..4..

69 47 34
                                    

Kegiatan hari senin itu terjadi sampai jam dua belas siang. Banyak hal yang mereka lakukan, setelah perkenalan para senior OSIS ada games-games kecil yang dimainkan juga persembahan lagu dan penampilan lainnya dari beberapa OSIS juga murid baru yang berani maju ke depan panggung. Setelah itu akhirnya acara disambung dengan penjelasan mengenai ekskul yang tersedia di sekolah, dan setelahnya mereka kembali disuguhi penampilan dari klub musik dan klub drama.

Sampai jam sebelas akhirnya mereka diajak untuk berkeliling sekolah baru itu. Sekolah mereka berbentuk persegi panjang. Olen tak terlalu memperhatikan apa yang diucapkan oleh senior laki-laki yang membawa kelompok mereka, gadis itu lebih fokus pada sebuah taman yang seingat Olen berada di belakang gudang dan gedung klub ekskul. Dan tentunya hanya tempat itulah yang membuat Olen jadi menyukai sekolahnya, yah selain kantin sebenarnya.

Olen sekarang sudah duduk di halte yang terdapat di depan sekolah. Para sahabat-sahabatnya sudah pulang duluan. Ia juga tadi sudah berkenalan dengan gadis yang duduk di sebelah Fanda, nama gadis itu Syakila. Ia tak berasal dari kota yang sama dengan mereka, dan sepertinya ini adalah pertama kalinya Syakila pergi jauh dari kotanya.

Fanda sebenarnya berniat untuk menemani Syakila pulang, namun gadis itu langsung menolak karena ia akan pulang bersama saudaranya yang juga bersekolah di tempat yang sama dengan mereka. Alhasil Fanda pun akhirnya pulang setelah sopir orang tuanya menjemputnya. Syakila juga sudah pamit untuk menunggu saudaranya di dalam, padahal Olen berniat untuk menanyakan kemungkinan-kemungkinan yang berterbangan dikepalanya mengenai saudara Syakila itu.

Kedua iris Olen menatap sekitar, lantas mulai menghela napasnya. Ia sudah berdiri sambil memainkan handphone. Sudah berulang kali ia menelpon ke rumah, namun tak ada yang mengangkat. Mulai kesal  karena terlalu lama menunggu, namun akal sehatnya tetap berbisik di telinganya agar ia tenang. Olen menghembuskan napas pelan, lantas kembali duduk.

Olen kembali menunduk, ia kembali membuka aplikasi whatsapp dan mengirimkan berulang kali kata 'Kaakk' dan 'Kakak!!! Jemput!!!' ke nomor kakaknya. Namun semua pesannya hanya menunjukan tanda centang abu-abu. Olen berdecak.

"Ck! Ke mana sih dia?! Awas aja nanti kalo gue udah pulang," ucap Olen dengan kesal. Ia kembali menggerutu kesal. Lantas membuka aplikasi menelpon di hanpdhonenya. Ia menscrool daftar panggilan terbaru di sana, dan hampir semua panggilan tertuju ke sebuah nama 'Kakak!'. Ada juga nama lain seperti 'Pak Ino' yang beberapa menit lalu sudah ia panggil, namun tidak aktif. Selain itu ada nama 'Rararere', dan 'Fandut', namun tetap saja nama 'Kakak!' lebih mendominasi.

Ibu jarinya seketika berhenti dan jadi kaku. Pandangannya menatap lekat kearah sebuah nama yang tertera di sana. Panggilan itu terjadi sekitar tiga minggu yang lalu, nama itu terletak di bawah nama 'Kakak!, tertera kata 'Ayah' di sana. Olen terdiam selama beberapa detik, lalu perlahan menekan nama tersebut lalu ikon 'i' dan akhirnya terbukalah riwayat panggilan antara Olen dan nomor dengan nama 'Ayah'.

Hanya ada dua panggilan, keduanya pun bertuliskan outgoing call dibawah tanggal yang tertera dengan huruf tebal. Panggilan yang dibawah bertuliskan Mar 16 pada pukul 10.27. Waktu panggilan tertera 0 mins 58 sec, dan tertulis di samping kata outgoing call. Sedangkan panggilan yang berada di atas bertanggal May 28 pada pukul 17.36, tak tertera berapa lama panggilan itu berlangsung, yang menyatakan bahwa orang yang di telfon tak mengangkat panggilan itu.

Olen masih ingat kejadian tiga minggu yang lalu.

May 28

"Dek," panggil seorang laki-laki berkemeja flanel biru. Rambutnya tersisir rapi, membuat wajah tampannya terlihat dengan sangat jelas. Gadis itu, Olen, berbalik. Tatapannya sendu, namun senyumnya masih tetap melengkung dengan indah.

ViolenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang