..11..

52 40 29
                                    

⭐Happy reading:)
🐧jangan lupa tinggalkan jejak ;)

Hal paling bodoh yang pernah ku lakukan adalah aku mencintaimu, meski aku tahu rasa itu bukan untukku,
meski aku tahu akhirnya memang aku harus menyerah.

Belaian lembut dan dingin menyentuh pergelangan tangannya yang tak terjamah baju tidur biru yang ia kenakan. Hal itu membuat kedua matanya terbuka perlahan, dan akhirnya mengerjap sesaat. Keningnya berkerut saat melihat keadaan sekitarnya yang gelap.

Ia ingat bahwa seharusnya sekarang ia sudah tidur dan berada di atas ranjang coklat kesukaannya, namun ia bingung mengapa ia malah berdiri di tempat aneh ini? Olen memperhatikan sekelilingnya dengan pandangan bingung dan agak takut.

Pergerakannya tiba-tiba terhenti saat ia merasakan hembusan angin yang agak sedikit kuat berasal dari arah belakangnya. Ia dapat melihat pantulan bayangannya sendiri di permukaan datar yang ia pijaki. Olen berbalik perlahan, ia menyipitkan matanya saat merasa cahaya yang terpancar kearahnya terlalu terang.

Lalu beberapa saat kemudian mengerjap pelan, dan terdiam saat ia sudah bisa melihat keadaan sekitarnya dengan baik. Keadaan sekitarnya yang tadi gelap dan terasa dingin, sekarang sudah berganti dengan pemandangan taman dan pohon-pohon rimbun yang membuat keadaan menjadi teduh. Olen mengenal tempat ini. Ia pernah ada di taman ini sebelumnya. Sering, lebih tepatnya.

Gadis itu berhenti memeriksa keadaan di sekitarnya saat ia mendengar suara tawa dari arah belakang. Matanya sudah berkaca-kaca, ia mengenali suara ini. Dua orang yang sedang tertawa dan berbincang ini, Olen tahu siapa mereka. Ia berbalik, melihat ada sebuah bangku yang terdapat di dekat pohon rindang yang berada tak jauh dari tempat ia berdiri.

Dua orang itu duduk membelakanginya. Keduanya perempuan, salah satunya yang berbadan tinggi dan berambut hitam panjang. Sedangkan yang satunya lebih pendek dari perempuan tadi, rambut coklat keemasannya di biarkan tergerai. Olen menutup mulutnya dengan sebelah tangannya, gadis itu sudah menahan tangisannya yang ingin keluar. Air matanya tiba-tiba luruh, namun langsung ia hapus dengan telapak tangannya.

Perlahan ia mulai melangkah menuju kearah tempat kedua perempuan itu duduk. Gadis itu terlihat gugup dan sedih di saat yang bersamaan, ia ingin berhenti namun otaknya tak mau membiarkan agar kakinya berhenti. Langkah pelannya akhirnya dapat membuat kedua manik mata birunya menatap lebih jelas kedua perempuan itu. Suara tawa dan obrolan mereka tentang tebak-menebak akan kedatangan sesorang yang disebut 'Ayah' semakin terdengar jelas.

Olen berjalan melewati pohon yang berada di samping tempat duduk besi tersebut. Dan ia akhirnya berhenti di sana, kedua manik matanya menatap lurus kearah dua orang perempuan yang sangat ia kenal. Seorang wanita berwajah cantik dengan noda hitam kecil yang terdapat di sudut mata kanannya masih berbicara mengenai bagaimana lucunya wajah sang 'Ayah' saat pria itu di paksa untuk di make up kan oleh anak perempuannya. Sedangkan si anak gadis yang duduk di samping wanita itu tertawa mendengarkan ceritanya.

Pandangannya makin berkaca-kaca, hingga akhirnya air mata itu mulai luruh. Ia menutup mulutnya untuk menahan isakan yang mulai keluar.

"Bunda..." lirih Olen. Ia mulai terisak, namun ia mulai mengendalikan tangisannya. Ia perlahan-lahan mulai mencoba untuk berhenti menangis, dan tersenyum. Meskipun semuanya terlihat sama menyedihkannya.

Ia perlahan mulai melangkah lagi, kali ini mencoba untuk mulai mendekati kedua perempuan itu. Ia masih mencoba untuk tersenyum meskipun air matanya terus meluruh dan rasa sedihnya tak dapat pergi.

Ia makin dekat, dan tinggal menyentuh pundak wanita itu saja. Namun entah mengapa tiba-tiba saja semuanya yang ia lihat menghilang. Wanita itu, anak gadis itu, taman yang ia tahu ia tengah berdiri di sana, semuanya menghilang. Napas Olen tersendat-sendat karena ia menangis.

ViolenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang