Prolog

614 81 36
                                    

Gamma terperanjat begitu helm full face-nya terpasang, tiba-tiba ada sesuatu menempel di punggungnya dan membelit pinggangnya kuat. Dengan kasar dan tergesa, dia membuka kaca helm, lalu menoleh ke belakang untuk memastikan.

“Lo ngapain?!” tegur Gamma setengah berteriak. Suaranya terdengar ketus dan dingin. Jauh dari kata lembut dan loveable. Bertolak belakang dengan rupa wajahnya yang terbilang tampan.

Ternyata, nggak selamanya, ya, cowok ganteng itu pasti lembut sama cewek? batin Kiara.

Di jok belakang motor, Kiara bergeming sekalipun suara Gamma terdengar begitu menakutkan. Untungnya, dia tidak perlu bertatapan dengan Gamma saat teguran itu menggelegar untuknya.

Gamma berusaha melepas ikatan tangan Kiara di pinggangnya. Saat itu juga, Kiara buru-buru mencengkeram kaus depan Gamma, melawan kekuatan Gamma yang jelas-jelas jauh lebih besar darinya dengan sekuat tenaga.

“Gue ikut lo, Kak,” ujar Kiara.

“Turun!” bentak Gamma. Dia bisa merasakan gerakan kepala Kiara yang menggeleng di punggungnya.

Please, Kak. Untuk malam ini saja, izinin gue ikut lo pergi. Terserah lo mau ke mana, tapi gue ikut. Gue ... cuma nggak pengin sedih lagi. Gue pengin lupain rasa sakit hati gue gara-gara diputusin Danu!” rengek Kiara.

Gamma berdecak kesal. “Bukan urusan gue! Nyusahin lo!”

“Kak Gamma, pleaseee.” Kiara terus memohon. “Besok, lo boleh pura-pura nggak kenal sama gue di sekolah, Kak. Lo boleh jadi kakak kelas yang galak lagi. Lo juga boleh jadi ketua ANCALA yang kejam lagi sama gue. Tapi malam ini, gue ikut lo pergi.”

Setelah mengucapkan semua itu, Kiara kembali mempererat pelukannya di pinggang Gamma. Beruntungnya, laki-laki itu tak lagi berusaha menepis tangannya.

Kiara juga menyandarkan kepalanya di punggung Gamma, mengikis jarak di antara mereka. Matanya terpejam kuat-kuat guna mengumpulkan seluruh tenaga, jika sewaktu-waktu Gamma menyeret paksa tubuhnya turun dari motor.

Gamma menaikkan sebelah alisnya. Senyum miringnya muncul di sudut bibir. “Lo serius sama ucapan lo barusan?”

Kiara tersentak dan segera membuka mata. Dia berusaha mengingat semua ucapannya tadi. Tanpa bisa dicegah, perasaan ragu perlahan merayap dalam dada. Rasanya ingin sekali menarik semua kata-katanya. Akan tetapi nasi sudah jadi bubur, apalagi kalau ditambah ayam suwir, kacang kedelai goreng, irisan daun bawang, dan kuah opor.

Dengan setengah yakin, Kiara hanya bisa menjawab, “I ... ya?”

“Serius nggak? Yang tegas dong!” bentak Gamma.

“Serius, Kak!” jawab Kiara mantap sambil menganggukan kepala. Heran deh, ini orang hobi banget bentak-bentak gue kayaknya.

Senyum miring Gamma semakin berkilat. “Oke. Lo boleh ikut gue malam ini. Tapi, ada syaratnya.”

Dih, rempong deh segala ada syaratnya, Kiara memutar bola matanya sebal. “Apa syaratnya?”

“Pertama, lo nggak boleh tarik semua kata-kata lo tadi. Jadi kakak kelas yang galak dan ketua ANCALA yang kejam sama lo? Dengan senang hati.” Gamma tersenyum sinis.

Kiara menalan salivanya susah payah. Entah mengapa, kata-kata Gamma terdengar begitu mencekam. Kiara mencibir tanpa suara. Kenapa penyesalan selalu muncul di belakang?

“Kedua, lo harus nurut sama gue, nggak boleh membantah omongan gue! Kalau gue nyuruh lo lari lima putaran, ya lo lari lima putaran. Kalau gue bilang lo push-up, ya lo push-up. Dan jangan berhenti sebelum gue bilang berhenti!” lanjut Gamma.

Kiara berdecak kesal. “Oke, fine! Tapi sorry, gue nggak akan nurut kalau lo nyuruh gue berhenti gabung ekskul ANCALA. Sesering apapun lo nyuruh, gue nggak akan keluar!”

“Oke, deal. Gue nggak akan keluarin lo dari ANCALA kalau lo patuh sama syarat yang ketiga.”

“Masih ada lagi? Banyak banget sih, Kak?” protes Kiara.

“Ya, terserah,” sahut Gamma cuek. “Gue sih masa bodo kalau lo berubah pikiran ikut gue pergi malam ini. Malah bagus kalau gue pergi sendi—”

“Apa syarat yang ketiga?” sela Kiara dengan nada kesal.

“Lo nggak boleh deketin dan ngejar-ngejar Danu lagi, apalagi kalau sampai gue dengar lo balikan sama Danu, mending lo cabut dari ANCALA.”

“Tapi, Kak—”

“Nggak suka sama syaratnya? Lo turun dari motor gue sekarang.”

IIIHHH. Kok jadi gini sih? Kan gue gabung ANCALA biar bisa dekat terus sama Danu. Siapa tahu bisa balika, kan? Tapi ... Ah, resek! dumal Kiara dalam hati.

“Oke, deal.” Sayangnya, selain kata itu, Kiara tidak punya pilihan lain.

Gamma kampret!


***

Yuhuuu, prolognya sudah up. Gimana prolognya? Gemesin atau nyebelin? :p
Prolognya bikin penasaran, kan? Cus, langsung lanjut baca bab satu, ya.
Jangan lupa vote dan komen cerita ini juga, ya!

Sebelum 3078 MDPLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang