12. Mantan

316 47 40
                                    


Jam istirahat tiba. Kiara bergegas bangkit dari kursinya begitu Bu Nofri, guru matematikanya, keluar kelas. Langkah Kiara terhenti persis di dekat pintu, bertepatan dengan Danu yang hendak keluar kelas bersama Arnan dan Romi.

“Danu!” sapa Kiara dengan senyum ceria, seperti biasanya. Seolah tidak ada kata ‘putus’ di antara mereka.

Sudah beberapa hari ini, Kiara ‘kembali’ mendekati Danu. Tentunya, tidak secara terang-terangan di depan orang lain, apalagi sampai ketahuan Gamma. Kiara hanya berani melakukan pendekatan sebatas menyapa Danu, memberi minuman kesukaan mantan pacarnya itu selepas jam istirahat pertama, sesekali membenarkan posisi dasi Danu jika terlihat tidak sempurna di mata Kiara, sekadar mengingatkan Danu tentang tugas-tugas sekolah, dan memberikan perhatian agar jangan sampai Danu telat atau lupa makan siang.

Semua itu Kiara lakukan di kelas, paling ekstrem di koridor depan kelas. Selebihnya, Kiara tidak berani karena takut Gamma melihatnya berinteraksi dengan Danu. Bahkan tanpa sepengetahuan Gamma, sesekali Kiara masih mengirim chat untuk Danu. Menyebalkan memang, Kiara seperti cewek yang sedang takut ketahuan selingkuh.

Kiara hanya tidak ingin menyerah sebelum berjuang. Dia yakin Danu pasti masih punya perasaan dengannya. Meskipun Danu jarang membalas chat-nya, Kiara tidak putus asa dan berhenti mengirim chat. Niatnya baik, ingin menjaga tali silahturahmi yang sudah terjalin di antara mereka berdua. Bubar pacaran, kan, bukan berarti mereka putus berkomunikasi.

“Mau ke kantin, ya?” tanya Kiara.

Danu berhenti melangkah karena Kiara menghalangi jalannya untuk keluar kelas. Seperti malas buka suara, Danu hanya tersenyum tipis dan mengangguk.

“Eh, ada sang mantan,” seru Arnan dengan cengiran.

Kiara tersenyum kecut melirik Arnan. Nggak usah diperjelas gitu juga kali, Nan. Matanya minta gue sentil, ya?

“Omong-omong, kalian beneran udah putus, kan?” Sekarang Romi yang ribut. Kiara berdecak ketika Danu tak kunjung bersuara, malah kedua temannya yang tidak berhenti menyindir seperti ini.

“Beneran, lah,” sahut Danu cepat. Kiara tertawa kesal dalam hati. Sekalinya Danu bersuara, malah menusuk telinga begini. Nampaknya, Danu memang sebangga itu dengan status single-nya.

“Emang kenapa kalau gue sama Danu udah putus, Rom? Lo mau daftar jadi penggantinya Danu?” sewot Kiara.

“Dih, ogah amat!” celetuk Romi.

Arnan ikut menimpali, “Nggak kenapa-kenapa, Ra. Kita cuma heran aja. Kalian udah putus, kok lo masih perhatian gini. Lo juga kayak gini, Dan?” Arnan menyikut Danu.

Danu menggeleng. “Kalau masih perhatian, ngapain gue minta putus,” jawabnya tanpa beban.

Saat itu juga, hati Kiara terasa nyeri. Perlahan, dia menghela napas berat. Ketika Romi dan Arnan sudat ribut dengan tawa dan ledekan mereka, Kiara masih menatap Danu dengan penuh harap.

“Dan, kita memang udah putus. Tapi, bukan berarti kita berhenti berteman, kan?” sambung Kiara.

Danu menoleh, menatap Kiara datar. Malah, lebih tepatnya seperti malas berlama-lama bertemu Kiara seperti ini. “Gue mau lewat, nih. Lo tahu, kan, kantin selalu ramai jam istirahat kedua gini? Kalau gue nggak cepat-cepat ke sana, lo mau tanggung jawab nyariin gue kursi kosong?”

Kiara mengepalkan kedua tangan. Sedahsyat itu, ya, efek dari putus. Danu bahkan sudah mengganti kata panggilan mereka dari ‘aku-kamu’ menjadi ‘gue-lo’ seperti dulu, waktu mereka cuma teman dan belum jadian. Apa Kiara memang sudah tidak punya harapan lagi di hati Danu?

Sebelum 3078 MDPLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang