Satu

1K 80 1
                                    

Sasa berdiri dihadapan ratusan siswa dan guru-guru sebagai penerima penghargaan siswa terbaik. Ia memberi senyuman pada kamera sambil memegang piagam penghargaan, piala, serta bungkusan hadiah.

Tahun ini ia resmi lulus dan akan menjadi siswi SMA dan papanya sudah mendaftarkannya pada sekolah ellite dan bergengsi disini. Setelah acara kelulusan berakhir Sasa, Mama dan Papa segera pulang.

Sasa membaringkan dirinya setelah berganti pakaian dan menghapus make up bersama Mama. Sasa hendak membuka ponselnya ketika seseorang mengetuk pintu kamarnya.

"Miss Sasa, dipanggil sama Mama," suara bi Ririn sang ART terdengar dari luar kamar.

"Oke bi," jawab Sasa sambil beranjak keluar menemui Mamanya yang sedang duduk di sofa ruang TV. Ia menghampiri dan duduk disebelah Mama.

"Kenapa, Ma?" Tanya Sasa sambil membuka toples berisi biskuit dan menatap layar TV.

"Mama mau ngomong sama kamu, Alissa" kata Mama sambil mengecilkan volume TV. Ia menatap Sasa dengan serius sehingga Sasa sendiri menjadi tegang.

Sasa menelan biskuitnya terlebih dahulu, "tentang apa, Ma?"

Mamanya menghela nafas. Terlihat sedikit ragu untuk mengatakannya pada Sasa. "Tentang Rex."

Sasa diam. Terlihat jelas bahwa ia terkejut. Nama yang sudah lama tidak ia dengar dan sangat ingin dilupakannya kali ini terdengar lagi. Ada apa dengan Rex? Jangan-jangan dia...

Mati?

Namun Sasa memilih untuk diam dan membiarkan Mamanya menyelesaikan perkataannya. Semoga saja dia masih hidup agar Sasa tidak dihantui rasa bersalah. Namun semoga cowok itu tidak meninbulkan masalah yang melibatkan Sasa.

"Papa, dan keluarga Lorgan berniat untuk.." Mama kembali terlihat ragu. "..menjodohkan kamu."

Sasa sangat ingin melempar toples ditangannya namun tentunya hal tersebut tidak sopan. Tapi tetap saja ia akhirnya melakukan hal tidak sopan lain.

"HAH?!" Serunya lalu refleks menutup mulutnya sendiri. "Maaf, Ma. Sasa kaget," lanjutnya sambil meletakkan toples biskuit keatas meja.

"Mama becanda kan? Masa sih begitu?"

Mama mengelus rambut Sasa. "Enggak, Alissa. Memang begitu keputusannya, kamu akan dijodohkan dengan Rex."

Sasa menatap Mamanya tak percaya. "Rex yang itu?! Rex Lorgan??!"

Mamanya mengangguk seraya berkata, "Rex Lorgan."

Rasa takut kembali menyelimuti Sasa. Ia tidak bisa melupakan kejadian dua menjelang tiga tahun yang lalu. Saat ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri Rex yang tergeletak berlumur darah yang diakibatkan olehnya.

Mama memegang bahu Sasa dan mengelus pipinya. "Meski ini memang keinginan Mama dan Papa. Kami tidak pernah memaksa kamu, Alissa. Setidaknya jalani dulu sampai kamu lulus SMA. Kalian berdua silakan mengenal satu sama lain. Setelahnya, kamu dan Rex bisa mengambil keputusan sendiri."

Sasa sedikit lega kala mendengarnya, ia tidak 'harus' setuju dengan perjodohan ini. Namun ia harus menghabiskan masa SMA-nya untuk mengenal Rex?!

Sesungguhnya itu semua tidak dibutuhkan. Sasa benar-benar mengenal Rex Lorgan. Cowok dingin, kaku, kejam, kelam, jahat, dan menyebalkan yang paling ia benci. Sangat ia benci! Tetapi meski membenci Rex, Sasa juga merasa sedikit bersalah padanya.

"Cukup kamu tahu, kondisinya masih sama. Rex masih dalam keadaan yang sama. Anehnya dia menolak melakukan operasi donor mata, tapi mama harap kamu mau bertemu dengannya. Setidaknya meminta maaf, karena semenjak kejadian itu kamu dan Rex gak pernah bertemu lagi, Alissa."

My Blind BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang