Kegiatan MOS dua hari berikutnya berjalan baik. Kegiatan itu berlangsung sampai pada hari rabu. Di mana hari terakhir hanya berisi penjelasan mengenai ekskul apa saja yang terdapat di sekolah mereka dan setelahnya permainan games-games yang membuat Olen agak kesal karena Rere tak mau fokus pada permainan melainkan lebih memilih untuk fokus menatap para senior yang kata gadis berambut abu-abu itu tampan bak dewa Yunani. Dalam hati Olen mencibir, mendengar penuturan Rere.
Kegiatan terakhir adalah pembagian kelas. Olen ternyata sekelas dengan Fanda, sedangkan Rere sekelas dengan Syakila. Olen sendiri terkejut saat mendengar bahwa Ando ternyata sekelas juga dengannya.
Kegiatan di hari terakhir itu terjadi sampai jam 12 siang. Setelah itu mereka akhirnya dipersilahkan untuk pulang. Kembali lagi Olen duduk di halte, namun kali ini ia ditemani oleh Fanda dan Rere. Ketiganya memang berencana untuk pergi ke rumah Fanda untuk menghabiskan setengah hari mereka bermain di sana.
"Len," panggil Fanda. Ia tengah memperhatikan keadaan jalan yang masih ramai di depan mereka. Pandangan Olen yang tertuju kearah handphonenya dialihkan ke arah Fanda yang duduk di samping kirinya, sedangkan di kanannya Rere juga ikut mendengarkan sambil mengetuk-ngetuk kakinya ke trotoar jalan dibawah mereka.
"Hmm?"
"Lo udah milih belum mau masuk ekskul yang mana?" tanya Fanda, "kalo gue sama Rere udah sama-sama mau masuk klub voli, gue juga mungkin bakalan masuk klub musik juga." Rere ngangguk-ngangguk setuju saat mendengar penjelasan Fanda, lalu kembali menatap jalanan di depan sana.
Olen terlihat berpikir, dahinya nampak sedikit berkerut. "Em.. mungkin gue bakalan masuk klub bulutangkis sih. Paling masuk itu aja," ujar Olen setelah berpikir beberapa saat. Fanda manggut-manggut mengerti.
"Oh, berarti lo bakalan se-klub sama kak Tyan, Len," celetuk Rere tiba-tiba. Olen langsung menoleh kearah Rere saat mendengar nama seseorang yang selama tiga hari belakangan membuat dirinya semangat untuk mengikuti kegiatan MOS.
"O-oh ya? Kak Tyan juga ikut klub bulutangkis?" tanya Olen. Gadis itu terlihat senang, dan itu mengundang tanya dari Fanda, sedangkan Rere terlihat tak sadar dan lebih memilih untuk menjawab dengan anggukan santai.
"Iya, katanya juga ketua klubnya itu dia."
"Ohya?" Samar-samar Olen tersenyum. Fanda yang berdiri di samping Rere menyipitkan matanya melihat senyum samar sahabatnya. Ini pertama kalinya Olen terlihat senang saat mendengar penjelasan tentang seorang laki-laki, kecuali idolanya. Dan hal itu mengundang tanda tanya Fanda. Namun ia tak sempat untuk menanyakan apa yang sebenarnya Olen rasakan, karena mobil yang menjemput mereka sudah datang.
Ketiganya masuk dengan Fanda duduk di depan, dan Rere juga Olen di belakang. Laki-laki yang mengemudikan mobil berpakaian casual, dengan kemeja flanel biru yang dimasukan ke dalam celana panjang hitamnya.
"Halo om Geri," sapa Olen dan Rere bersamaan. Laki-laki dengan wajah tegas dan mata tajam itu menoleh ke belakang setelah Fanda mencium tangan kanannya yang terjulur. Senyumnya melengkung di bibir tebalnya yang dikelilingi rambut-rambut halus di sekitarnya.
"Hai Violen, Rere. Senang bertemu kalian lagi," ujarnya dengan nada bersahabat. Olen dan Rere tersenyum simpul. "Wah, Rere, rambutmu makin bagus saja," ujar om Geri dengan pandangan yang sudah mengarah pada rambut Rere.
Rere terlihat senang mendengar pujian dari pria berambut hitam tebal itu. "Baguskan Om." Gadis berambut abu-abu itu terlihat bangga dengan warna rambutnya. Ia melirik mengejek kearah Fanda yang sudah menatapnya dengan tatapan jengah.
"Tuh Fan, om Geri aja setuju kalo rambut gue itu bagus."
Fanda langsung mendengus, lantas memutar kedua bola matanya. "Terserah," balasnya datar lalu mulai duduk dengan benar dan memainkan handphonenya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Violen
Teen FictionMencintai seseorang itu hal terindah dan ajaib yang pernah ia rasakan. Rasa aneh yang tak pernah ia rasakan, disaat orang yang sangat ia sayangi membencinya. Rasa aneh yang entah mengapa selalu bisa membuat ia tersenyum dan berdebar-debar tak karuan...