Ponsel Gamma bergetar. Dia melihat ada satu pesan masuk dari Rian. Selama beberapa detik, matanya terpaku pada isi chat tersebut. Lalu, melirik Kiara yang tengah duduk beristirahat di atas kursi dari potongan kayu, sebelum akhirnya dia membalas chat Rian.Rian: Ga, besok jadi, ‘kan? Ketemu Pak Ridwan buat nyerahin proposal?
Gamma: Gue kasih keputusannya malam ini. Ada hal yang harus gue yakinin dulu.
Gamma kembali menyimpan ponselnya di ransel. “Ra, udah siap buat lanjut?”
Kiara mendongak. Melirik Gamma sebentar, lalu menatap alam terbuka yang terbentang di hadapannya. “Lo yakin, Kak? Gue bisa naik sampai puncak?”
Pagi ini, Kiara menepati janjinya pada Gamma untuk tidak bangun kesiangan. Gamma juga tidak main-main dengan ucapannya semalam, sampai-sampai Kiara melongo tak percaya ketika melihat cowok itu sudah ada di rumahnya jam lima pagi. Kiara makin penasaran dengan rencana seniornya itu, tetapi Gamma tetap bungkam sepanjang perjalanan. Setelah dua jam menempuh perjalanan, barulah Kiara sadar ke mana Gamma membawanya pergi.
Gamma bilang mereka akan jalan-jalan santai menuju puncak Gunung Batu di daerah Jonggol, Jawa Barat. Melihat tingginya tebing yang Gamma tunjuk sebagai tujuan mereka, Kiara langsung melotot dan jantungnya berdebar keras. Belum apa-apa, kakinya sudah terasa lemas.
Setelah berjalan santai dari parkiran yang Gamma bilang sebagai pos satu, kini mereka berada di pos dua. Jaraknya lumayan jauh, tetapi Kiara menikmatinya. Selain karena udara di sini sangat sejuk, pemandangan hijau di kiri dan kanan begitu memanjakan kedua matanya. Sambil berjalan, Gamma mengajaknya untuk menggerak-gerakan tangan dan kepala sekalian pemanasan.
“Kalau nggak dicoba, ya, nggak akan tahu, ‘kan?” sahut Gamma.
Kiara tampak berpikir. Hatinya ragu, tetapi juga penasaran ada apa di atas sana. Gamma bilang ada sesuatu yang mau dia tunjukkan pada Kiara dan hal itu berhubungan dengan diklat di Gunung Ceremai.
“Kak, puncaknya tinggi banget kayaknya. Gue nggak yakin sanggup sampai sana,” cicit Kiara.
“Belum juga mulai, udah nyerah,” celetuk Gamma.
“Enak aja! Siapa juga yang nyerah?” Ucapan Kiara memang terdengar protes karena dianggap mudah menyerah sebelum memulai, tetapi hatinya tetap saja meragu dengan kemampuan dirinya sendiri.
Gamma menahan senyumnya, lalu kembali memanasi Kiara. “Kalau Gunung Batu saja mental lo udah lemah kayak gini, gimana bisa lulus ikut diklat ke Gunung Ceremai?”
Kiara mendelik sebal, merasa tersinggung dengan cibiran Gamma. Niat ingin mengomel sekadar membela diri, sayangnya kata-kata Gamma memang benar. Membuat Kiara menggeram tertahan agar tidak terpancing emosi. Lagipula, Kiara hanya akan membuang banyak tenaga, jika mengomeli Gamma. Lebih baik dia simpan tenaganya untuk memulai pendakian ini.
“Lo ngeremehin gue, Kak,” desis Kiara seraya tersenyum sinis. “Lo butuh bukti? Oke! Akan gue buktiin kalau gue bisa sampai ke puncak Gunung batu!” ujar Kiara bersemangat.
Dasar cewek aneh. Biar semangat saja harus dikomporin kayak gini dulu, batin Gamma dengan senyum kecil di sudut bibir.
“Oke!” Gamma bangkit dari duduknya, lalu berjongkok di depan kaki Kiara.
“Eh, eh, lo mau ngapain, Kak?” kaget Kiara saat tangan Gamma menyentuh kakinya. Tidak perlu waktu lama, kini kedua sepatu Kiara sudah terlepas.
“Gue kuatir sepatu lo licin. Jadi, lebih baik ganti pakai ini.” Gamma mengeluarkan sepasang sepatu sandal gunung berwarna abu-abu dari ranselnya. Tanpa merasa repot, dia memakaikannya pada kaki Kiara dengan hati-hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebelum 3078 MDPL
Teen Fiction[OPEN PRE ORDER 02-22 FEBRUARI 2021] Bagi Kiara, pacaran dengan Danu adalah prioritas. Ke mana Danu pergi, Kiara akan berusaha selalu berada dekat pacarnya. Kiara pun rela dan nekat bergabung jadi anggota ANCALA, ekskul pencinta alam di sekolah yang...