Pulang sekolah kali ini, Sasa dijemput oleh pak Agung. Tumben bukan Rex dan Larg yang menjemput, namun Sasa tidak terlalu menghiraukannya. Setelah masuk ke mobil, anehnya Pak Agung belum juga menjalankan mobil.
Sasa mengerutkan keningnya. "Pak, Sasa sudah pasang seatbelt. Kenapa belum jalan?"
"Ehmm.. miss Sasa ada urusan gak? Ada kerja kelompok mungkin?" jawab Pak Agung dengan sedikit gugup. Hal ini mulai membuat Sasa curiga.
"Gak ada."
"Kalau toko? Mungkin ada barang yang perlu miss Sasa beli?"
Kecurigaan semakin menambah. "Gak ada, Sasa mau pulang aja."
"Hang out sama temen?"
Sasa semakin dibuat heran dan pusing. Ia yakin pak Agung sedang menyembunyikan sesuatu.
"Sasa gak ada urusan sama sekali jadi bisa langsung pulang. Memangnya ada apa?"
Pak Agung menghela nafasnya pasrah kemudian mulai menjalankan mobil. "Baiklah. Maafkan saya."
Selama perjalanan pulang, Sasa merasa jantungnya berdetak lebih cepat. Gerak-gerik gelisah pak Agung membuat pertanyaan semakin banyak di kepala Sasa.
Akhirnya, ia sampai di rumah mewahnya. Tanpa banyak basa-basi, Sasa segera turun dan berlari menuju pintu utama. Ia mengucap salam seraya membuka pintu.
Tidak ada siapa-siapa.
Aneh... biasanya bi Ririn akan selalu menyambutnya atau setidaknya melewati ruang tamu. Sasa pun masuk lebih dalam lagi hingga akhirnya ia menangkap suara isak tangis dari kamar orang tuanya.
Tanpa mengetuk, Sasa langsung membuka pintu dan mendapati mamanya terduduk dengan bi Ririn di sebelahnya. Bi Ririn berusaha membantu Mama untuk berdiri namun Mama tetap terduduk sambil menangis.
Disekeliling Mamanya terdapat banyak pecahan kaca. Tentunya Sasa semakin dibuat bingung dan takut. Sasa mendekati nakas, ia mengambil botol asing yang terletak disana dan mengeceknya. Ketika berhasil membaca tulisan di botol tersebut, Sasa melotot kaget. Ia segera melepas asal tas nya dan segera menghampiri Mamanya.
"Mama mabuk?!" tanya Sasa tak percaya. Sasa tidak pernah melihat Mamanya meminum minuman semacam itu.
"Iya, miss. Dari tadi bibi suruh berhenti malah semakin parah."
Sasa mengguncang sedikit bahu Mamanya. "Ma?! Mama kenapa?!"
Mamanya menepis tangan Sasa. Air mata Sasa tergenang, apa yang terjadi? Dimana Papa?
Mama menatap Sasa dengan pandangan layu dan tajam. Wajah Mama memerah, menandakan efek dari minuman beralkohol tersebut sudah tiba. "Jangan ikut campur, Alissa," ucap Mama tegas dan ketus. Tidak pernah sekali pun Mamanya berbicara seperti itu pada Sasa.
Sasa semakin kaget ketika Mama kembali meneguk cairan dalam botol. Sasa langsung menarik botol tersebut dari Mamanya. "Udah, Ma! Mama kalau ada masalah jangan begini!"
Tanpa aba-aba, Mama menampar Sasa dan merebut kembali botol minuman tersebut. Tangisan Sasa makin deras, ia tetap mencoba menghentikan Mama.
"Kenapa?!" teriak Mama sambil melempar botol minuman yang telah kosong. Sasa memejamkan matanya ketika botol kaca tersebut terbelah-belah menjadi serpihan kecil yang tajam.
"Astaga, nyonya. Sudah... sudah..." kata bi Ririn sambil mengelus pungung Mama.
"Ma.." panggil Sasa sambil terisak, ia mendekat dan memeluk Mamanya namun beliau malah meronta dan mendorong Sasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Blind Boy
Teen FictionTanpa sengaja, Sasa adalah penyebab Rex menjadi buta. Tiga tahun kemudian, mereka berdua dijodohkan. Sasa berusaha untuk menolak perjodohan ini. Namun Rex justru berusaha agar Sasa menerima perjodohan ini hanya untuk balas dendam. "Your mine, bae"...