Bab 36

1.7K 110 25
                                    

Happy Reading

Typo every where.

Aisyah masih mengerjapkan matanya seolah tidak percaya dengan hadirnya sosok yang berdiri didepannya kini.

Dari banyaknya mesjid dikotanya kenapa ia harus dipertemukan dengan dosennya yang satu itu.

Bermula dari Ilmi, teman satu almamaternya di LDK yang mengajaknya untuk mengikuti kajian pekanan yang diadakan oleh salah satu mesjid yang bertempat tinggal disekitar rumahnya.

Awalnya mereka bertiga dengan Dian tapi berhubung Dian memiliki urusan keluarga. Akhirnya hanya mereka yang bisa menghadiri kajian itu.

"Lho, Pak Bom?" tanya Aisyah memastikan dengan indra penglihatannya.

"Bapak ngapain kesini?" tanyanya lagi

Ibroohim mengerutkan keningnya tampak kesal mendengar pertanyaan Aisyah. Memangnya keberadaannya dia disini merugikan semua orang.

"Memangnya saya harus laporan dulu sebelum kesini? ." jawab Ibroohim dengan nada ketus.

"E-eh nggak sih pak, tapi memangnya bapak ada urusan apa disini?" tanya Aisyah tidak kapok.

"Dan walaupun saya ada urusan disini, terus saya harus beritahu kamu dulu gitu?" balas Ibroohim sambil menaikkan sebelah alisnya menunggu jawaban Aisyah.

'Ini mulut kok nggak pernah diem sih' batin Aisyah

"N-nggak sih pak." ucap Aisyah sambil menyentuh leher belakangnya tanda bahwa Ia sedang salah-tingkah.

Tiba-tiba saja ada angin yang berhembus menerbangkan ujung kerudung Aisyah kesamping. Ibroohim sejenak berdehem pelan dan mengalihkan pandangannya kearah lain.

"Ohiya pak, selamat ya pak. Semoga lancar sampai hari H." ucap Aisyah tersenyum dengan pandangan lurus kedepan.

Ibroohim kembali memandang Aisyah, "Maksudnya?"

"Nggak ada maksud apa-apa sih pak, sebagai mahasiswa teladan yang baik. Saya mendoakan supaya bapak dan mba Dira bahagia."

Aisyah hampir mengigit lidahnya ketika menyebut dirinya sebagai mahasiswa teladan yang baik. Tapi terlepas dari semua itu, nyatanya sangat berat meloloskan kata-kata bahagia untuk Dira dan Ibroohim.

Ternyata menyelaraskan ucapan dengan isi hati sangat susah.

"Memangnya saya ada hubungan apa dengan Dira?"

"Mba Dira kan calon istri Pak Bom."

Mendengar ucapan Aisyah, spontan membuat rahang Ibroohim mengeras. Rasanya Ia tidak terima dengan kenyataan itu.

"Semoga bahagia ya Pak Bom." ucap Aisyah lagi tanpa menyadari perubahan ekspresi Ibroohim

"Bahagia atau tidaknya. Itu adalah urusan saya, kamu tidak berhak menentukan semua itu."

Aisyah buru-buru mendongakkan kepalanya memandang Ibroohim bingung,

'Ini Pak Bom lagi kesambet atau gimana'

Memangnya ada yang salah dengan ucapannya tadi sampai membuat dosennya ini marah.

"Lho, Pak memangnya ucapan saya tadi ada yang salah. Dan memangnya jika saya mendoakan kebahagiaan bapak dengan mba Dira itu salah." bela Aisyah

"Sekali lagi saya tegaskan. Itu bukan urusan kamu!!"

"Kok bapak marah?!" tanya Aisyah hampir berteriak didepan Ibroohim. Ia tidak tau mengapa Ibroohim harus marah-marah begini terlebih lagi Ia tidak mengetahui letak kesalahannya dimana sampai harus mendapatkan semprotan Ibroohim.

Ibroohim mengusap rambutnya kebelakang dengan kesal, dengan pandangan mengunci manik mata Aisyah langsung, "Saya minta sama kamu. Tolong ingat posisi kamu sebagai mahasiswa saya. Memangnya ada mahasiswa yang berani mencampuri urusan dosennya? Saya rasa tidak ada. Tapi melihat kamu yang seenaknya mengomentari segala hal yang berhubungan dengan kehidupan saya membuat saya muak. Sekali lagi ingat posisi kamu. Assalamualaikum." tutup Ibroohim meninggalkan Aisyah yang tengah membeku.

Sepeninggalan Ibroohim tidak membuat Aisyah beranjak dari tempatnya berdiri. Pandangannya masih kosong memandang kedepan.

"Afwan ya Syah, tadi aku bantu beres-beres du-- lho, kok kamu nangis?" tanya Almi kaget melihat pipi Aisyah yang basah dengan air mata.

Mendengar ucapan Almi membuat Aisyah meraba pipinya pelan, "Lho, kok air mata aku bisa keluar sih?" tanyanya dengan diri sendiri

"Syah, lo kenapa?" tanya Almi khawatir.

Aisyah dengan cepat mengusap air matanya kasar dan mencoba tersenyum seolah tidak ada terjadi apa-apa.

"Aku nggak papa kok, tadi cuma kemasukan debu doang, mataku aja yang sensitif hehehe." tutup Aisyah dengan kekehannya.

Almi merasa bahwa Aisyah tidak ingin membicarakan kejadian yang menimpanya tadi. Almi paham akan hal itu, mungkin Aisyah butuh waktu untuk cerita.

"Ohiya, urusan kamu udah selesai?" tanya Aisyah

Almi hanya merespon dengan anggukan kepala, pandangan gadis itu masih khawatir dengan melihat senyum Aisyah yang berbeda tidak seperti kemarin waktu datang di panti.

Aisyah menyadari tatapan khawatir Almi, segera meraih tangan gadis itu "Serius aku nggak papa. Nggak usah pasang wajah kayak gitu. Nggak cocok tau."

Almi membalas genggaman tangan Aisyah dengan pandangan kearah gadis yang biasanya bertingkah konyol itu, "Kalau kamu siap buat cerita aku siap kok dengerin."

Dengan tarikan dari kedua pipinya Aisyah mencoba tersenyum tulus melihat kepedulian Almi, "Iyaya, udah ah pulang yuk." ajak Aisyah sambil menyeret Almi meninggalkan tempat itu.

Tempat dimana Ia harus sadar akan posisinya.

✨✨✨

Ibroohim melonggarkan dasinya yang sedari tadi mencekiknya. Jasnya sudah Ia lemparkan ke sofa ruang kerjanya.

Ia merebahkan tubuhnya di sofa ruang kerjanya dengan lengan menutup matanya. Ibroohim merasa  tidak mengenali dirinya sendiri.

Mengapa Ia harus lepas kendali seperti itu, dan mengucapkan hal yang mungkin menyakiti hati mahasiswanya itu.

Tapi tunggu..

Bukannya dirinya sendiri yang mengingatkan posisi Aisyah yang memang notabene nya mahasiswanya sendiri. Terus mengapa Ia jadi merasa menyesal sendiri telah mengucapkan hal itu.

"Kalau dia sakit hati, itu salah dia sendiri. Saya hanya mengatakan kenyataan." ucap Ibroohim pada dirinya sendiri. Ia merasa bahwa ucapannya tadi tidak salah, Aisyah adalah mahasiswanya tidak ada yang bisa mengubah akan hal itu.

Tbc.

Nb : up nya deket-deket ini btw. Sorry kalau ngegantung so part kali ini cuma 850 word 😶

Calon Imamku (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang