Siang ini, aku pergi menuju Hospice, lagi lagi aku melihat wanita itu masih setia menunggu pak deni. Aku segera menemui pak deni di ruangannya.
"Anda yakin ngga mau ketemu dia? Dia cuma ngambil cuti beberapa hari, setelah itu dia harus kembali kerja lagi besok"
Ya, sebelum kesini, wanita itu menahan ku dan bercerita sedikit.
"Cukup nak"
"Anda tahu kenapa dia ngga pergi? Agar dia tetap bisa ada di sana kalau anda kembali"
"Kamu tahu apa?
"Saya gatau apa-apa! Tapi apa anda tahu egois anda? Kalau itu saya, saya pasti akan menemuinya"
"Saya ngelakuin ini juga demi dia! Kalau saya ngga mendorongnya pergi, dia akan menderita selama sisa hidupnya!"
"Itu pendapat anda. Apa itu berakhir kalau anda menghapus perasaan anda? Apa semua akan menjadi mudah kalau anda menghapus perasaan anda? Anda cuma jadi pengecut!"
"Kamu--kenapa kamu-- arrghh"
"Pak,, pak deni, bangun"
Entah kenapa pak deni tiba-tiba mengejang akhirnya aku memanggil dokter reza. Aku menyesal mengucapkan hal itu.
"Gimana dok?"
"Ini keracunan urin. Ginjal tersumbat akibat kanker sehingga dia tidak bisa buang air kecil dengan baik, hal itu bisa menyebabkan kematian. Kami sudah merawatnya, tapi dia harus bisa melewati hari ini. Dia perlu buang air kecil dengan baik, saya khawatir, seseorang harus mengawasi hari ini"
Aku memilih memanggil wanita yang menunggu pak deni itu, dan kini ia sedang berada di sanding pak deni menggenggam tangan pak deni. Aku tersenyum ketika melihat mereka bisa bersama, aku pun memilih keluar dan menelfon (namakamu).
•••
(Namakamu) PoV
Kini aku tengah bersama bunda di meja makan ditemani dengan teh hangat yang menemani obrolan kami.
"Kalau kamu sakit, jangan pikirin siapa pun kecuali diri kamu sendiri. Orang yang akan kamu tinggalkan akan tetap hidup dan terus berjalan apapun yang terjadi" ucap bunda
"Kadang, aku berharap banget kalau bunda itu ibu aku"
Bunda menatap ku dengan sendu lalu meraih tangan ku yang sedang menggenggam secangkir teh itu dan bunda mengusap lembut tangan ku.
Aku pun mengambil beberapa pewarna kuku dan mulai menghias kuku bunda.
"Selesai" ucap ku setelah meniup pelan kuku bunda
"Ini cantik nak. Bunda bahkan uda lupa kapan bunda mewarnai kuku bunda" balas bunda dengan tersenyum menatap kuku nya itu
"Apa bunda yakin suami bunda masih hidup?" tanya ku perlahan
KAMU SEDANG MEMBACA
[5] Aku dan Kamu [END]
Teen FictionIqbaal Dhiafakhri dan Beby Tsabina adalah anak Jakarta yang selalu dimanjakan oleh teknologi ibu kota. Karna kehidupan di kota semakin sulit mengingat mereka hanya dibesarkan oleh sang ibu karena sang ayah hilang saat menjadi relawan di perbatasan...