⭐Happy reading :)
🐧jangan lupa tuk tinggalkan jejak ;)
❤and feel free to share your opinion in the comments ^-^Andai rasa ini ada karena kamu, aku tak akan perlu terlihat bodoh dengan mengejar seseorang yang tak ingin ku kejar.
—Hari selasa datang bersama dengan rintikan hujan yang terus turun dan membuat keadaan menjadi lembab dan dingin. Olen merapatkan jaket coklat yang ia pakai, lalu melirik kearah jalanan basah di luar mobil yang di kendarai Vano.
"Kak."
"Hmm."
"Sebentar pulang jam berapa?"
"Kayaknya jam 3 kakak udah pulang. Kamu mau kakak jemput?"
"Boleh, setelah itu kita ke toko buku ya."
Vano mengangguk sebagai jawaban. Olen kembali menatap kearah luar. Sesaat kemudian ia akhirnya sampai di depan sekolah. Olen menyandangkan tas hitamnya, juga menggenggam payung hitam di tangannya.
"Aku pergi dulu kak. Kakak hati-hati."
"Iya dek. Nanti kalo udah pulang langsung telfon kakak aja."
Olen mengangguk. "Oke." Ia pun keluar dengan payung yang sudah siaga menjaganya dari butiran hujan yang makin deras. Ia melangkah kan kakinya ke dalam lingkungan sekolah. Beberapa saat kemudian jam menunjukan pukul setengah delapan dan bunyi lonceng pun berbunyi.
"Jadi, sesuai dengan dekrit presiden yang ke–"
Bunyi lonceng memotong dan memutuskan ucapan sang guru. Olen menatap kearah depan, lalu mulai menuliskan cepat catatan yang di tulis guru sejarah nya di papan tulis. Guru pria yang masih berdiri di depan papan pun berhenti dan menatap jam tangannya.
"Ada tugas untuk kalian. Buat ringkasan pada bab 3, dan kerjakan semua soal yang terdapat di bab tersebut. Jangan lupa, lusa di kumpulkan."
Para siswa berseru kecewa, namun pria tersebut hanya tersenyum sebagai jawaban. Guru tersebut pun kembali ke mejanya dan mulai mengatur buku-buku dan perlengkapan yang dimilikinya. Sesaat kemudian Reza, si ketua kelas pun memberi aba-aba penutup dan seluruh siswa mengikuti.
Guru itu keluar diikuti dengan siswa-siswi yang juga ingin menghirup udara lembab di luar kelas. Olen sendiri juga sudah bersiap-siap, handphone dan earphone miliknya sudah ada di genggamannya. Ia dan Fanda pun keluar bersamaan. Mereka mengarah ke kantin, dengan obrolan yang menemani di sepanjang jalan mereka.
Mereka akan berbelok ke kiri menuju ke dalam kantin, namun langkah mereka langsung terhenti saat tiba-tiba saja berpapasan dengan Raya. Kedua gadis itu menahan napasnya melihat Raya yang berdiri di depan mereka. Laki-laki itu menggenggam sebotol minuman ber plastik biru di tangannya.
"H-halo kak Raya," sapa Fanda dengan gugup. Gadis itu melemparkan senyum sopan yang dibalas Raya dengan anggukan kepala pelan. Olen memperhatikan Raya dengan seksama, dan sekali lagi ia dapat melihat raut wajah lelah yang selalu membuat dirinya penasaran. Namun Raya tak menatap atau melirik sedikit pun padanya.
Laki-laki itu malah memilih untuk berjalan melewati Olen dan Fanda tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Melihat itu rasa tak enak hati yang sejak kemarin ia rasakan kembali muncul. Olen melirik kearah Raya yang sudah berbelok ke arah koridor yang mereka lewati tadi.
Fanda menyikutnya pelan, dan Olen menoleh. "Ternyata kalo dilihat lebih dekat, kak Raya jauh lebih tampan ya," ucap Fanda, ia tersenyum senang. Olen tak memberikan tanggapan apapun, meskipun dirinya sendiri tak setuju dengan ucapan Fanda. Pikirannya masih gelisah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Violen
Teen FictionMencintai seseorang itu hal terindah dan ajaib yang pernah ia rasakan. Rasa aneh yang tak pernah ia rasakan, disaat orang yang sangat ia sayangi membencinya. Rasa aneh yang entah mengapa selalu bisa membuat ia tersenyum dan berdebar-debar tak karuan...