.

Aku menariknya mendekat. Memeluknya, udara dingin saat ini membuatku gila. Memeluk tubuhnya menghangatkan tubuhku. Aku pun semakin mendekatkan tubuhku padanya.

WEIRD SENSEI √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang