Delapan belas

450 52 11
                                    

Kini, Sasa dan Rex sudah duduk di meja makan. Sasa sudah berhenti menangis namun matanya masih sembab. Ia menatap piring dihadapannya tak nafsu sedangkan didepannya, Rex makan dengan tenang.

"Kamu belum makan," ucap Rex yang merupakan pernyataan, bukan pertanyaan.

Sasa mendongak dan menatap Rex. "Kok tahu?"

"Gak ada suara. Biasanya kan kamu berisik kalau makan."

Sasa menghela nafasnya, ia menjauhkan piringnya. "Gak laper," ucapnya sambil menyenderkan tubuh. Hal yang sangat tidak sopan, tapi bersama Rex tentunya Sasa tidak perlu memikirkan tata krama.

"Go food?"

Pandangan Sasa kembali menatap Rex. Tawaran yang bagus, Sasa juga jarang diperbolehkan memakan junk food.

"Mauu."

Rex terkekeh dan memberikan ponselnya. "Kalau gak salah saldonya sudah diisi Larg," ucapnya.

Sasa menerima ponsel Rex dengan senang hati dan segera mengorder berbagai makanan. Burger, kentang goreng, ayam, es krim tentunya, soda, dan lain-lain. Meski mama pernah bilang kita harus tahu diri kalau ditraktir hal itu tidak berlaku untuk Rex bukan?

Ponsel Sasa berdering, raut wajahnya berubah ketika nama Papa tertera di layar. Sasa sedang tidak ingin berbicara untuk saat ini. Ia butuh waktu, setidaknya untuk menenangkan diri.

"Siapa?" tanya Rex yang menyadari ponsel Sasa terus-terusan berdering.

"Papa."

Rex menyodorkan tangannya. "Sini," ucapnya.

Sasa pun mengangkat telfon dari Papa dan memberikannya pada Rex. Setidaknya Papa harus tahu keberadaan Sasa meski Sasa tidak ingin bicara.

"Iya, Pa. Sasa disini."

"..."

"Baik."

"..."

"Iya."

Lalu panggilan terputus dan Rex mengembalikan ponsel Sasa.

Sasa menarik nafasnya sejenak. "Tadi pulang sekolah... aku nemuin Mama, dan.." Sasa merasa dadanya sesak ketika ingin menceritakannya pada Rex.

"It's okay. Kamu belum siap untuk cerita," ujar Rex. Ia meletakkan sendoknya di atas piring yang sudah kosong.

"Kamu mencoba ngelupain semuanya kan? Kalau belum siap gak masalah untuk gak mengingatnya. Tapi ingat, kamu gak bisa lari, Sasa."

Sasa kembali ingin menangis. Entah kenapa ia sangat cengeng hari ini. Lagipula belum pernah ada masalah di keluarganya dan hal ini membuat Sasa sangat shock. Ia masih saja tidak percaya dengan apa yang didengarnya tadi.

Untuk sekarang, Sasa ingin sekali tidur. Karena dengan tidur setidaknya ia bisa melupakan hal yang tadi didengarnya, setidaknya dengan tidur Sasa tidak akan merasa sedih.

"Mau tidur," kata Sasa tiba-tiba.

"Gak. Kamu belum makan kan?"

Sasa menghela nafas, akhirnya ia menyerah dan memutuskan untuk menuruti perkataan Rex.

<<<•>>>

"Unbelievable!" teriak seorang perempuan dengan rambut ikal dan bandana pink. Ia menatap Raline heran sambil mengusap keningnya sendiri.

"Apa kamu gak sadar, Raline? Artinya Rex memang sudah melupakanmu."

Raline hanya bisa menunduk dalam, membiarkan kakak kelasnya itu memberinya nasihat.

My Blind BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang