Hembusan angin menyapa pipi Karin kala gadis itu membuka pintu rumahnya serentak, menampilkan seorang pemuda yang sudah menunggunya didepan pagar dengan senyum merekah khas remaja yang tengah diburu api asmara.
Karin melangkah terburu, senyum seindah rembulan terlukis manis diwajahnya yang ayu.
"Kenapa harus bela-belain beli ini malam-malam gini sih? besok kan bisa." Karin menyembulkan pipinya, terlihat menggemaskan bagi sosok pemuda didepannya.
Tangan Nathan terangkat, menyentuh puncak kepala Karin dan mengacaknya sarat akan kegemasan. "Demi kamu, apa sih yang enggak?" jawabnya diiringi tawa canda.
Karin terkekeh geli, hingga matanya menyipit mendengar jawaban sang kekasih. "Kamu selalu bikin aku makin jatuh cinta setiap hari, kok bisa?"
"Aku pasang pelet biar kamu gak berpaling dari siapapun."
Dan lagi, Karin tersenyum kembali, lalu menerima dengan senang hati sebuah plastik berwarna putih dari Nathan. Ia menggenggam tangan kanan lelaki didepannya, seolah menjadi isyarat untuk mengajak Nathan singgah terlebih dahulu kedalam rumah.
"Masuk dulu yuk, Mama sama Papa lagi makan malam, nanyain kamu tadi."
Nathan menurunkan bahu bermaksud ingin memberitahu bahwa ia tak bisa menerima ajakan Karin. "Besok-besok lagi ya, sekarang udah malam, kamu juga harus cepet-cepet istirahat biar besok makin fit buat kuliah."
"Tapi Mama Papa nanyain, masuk dulu ya bentar." Bujuk Karin mencoba meluluhkan hati Nathan.
Gelengan Nathan berikan, ia malah merentangkan kedua tangannya, membuat gerakan seolah menyambut tubuh Karin kedalam dekapan. "Sebagai gantinya aku peluk kamu aja ya."
Karin dibuat tersipu, tanpa pikir panjang ia segera menghapus jarak diantara mereka, melingkarkan tangannya dipinggang Nathan, dan berbisik mesra. "I love you, Nath."
"Aku tahu."
Pelukan tersebut bertahan hampir tiga menit lamanya, Nathan terus membaui harum wangi dari surai Karin yang selalu membuat hatinya membuncah hanya karena pelukan seperti ini.
Berbagi kasih selama hampir tiga tahun lamanya, tak ada yang berani untuk mengganggu hubungan keduanya. Karin selalu merasa cukup dengan kehadiran Nathan, begitupun dengan lelaki jangkung itu, Karin adalah segalanya, perempuan satu-satunya yang nyaris tak pernah membuatnya berpikir untuk berpaling dari gadis itu sampai detik ini.
Keduanya saling melengkapi satu sama lain, bagai tak ada celah dan retak sedikitpun dalam hubungan mereka.
Dalam balutan gemerlap bintang dan rembulan diangkasa, Karin dan Nathan memeluk raga mereka dalam selimut cinta penuh kasih seolah tiada dua, sedang tanpa mereka sadari, sesosok pria tengah memperhatikan keduanya dibawah temaram ayunan yang berdecit dengan perasaan tak berupa.
Ada banyak rasa iri yang memenuhi netra sang pemilik wajah penuh lara itu.
Let me introduce:
KAMU SEDANG MEMBACA
Just the Two of Us
Teen FictionYoel selalu merasa iri akan kehidupan Karin yang terlihat bahagia. Tetangganya itu memiliki keluarga yang harmonis, kekayaan yang melimpah, pertemanan yang luas dan kisah cinta yang nyaris membuat semua orang merasa cemburu. Entah kenapa Yoel membe...