Riuh tepuk tangan terdengar memenuhi seluruh aula besar itu. Dibagian ujung aula terdapat panggung besar yang dibagian depannya terdapat sebuah podium yang terbuat dari kaca, lalu dibagian belakangnya yang hanya berjarak lima langkah terdapat empat buah meja panjang yang saling menempel dan sebelas deret single sofa berwarna coklat yang ditempati oleh enam orang laki-laki dan lima orang perempuan. Dibagian atas panggung terpasang sebuah baliho panjang bertuliskan "Selamat Datang Siswa-siswi Angkatan 20, dan Selamat Kita adalah KELUARGA Sekarang!".
Laki-laki berkacamata dengan jas berwarna kuning keemasan dengan bordir hitam di bagian ujung-ujung jasnya tersenyum sambil menatap kearah seorang wanita yang mengenakan crop tie blazer merah maroon yang tetap tertutup ditambah dengan wide leg pants putihnya. Sepatu high heelsnya menghantam lantau ubin yang berada di bawahnya.
"Terimakasih atas sambutannya, bu Kepala, dan semoga saja apa yang dikatakan oleh Bu Kepala dapat kita semua lakukan, bukan hanya para siswa-siswi yang baru, namun juga semua perserta didik. Semoga kita semua bisa memajukan kemampuan kita semua bersama di sekolah ini, karena kita semua adalah keluarga."
Terdengar tepukan tangan dari para murid yang duduk di bawah sana. Laki-laki tadi mengangguk dan tersenyum, lalu mulai berbicara lagi. Wanita yang di sebut sebagai Bu Kepala itu sudah duduk dibagian tengah dari kesebelas orang yang tadi ia perkenalkan sebagai Dewan Sekolah.
Olen sejak tadi memperhatikan ke depan, meskipun ia sudah merasa bosan. Dan, bokongnya juga sudah pegal. Padahal sejak awal upacara tadi, ia selalu berdoa dan berharap agar segera duduk. Nah, sekarang giliran sudah duduk, ia malah sudah tak sabar untuk segera berdiri. Gadis itu sendiri bingung mengapa dirinya sangat plinplan.
Rambutnya sudah ia ikat menggunakan pita pink yang didapatkan dari seorang kakak senior berhijab yang bernama Aliyah. Mereka memang mengharuskan bagi para perempuan yang memiliki rambut panjang untuk diikat, nah, Olen lupa kalo ikat rambutnya berada di dalam tas yang tersimpan di loker dekat ruang administrasi. Lantas ia pun diberikan dua buah pita dari kak Aliyah, agar jika satunya hilang bisa menggunakan pita sisanya.
Olen sekarang duduk di baris ke 14 dari depan, sedangkan dibelakangnya masih ada sekitar 10 baris lagi yang berisi siswi perempuan sepertinya. Ia duduk di kursi paling ujung sebelah kiri, berdekatan dengan dinding juga dua orang senior laki-laki. Salah satu dari mereka, yang mengenakan topi kuning yang tadi meneriaki mereka untuk cepat masuk, langsung dicap Olen sebagai playboy. Itu karena matanya yang jelalatan, lalu tersenyam-senyum kearah siswi perempuan yang menatap kearahnya. Olen beberapa kali menangkap pandangan senior bertopi kuning itu tertuju padanya, dan jika sudah begitu, si senior bertopi kuning akan langsung mengalihkan pandangannya kearah lain atau mengajak laki-laki berambut coklat yang duduk disampingnya untuk berbicara.
Sedangkan laki-laki yang satunya malah tak mempedulikan teman disampingnya dan memilih untuk fokus dengan handphonenya. Olen terkadang menahan tawanya, lantas menoleh kearah lain lalu tersenyum miring. Meskipun akhirnya senior berambut coklat itu menanggapi temannya dengan tatapan datar dan tajam, lalu mulai kembali menekuni handphonenya.
Namun pandangan si senior berambut coklat itu tak sengaja jatuh pada Olen, kedua iris mata yang terhalang sebuah kacamata bulat menatap tajam kearah Olen dan langsung membuat gadis itu mengalihkan pandangan kearah lain. Ia jadi mati kutu saat merasa bahwa pandangan si senior berambut coklat tadi masih tertuju padanya. Lantas beberapa detik kemudian, setelah dirasa bahwa senior itu sudah tak menatapnya lagi, Olen baru berani kembali menatap kedua senior itu. Ternyata memang sudah tak ada yang menatapnya lagi, keduanya sekarang tengah sibuk dengan handphone masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Violen
Teen FictionMencintai seseorang itu hal terindah dan ajaib yang pernah ia rasakan. Rasa aneh yang tak pernah ia rasakan, disaat orang yang sangat ia sayangi membencinya. Rasa aneh yang entah mengapa selalu bisa membuat ia tersenyum dan berdebar-debar tak karuan...