05. What's on My Mind?

5.1K 549 68
                                    

**Author Pov**

Tengah malam.

Bulan purnama sudah berada di puncaknya, sinar terangnya, menerangi seluruh rumah. Tidak terkecuali rumah Hatake Kakashi.

Sosok itu kini sedang duduk di luar rumah, ditemani satu gelas kecil dan sebuah botol sake. Angin berhembus kecil, membuat rambutnya yang keperakan terbang tak tentu.

Sama seperti hatinya.

Apa yang dia pikirkan?

**Kakashi Pov**

Ini semua berawal dari pertemuan pertama kami. Sosok bocah berambut kuning dan senyum sumringah yang menertawaiku di saat pertama kami bertemu.

Bocah yang sama yang selalu berkata kalau dia akan menjadi Hokage hingga semua orang menyadari dan mengakui keberadaannya.

Bocah yang sebenarnya sudah menarik perhatianku sejak awal. Sejak dia masih bayi. Sejak dia sudah ada di perut Uzumaki Kushina. Sejak Namikaze Minato memberitahuku keberadaan calon janin itu. Dia sudah menarik perhatianku.

Lalu apa?

Setelah menjalani beberapa misi bersama. Kenapa.. Rasanya.. Aneh. Aku merasa ingin dekat dengannya, bukan hanya sebagai guru. Aku ingin dekat dalam artian seseorang yang ia sukai. Disukai sebagai seorang pria biasa.

Aku ingin itu.

Dan.. lantas apa?

Uchiha Sasuke. Bocah berambut hitam itu tiba-tiba mendeklarasikan bahwa hanya dirinyalah yang pantas bersama Naruto.

Dia menantangku untuk memperebutkan hati bocah itu. Aku menerimanya. Dan inilah rencanaku. Mengajaknya tinggal denganku. Dan itu membuka jalanku selanjutnya.

Aku mengamit gelas kecil yang aku bawa, lalu menuangkan sake ke dalamnya. Meminumnya sambil memandangi langit malam, ternyata tidak buruk juga.

"Sensei.. Tidak tidur?"

Aku menoleh. Oh, bocah yang aku sedang pikirkan tiba-tiba ada di sini. Naruto. Apa dia mencariku karena tidak ada di sebelahnya?

"Kau sendiri?" bocah itu menggeleng. Aku mengangguk mengerti. Kejadian tadi pasti membuatnya jadi bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi.

Haruskah aku beritahu dia?

Tidak. Tidak.

Apa yang akan dipikirkannya nanti setelah tahu hal itu? Menghindariku? Atau malah mencampakkan aku? Tidak, jangan sampai hal itu terjadi.

"Sensei..." suara lembutnya kembali memanggil, aku berdeham sebagai balasan. "Apa sensei sedang banyak pikiran?" aku menatapnya. Sedangkan dia berucap demikian sambil memandangi langit yang dipenuhi bintang.

"Kenapa bertanya?"

Dia menatapku, tatapan kami beradu. Mata birunya jernih dan berkilau, indah. Satu kata itu cukup untuk mewakili dirinya.

"Sake," dia berkata. Aku memandangi sake yang ada di lantai dan gelas yang aku pegang.

"Nenek Tsunade bilang, sake itu bisa menghilangkan kejenuhan pikiran. Jadi aku pikir sensei juga sama," ujarnya.

Oh. Hokage kelima ya. Benar juga, sake itu bisa menghilangkan jenuh, jadi mungkin memang benar, aku melakukan ini semua karena banyak pikiran. Dan ingin sekali aku berteriak sambil memeluk bocah itu. 'Kau lah yang menyebabkan aku begini!'

Namun tidak bisa aku lakukan.

Bocah itu menguap, sambil mengucek matanya beberapa kali. Aku mengulurkan tanganku, kepadanya. "Tidurkan kepalamu di sini," aku menepuk pahaku untuk jadi bantalan.

WEIRD SENSEI √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang