Sepuluh

588 41 0
                                    

Rex duduk dihadapan sosok cowok berambut merah yang tangannya terpasang borgol dan lebam di beberapa bagian pada wajahnya. Nafasnya tersengal ia menatap Rex pasrah sedangkan Rex dengan kacamata hitamnya hanya melipat tangan di dada.

"Akan kuulangi, Dorrage. Kau bekerja sama dengan Darron?" tanya Rex dengan suara yang menusuk. Berharap Flynn akan menjawab pertanyaannya namun diluar ekspektasi, Flynn tetap tidak membuka suara.

Tangan kanan Rex terangkat untuk meraba jam tangan khusus yang terlilit di tangan kirinya. Pukul 10 malam, kira-kira sudah satu jam ia menginterogasi Flynn Dorrage tetapi hanya segelintir informasi yang didapatnya.

Rex menghela nafas. Ia beranjak sambil memegang tongkatnya. "Larg, kita temui Alissa sekarang. Yang lain, buat dia bersuara," perintah Rex pada anak buahnya yang langsung dijawab serentak oleh mereka.

Rex berjalan keluar dari basement bersama Larg. Sekarang mereka sedang berada dalam lift yang akan menuju ke garasi keluarga Lorgan.

"Ternyata dia anak yang lumayan tangguh," ujar Larg yang tidak menyangka Flynn akan segitu menurut pada bos nya yang belum mereka ketahui. Tapi kemungkinan besar, Darren berkerja sama dengan Flynn.

"Salah, Larg. justru dia bocah yang lemah," ucap Rex dengan nada remehnya. Baru kali ini ia menghadapi orang sekepala batu Flynn Dorrage.

"Bagaimana seseorang bisa menjadikan orang lain bonekanya? Salah satu caranya adalah dengan memegang kelemahannya. Kalau si bos sudah mendapat atau mengetahui kelemahan orang lain, dia juga memegang kendali atas orang itu. Ya.. seperti boneka," lanjut Rex.

Larg diam, menyadari bahwa perkataan Rex ada benarnya. "Bisa jadi. Tapi kita gak bisa membuat kesimpulan tersendiri sebelum Flynn mengaku, Rex."

Rex tersenyum miring. "Kalau begitu buat dia mengaku."

Rex sudah menyusun rencana. Jika semuanya berjalan lancar, akan sangat mudah mengambil alih kedudukan 'bos' dari Flynn.

"Cari tahu hal lain mengenai Flynn, bahkan yang terkecil sedikitpun. Lalu cari tahu hubungan bisnis keluarga Dorrage dan Miles."

<<<•>>>

Sasa duduk di windowseat yang berada di kamarnya yang merupakan salah satu spot kesukaannya. Bahkan terkadang Sasa tidak tidur di atas kasur empuknya melainkan di windowseat.

Dipangkuan terdapat laptop yang menampilkan video pembelajaran. Sasa menonton video tersebut sambil memakan puding cokelat yang tadi ditemukannya di kulkas.

Tiba-tiba, suara ketukan pintu terdengar kemudian pintu kamar Sasa terbuka dan menampilkan sosok yang tidak ingin dilihatnya saat ini.

"Ngapain kamu ke sini?" cetus Sasa sambil sibuk mengunyah puding.

"Hm.. bisa dibilang mau menenangkan pacar yang ngambek?" ucap Rex yang masih berdiri didepan pintu.

Sasa menutup laptopnya. Daripada video tersebut tidak ditontonnya, lebih baik Sasa menyudahi pembelajarannha malam ini. "Aku gak ngambek, lagipula ini pacaran terpaksa. Untuk apa kamu kesini."

"Aku belum pernah masuk kamar kamu, Sasa. Kalau aku maju terus akan nabrak gak?" tanya Rex tanpa mengacuhkan perkataan Sasa sebelumnya.

"Gak usah masuk, di depan kamu ada jurang."

Rex menghela nafasnya. Hanya gara-gara Flynn Sasa sampai segitu kesalnya? Well.. setiap hari dia juga kesal pada Rex sih.. Namun kalau mengingat kekesalan Sasa diakibatkan Flynn, Rex merasa sedikit.. marah?

Setelah membenarkan kacamata hitamnya, Rex melangkah masuk ke kamar Sasa dengan hati-hati. Tongkat di tangannya digunakannya untuk membantu arah jalan agar tidak menabrak. Setelah mendapati kasur Sasa, Rex menempatkan dirinya disana.

My Blind BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang