4. Perang

336 45 40
                                    

Kiara membuka halaman demi halaman sebuah buku yang Gamma beri. Gamma bilang dia harus membaca buku ini karena isinya berhubungan dengan materi wajib yang harus Kiara kuasai sebelum mengikuti diklat pertamanya. Buku yang ada di atas pangkuannya tidak terlalu tebal, tetapi lumayan bikin sakit dan pusing kalau dipakai untuk mukul muka tengil Gamma. Kiara memang suka membaca, tetapi baca novel. Khususnya novel cinta-cintaan, bukan buku teori yang membosankan seperti ini. Sejak tadi, dia bahkan hanya membaca sekilas judul dan sub judul di tiap lembar halaman yang dia buka secara asal, tanpa benar-benar membaca isinya.

Kiara bertopang dagu dengan sikut yang bertahan di atas paha. Perlahan, dia melirik Danu yang duduk agak jauh darinya. Danu bersama junior yang lain sedang mempraktikkan teknik simpul tali-temali bersama para senior. Mereka terlihat menyenangkan, sementara Kiara tertahan sendirian. Gamma hanya memberinya buku untuk dibaca, lalu ketua ANCALA itu entah pergi ke mana.

"Niat biar tambah deket sama Danu, kenapa gue sama dia jadi jauh-jauhan begini duduknya?" decak Kiara. Sepertinya Gamma sengaja menjauhkan Kiara dengan Danu, sampai harus menyuruhnya duduk di dekat pintu seperti ini. Sementara yang lain di tengah ruangan. Kiara segera menutup buku di pangkuannya. Enggan lanjut membaca karena sudah bosan.

Kiara tertegun saat orang-orang mulai bangkit satu per satu dari duduk mereka. Ternyata, Danu dan junior lain sudah selesai latihan materi. Para senior juga sudah bubar sebagian keluar ruangan. Lalu, bagaimana dengan nasib Kiara? Masa iya Gamma mau menahannya untuk terus membaca buku usang ini sampai sore di sini? Yang benar saja.

"Kiara, ada yang mau ditanyain nggak sama materi yang dibaca?" Rian menggeser duduknya, mendekat menghampiri Kiara. Tidak lupa, kakak kelasnya satu ini selalu tersenyum saat bicara. Manis banget, sih. Kalau Kiara tidak pacaran dengan Danu, dia pasti sudah pedekate sama Rian.

"Hmm ...." Kiara meringis sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Kak Gamma nggak jelas banget masa, Kak. Dia nyuruh saya baca buku ini, terus saya ditinggal begitu saja. Ya kali, saya bisa selesai baca buku ini dalam waktu beberapa jam?" protesnya.

Rian tertawa. "Mungkin maksudnya Gamma baca bab pertama, Ra, tentang sejarah pencinta alam di Indonesia. Juga tentang sejarah ekskul ANCALA di sekolah kita."

"Nggak, Kak. Dia nggak bilang gitu. Dia bilang 'Nih baca. Jangan berhenti sebelum gue balik ke sini.' Kan, nyebelin banget," cibir Kiara.

"Gamma ngerjain lo doang palingan. Tapi, buku ini memang wajib lo baca dan pelajari. Materi ini jadi bekal buat lo diklat pertama nanti. Contohnya, hmm ...." Rian membuka salah satu halaman yang seakan dia sudah hapal halaman berapa yang ditujunya. "Cara membuat bivak. Terus ...." Rian membuka halaman yang lain. "Ini, jenis-jenis tanaman dan hewan yang bisa dimakan saat survival kalau kehabisan bahan makanan. Lo bisa makan tanaman murbai, begonia, pohpohan, atau cacing, ulat, belalang---"

"Iyuh! Kak, stop! Apaan, sih? Masa makan cacing, ulat, belalang? Astaga!" Kiara bergidik.

Rian lagi-lagi tertawa. "Pacar lo nggak pernah cerita pernah makan cacing?"

Kiara menggeleng. Gila apa Danu pernah makan cacing? "Sumpah deh, Kak, jijik banget."

"Jangan pernah ngomong kayak gitu di depan Gamma, ya. Bisa-bisa dia nyuruh lo makan cacing saat itu juga."

Kiara mendengkus. "Saya nggak bakal mau! Ih, geli banget! Kalau mau, dia makan sendiri saja cacingnya."

Rian hanya bisa geleng-geleng kepala, berharap semoga ancamannya barusan tidak sampai benar-benar terjadi. "Eh, omong-omong, lo mau pinjam buku ini buat difotokopi nggak? Soalnya buku ini cuma ada satu dan punya invetaris ekskul ANCALA. Jadi, harus fotokopi biar bisa dibaca di rumah. Calon anggota yang lain juga dulu punya materinya fotokopian kok."

Sebelum 3078 MDPLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang