10. Malam Minggu

301 44 41
                                    

Anggap Gamma sudah gila. Menemani Kiara jalan-jalan saja sudah tidak ada dalam kamus malam minggunya. Sekarang, dia malah dengan santai menggandeng tangan adik kelasnya itu tanpa permisi. Pasalnya, Gamma geregetan dengan jalan pikiran Kiara yang aneh-aneh. Segitu mendambanya jalan bergandengan tangan dengan seorang pacar di malam minggu.

Selain itu, Gamma juga kesal karena Kiara terlihat tidak peduli pada usahanya yang sudah membelikan gadis itu es krim. Padahal di tengah perjalanan sebelum sampai mol, Gamma sampai harus pura-pura mulas dan terpaksa berhenti di pom bensin. Di toilet, Gamma langsung browsing artikel tentang cara menghibur cewek yang sedang patah hati. Hingga dia menemukan salah satu artikel yang mengatakan bahwa es krim termasuk salah satu makanan yang dianjurkan untuk dikonsumsi saat sedang patah hati.

Setelah beberapa detik mereka bergenggaman tangan, Gamma baru sadar kalau tangan Kiara begitu kecil. Diam-diam, Gamma tersenyum bangga karena merasa menjadi sosok yang begitu melindungi Kiara melalui telapak tangannya yang lebih besar. Meski rasanya aneh, tetapi Gamma menikmatinya. Gamma suka menggenggam tangan Kiara. Jangan tanya alasannya. Gamma sendiri tidak tahu mengapa.

Langkah Gamma terhenti. Dia menoleh ke belakang dengan tatapan penuh tanda tanya dan sedikit protes. “Kenapa dilepas?”

“Ngapain lo gandeng-gandeng tangan gue?” sungut Kiara. Tangannya yang berhasil dia lepas dari ganggeman Gamma, kini saling meremas di depan dada. Di saat tangan mereka sudah berjauhan pun, Kiara masih bisa merasakan sensasi kala tangan Gamma menyatu dengan tangannya.

Sompret, nih, jantung. Deg-degannya nggak reda-reda, rutuk Kiara dalam hati.

“Dari tadi lo yang bawel pengin gandengan kayak orang-orang, ‘kan?” sewot Gamma.

“Tapi, lo bukan pacar gue, Kak. Berani-beraninya lo gandeng-gandeng gue. Kalau gue baper, gimana?”

Gamma tertawa sumbang. “Iya, bagus dong kalau lo sampai baper,” sahutnya seraya tersenyum menyeringai.

“Ish. Kok bagus, sih?” decak Kiara.

“Kalau lo baper artinya lo berhasil lupa sama mantan lo. Bukannya itu yang lo mau? Udah, deh.” Gamma kembali menangkap tangan Kiara, menggenggamnya erat, sekalipun gadis itu memberontak dan menolak. “Diem, Ra.”

“Lepasin, ih!”

Gamma menarik tangan Kiara dalam sekali sentakan, sampai jarak wajah mereka terkikis banyak. Dia menatap Kiara lekat, yang ternyata tatapan itu terlihat menyeramkan di mata Kiara. “Nikmatin aja kenapa, sih? Harusnya lo itu bangga bisa digandeng sama cowok keren kayak gue.”

Kiara memutar bola matanya seketika. “Pengen muntah gue. Lepasin nggak?” ketusnya.

“Nggak! Tadi, lo sendiri dengan seenaknya peluk-peluk gue dari belakang, merengek kayak bocah, maksa supaya gue ajak pergi. Apa lo mikir gue bakal baper atau nggak?” Gamma tersenyum miring.

Kiara terperangah. Sungguh, dia tidak bermaksud membuat Gamma baper dengan tindakan nekatnya tadi sebelum mereka berangkat. Dia hanya ingin melakukan segala cara agar Gamma mau mengajaknya pergi. Dia ingin mengelak, tapi Gamma tak memberinya kesempatan bicara.

“Jadi, sekarang gantian dong. Suka-suka gue kalau mau gandeng tangan lo, rangkul bahu lo, atau ... cium lo?” Alis Gamma naik sebelah seiring dengan senyum miring yang semakin meninggi.

What? Ci-cium? Mulutnya Gamma minta ditabok lagi kayak kemarin, nih, batin Kiara tak habis pikir. Jantungnya semakin berdebar hebat menyadari Gamma melirik intens bibir Kiara.

“Daripada lo banyak protes, mending sekarang lo diem dan ikut gue!” Gamma menarik tangan Kiara dan bergegas.

“Ma-mau ke mana? Gue mau ke Gramedia, Kak!” panik Kiara. Pikirannya jadi kacau dan tidak-tidak gara-gara Gamma bilang tidak akan sungkan mau menciumnya. Kalau sampe Gamma berani nyium gue, bakal gue tabok mulutnya pake sepatu!

Sebelum 3078 MDPLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang