..1..

98 58 69
                                    

"Pak Ino, tolong lebih cepat lagi, ya pak! Aku udah mau telat nih!" Seruan tak sabaran yang berasal dari jok belakang mobil hitam yang tengah melaju di jalanan yang mulai ramai.

Pengemudi laki-laki berseragam hitam itu mengangguk dan melirik sekilas pada gadis yang duduk di belakang. Rambutnya panjang, berwarna coklat keemasan dan bergelombang dibagian bawahnya. Matanya biru, seindah laut. Wajahnya oval dengan alis mata tipis, hidung mancung, dan bibir pink yang agak tebal dibagian bawahnya.

"Tenang non, bentar lagi kita nyampe kok," ucap pak Ino, lalu tersenyum, meskipun tak diperhatikan gadis itu. Wajah pak Ino agak kecoklatan akibat sering terpapar sinar terik matahari. Beberapa keriput terlihat diatas dahinya yang berlipat.

Si Gadis berambut coklat keemasan itu kembali menghela napas pelan, pandangannya terlihat khawatir kearah jendela di sampingnya. Ia mengangkat sebelah tangannya lalu mengecek waktu di jam hitam yang melingkar di pergelangan.

Lalu kembali lagi menghela napas pelan. Lima belas menit lagi akan pukul tujuh tepat, dan mobil mereka baru setengah jalan. Dalam hati mengutuk sang kakak yang sudah pergi tanpa menunggu maupun membangunkannya.

Padahal kemarin saat mereka sedang duduk di ruang tengah sambil makan popcorn dan nonton, kakaknya sudah berjanji akan mengantarkannya ke sekolahnya yang baru. Kakaknya bahkan berkata dengan santai dan berani, "tenang, nanti kalo kamu gak bangun, kakak bakalan bangunin. Tenang aja dek".

Cih! Tenang tenang otakmu! Gadis itu mulai kembali menggerutu pelan tentang akan melemparkan sepatu bau ke wajah kakaknya saat kakaknya pulang ke rumah nanti, sampai mulai berjanji untuk tak akan berbicara dengan kakaknya sampai satu minggu. Pak Ino yang masih fokus menyetir hanya melirik gadis itu lewat kaca tengah, dan seulas senyum tipis keluar di sudut bibirnya.

Ia tahu seperti apa anak tuannya itu, karena ia sudah bekerja dengan keluarga gadis itu sejak lama. Pak Ino tahu bahwa gadis berkulit putih dan cantik itu memang baik. Meskipun sesekali ia memang pernah melihat gadis itu marah, itupun hanya pertengkaran kecil dengan sang kakak yang memang suka menjahilinya.

Selain itu, gadis itu tak terlihat pernah marah-marah dengan orang-orang di rumahnya. Bahkan meskipun saat seorang pegawai masak yang baru beberapa kali memasak nasi goreng bersama udang dan menghidangkannya, padahal Gadis berambut coklat keemasan itu alergi terhadap udang dan lada. Gadis itu hanya akan mengeluarkan udangnya dari nasi goreng itu lalu menanyakan apakah mereka memasukkan lada ke dalam sana, dan jika tidak ia akan memakan nasi goreng itu tanpa marah-marah karena mereka sudah membuatnya jadi susah payah harus mengerluarkan udang itu. Dan walaupun dalam masakannya mereka memang memasukan lada, Gadis itu hanya akan menggeser piring berisi nasi goreng itu dan memberikannya pada si pegawai masak lalu memakan masakan yang lain.

Ia tak akan berkomentar banyak dan hanya mengatakan dengan lembut pada pegawai baru itu bahwa ia alergi terhadap udang dan lada, dan hal itu sudah terjadi beberapa kali, meskipun akhirnya hal itu sudah jarang terjadi. Untungnya, sudah jarang terjadi, jadi pekerjaan pegawai baru itu masih aman.

Ia juga tahu banyak beban yang ditanggung oleh gadis itu. Bagaimana gadis itu tetap bertahan hidup dengan mencoba untuk kuat terhadap segala masalah yang menghadang langkahnya. Bagaimana gadis itu tetap menjaga agar air matanya tak luruh, meskipun hatinya makin hari makin hancur. Bagaimana gadis itu tetap tegar meski banyak orang yang membencinya, meski orang yang seharusnya menyayanginya malah sangat-sangat membencinya.

"Non, kita sudah sampai." Pak Ino melirik ke kaca tengah dan melihat anak tuannya itu sudah memalingkan wajah ke kanan untuk melihat sekolah barunya. Gadis itu pun mengangguk pelan, lalu menatap pak Ino melalui kaca yang sama.

"Makasih ya pak, nanti kalo pulang aku telfon lagi." Pak Ino mengangguk dengan senyum tipis di sudut bibirnya. Gadis berambut coklat keemasan itu pun menyandangkan tasnya ke punggung, lalu bergeser untuk keluar dari mobil hitam itu.

ViolenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang