6. Minta Maaf

295 46 23
                                        

Hayo, sebelum baca jangan lupa vote dan tulis komentar yang banyak! >3<

***
Sejak beberapa menit lalu, bibir Gamma tidak berhenti melengkungkan senyuman. Sambil menikmati jus alpukatnya, sesekali dia cengengesan sendiri. Pasalnya, dia sedang merasa bahagia dan puas hati telah berhasil menjahili Kiara---lagi.

Berhari-hari Gamma tidak bertemu dengan Kiara, padahal mereka satu sekolah. Gadis itu seperti pandai bersembunyi sampai Gamma tak bisa menemukannya sama sekali. Gamma hampir saja melompat kegirangan saat tanpa sengaja melihat Kiara di kantin hari ini. Gila! Gamma pasti sudah gila karena bisa sebahagia ini melihat Kiara. Artinya, dia bisa menggangu gadis berambut sebahu itu.

Mendadak lampu dalam otak jahil Gamma menyala terang. Tercetuslah sebuah keisengan. Tidak sulit melakukannya sebab Gamma hanya perlu berjalan santai melewati Kiara dan menarik ikat rambut gadis itu tiba-tiba. Gamma puas sekali tertawa dalam hati saat Kiara mengomel. Lagipula, siapa suruh Kiara mengucir rambutnya tinggi-tinggi hari ini? Apa dia pikir cantik jika berhasil memperlihatkan leher jenjangnya yang putih dan mulus di hadapan cowok-cowok di sekolah dengan mengikat rambutnya seperti itu?

“Woi! Kesambet apaan lo senyum-senyum sendiri dari tadi?” Rian menjentikkan jarinya di depan wajah Gamma.

“Iya, Ga. Lagi senang banget kayaknya suasana hati lo,” sambung Andra, lalu meniup-niup mi instan yang masih mengepulkan asap panas di garpunya.

Gamma mengerjap. Berusaha mencerna ucapan kedua temannya. Gue dari tadi senyum-senyum sendiri? Ya, kali! Sesegera mungkin dia menegakkan duduknya, melipat kedua tangannya di depan dada, menetralkan ekspresi wajah dari kategori ‘senyum-senyum sendiri’ seperti yang kedua temannya bilang tadi.

“Apaan, sih,” decak Gamma. Lebih baik dia fokus menghabiskan jus alpukatnya, lalu pergi dari kantin yang semakin lama semakin padat dan sesak.

“Pasti ada hubungannya sama ....” Rian menggantung kalimatnya.

Gamma seketika mendelik. Mengapa tiba-tiba jantungnya berdebar tak karuan seperti orang yang takut ketahuan mencuri?

“Ah! Gue tahu!” Andra ikut-ikutan berseru seraya mengangkat telunjuknya. Gamma melirik cemas kedua temannya secara bergantian. “Pasti ada hubungannya sama rencana diklat ke Ceremai.”

“Betul sekali!” Rian menjentikkan jarinya lagi, kali ini ke arah Andra.

Gamma mendengkus sebal. Jantungnya hampir lompat gara-gara percakapan Rian dan Andra yang lebih mirip main tebak-tebakan. Diam-diam dia menghela napas lega karena kedua temannya tidak berpikir Gamma bahagia gara-gara mengusili Kiara.

“Tenang, Ga. Nanti gue bantu nulis proposal yang keren supaya Pak Ridwan langsung tanda tangan dan ngasih izin berangkat ke Ceremai.” Rian menepuk dadanya bangga. Gamma hanya mengangguk-angguk setuju layaknya bos.

“Biar nggak ribet dan nyusun acara dua kali, gue setuju sama saran Mentari kemarin. Kiara langsung kita ajak ke Ceremai. Jadi, dia diklatnya dobel,” timpal Andra. Makan siangnya sudah tandas, sehingga dia bisa lebih fokus membahas rencana keberangkatan anggota ANCALA ke Gunung Ceremai.

“Lo yakin, Ndra? Apa nggak terlalu berisiko langsung bawa Kiara ke Ceremai? Fisiknya lemah banget kayaknya,” ragu Gamma.

“Lah, dulu Mentari juga sama kayak Kiara. Dari latihan fisik saja kita semua tahu Mentari itu lemah banget. Tapi, buktinya setelah latihan rutin, dia sanggup sampai puncak, kan?” Andra berusaha mengingatkan Gamma pada seorang Mentari setahun yang lalu, saat mereka masih sama-sama jadi anggota baru ANCALA. Mentari yang kurus, lemah, dan mudah menyerah.

“Benar kata Andra, Ga. Yang penting Kiara rutin ikut latihan fisik tiap Jumat. Lumayan lah, setidaknya dia nggak kaget-kaget amat ngatur napasnya kalau udah terbiasa lari,” timpal Rian.

Sebelum 3078 MDPLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang