Empat belas

476 54 4
                                    

"Sa, boleh pinjem tangan?" tanya Rex sambil mencari-cari tangan Sasa. Ia kembali berbaring dengan paha Sasa menjadi bantalan.

Sasa mengerutkan keningnya, ia malah sengaja menjauhkan tangannya dari jangkauan Rex. "Buat?"

"Sebentar."

Akhirnya Sasa pun mendekatkan tangan kanannya ke tangan Rex. Ketika berhasil mendapat tangan Sasa, Rex tersenyum tipis dan meletakkan tangan Sasa diatas kepalanya, lebih tepatnya di rambut. "Aku mengantuk," ucapnya sambil membenarkan kaca mata.

Sasa melotot kaget. "Terus?!" serunya namun Rex sengaja diam dan tidak membalas pertanyaan Sasa.

Sasa memutar bola matanya malas dan mulai menggerakkan tangan kanannya untuk mengelus rambut Rex. Sebelah tangannya lagi memegang ponsel sambil memainkannya. Bisa dibilang Sasa mengelus rambut cowok itu dengan tidak ikhlas.

"Kepala kamu kebentur ya?" tanya Sasa masih dengan mengelus rambut Rex. Sasa akui rambutnya halus dan bagus.

Tapi Rex tidak bersuara hingga Sasa beralih menatapnya dibanding menatap ponselnya sendiri.

"Tidur?" Gumam Sasa.

Sasa memandang wajah Rex. Helaan nafas terdengar dari bibirnya. Kacamata hitam tetap terpakai sempurna di matanya meski ia tertidur. Sasa pun menyadari sesuatu, ia tidak pernah melihat wajah Rex tanpa kacamata hitamnya. Seperti apa wajahnya sekarang?

Rex bergerak tak nyaman, ia berguling hingga akhirnya kepalanya tidak lagi berbaring di paha Sasa. Kacamatanya sedikit miring namun hal itu tidak mengganggu tidurnya.

Perlahan, rasa kantuk kembali menguasai Sasa. Meski Sasa berusaha mencoba menahannya, ia terlelap pulas disebelah Rex lima menit kemudian.

<<<•>>>

Rania Weldlore –Mama Alissa, memasuki rumah dengan wajah penuh kemarahan. Langkahnya cepat dan ia menutup pintu dengan seasanya.

"Nyonya–"

"Saya dalam suasana yang buruk, bi. Tolong biarkan saya sendiri, nanti saya malah melampiaskan ke bibi," potongnya sebelum bi Ririn selesai bicara. Ketika mendengarnya bi Ririn langsung mengangguk dan pamit pergi.

Rania menarik napas dan menghembuskannya pelan, ia kembali melanjutkan langkah menuju lantai atas. Tepatnya ke sebuah pintu berwarna putih bersih. Ia mengetuknya tiga kali dan membuka pintu.

"Alissa.."

Sasa dan Rex sedang tertidur berhadapan, hal itulah yang pertama kali di dapati oleh Rania. Tatapan tajamnya melembut, bahu tegangnya melemas, ia tersenyum kecil menatap Sasa dan Rex yang kelihatan semakin akur.

Ingatannya terbawa ke waktu sepuluh tahun silam. Dimana Rania yang pulang kerja mendapati Rex dan Sasa sedang tertidur dengan mainan berserakan, ia merasa kembali melihat sosok bocah dari mereka berdua.

Rania keluar dan menutup pintu kamar Sasa. Ia merosot terduduk. Air matanya keluar kala mengingat sang suami, Marvin.

"Alissa, mama harus.. bagaimana?"

<<<•>>>

Leher Rex adalah hal pertama yang Sasa lihat saat ia bangun dari tidur. Karena kaget, Sasa langsung menjauhkan kepalanya namun kepalanya malah membentur rahang Rex.

"Aish.." ringis Rex kesakitan dan terbangun. Sasa mengusap kepalanya sendiri dan langsung duduk tegak.

"Maaf!" seru Sasa salah tingkah, ia segera membenarkan rambut dan menjauhkan diri dari Rex.

My Blind BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang