11. Jogging

281 47 41
                                    

Budayakan vote sebelum membaca, ya? Happy reading, all!

*

Langkah Gamma terhenti dan menoleh ke belakang. Sekitar tiga meter di belakangnya, Kiara sedang berjalan dengan dua tangan di pinggang. Napas Kiara tersengal-sengal. Dari kejauhan, Gamma bisa melihat wajah Kiara mengkilap karena keringat yang mengucur deras. Semakin siang, cahaya matahari juga semakin terik. Jika Kiara terus berjalan seperti itu, mereka tidak akan pernah sampai ke garis finish yang sudah Gamma tentukan.

“Ra!” panggil Gamma. Gadis itu melirik tanpa suara ke arahnya. “Ayo dong, lari lagi.”

Bukannya mengikuti perintah Gamma, Kiara malah menggeleng. “Lo duluan aja sana!” usirnya.

“Lo capek?” tanya Gamma.

Kiara mengangguk semangat. Merasa senang akhirnya Gamma menyadari bahwa dia sangat lelah. Bagaimana tidak? UI itu sangat luas, berhektar-hektar. Jarak tempuh dari satu fakultas ke fakultas lainnya saja lumayan bikin pegal-pegal, apalagi sekarang Gamma mengajaknya joging melewati enam fakultas. Itu pun baru setengah jarak tempuh, masih ada setengahnya lagi yang harus mereka lalui untuk sampai ke Lapangan Rotunda UI, alias tujuan akhir yang Gamma bilang padanya tadi.

“Lo pikir gue percaya kalau lo bilang capek?” lanjut Gamma. Kiara hanya bisa melongo tak percaya. “Dari tadi, lo itu lebih banyak jalan daripada lari. Sadar nggak?”

Kiara tertawa jengkel. Sejak pagi, kakak kelasnya ini sudah datang bertamu dan mengacaukan acara bangun siangnya di hari Minggu. Semakin siang, Gamma semakin membuatnya geram. Ada danau, nih. Dalam kayaknya. Kalau jorogin Gamma ke situ, seru kayaknya. Nggak perlu repot-repot panggil Bu Susi buat tenggelemin Gamma, batinnya gemas.

“Kemarin lo bilang gue nggak boleh terlalu memaksakan diri? Ini gue udah berusaha semampu gue buat lari, loh, Kak.” Kiara melebarkan senyum seraya mengedip-ngedipkan kedua mata.

“Gue tahu lo bohong. Muka lo nggak pucat, masih sehat. Berusaha apanya?” cibir Gamma.

Kiara menghela napas kesal. Rayuannya sama sekali tidak mempan. Dia hanya terus melangkah dengan hati kesal menuju Gamma. Sesampainya dia di hadapan Gamma, cowok itu langsung berdiri di belakangnya. Mendorong bahunya sampai Kiara melangkah maju dengan cepat.

“Kak!”

“Lari lagi, buruan!” perintah Gamma.

“Capek, Kak!” rengek Kiara sambil melemaskan tubuhnya. Biar saja Gamma jadi berat mendorong bahunya.

“Jangan kebanyakan ngeluh, Ra,” decak Gamma. Sungguh, ini adalah pengalaman joging terburuk dalam hidup Gamma. Dia segera melepas bahu Kiara sampai gadis itu nyaris jatuh ke belakang. Siapa suruh pura-pura lemesin badan kayak gitu? cibir Gamma dalam hati.

“Astaga!” pekik Kiara. Buru-buru dia menoleh ke belakang, menatap Gamma dengan protes. “Resek banget, sih. Kalau gue jatoh gimana?”

“Ya, tinggal bangun lagi,” sahut Gamma cuek. “Omong-omong, hape lo mana?”

Kiara mengernyit menatap Gamma menengadahkan telapak tangan ke arahnya. “Kenapa memangnya?”

“Gue pinjem sebentar.”

Kiara langsung menyembunyikan sling bag-nya ke belakang tubuhnya. “Nggak! Pasti lo mau aneh-aneh sama hape gue, deh.”

Gamma tertawa sumbang. “Buruk sangka lagi sama gue?”

“Bodo! Nyatanya lo memang tempat yang paling tepat untuk berburuk sangka. Huh,” dumal Kiara, lalu berjalan meninggalkan Gamma. Tiba-tiba, dia tersentak saat Gamma menarik sling bag miliknya. “Eh, eh, Kak! Lo mau ngapain?”

Sebelum 3078 MDPLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang