Empat

690 51 0
                                    

Dua minggu berlalu dan besok adalah hari pertama Sasa menginjakkan kaki di SMA barunya. Sasa benar-benar merasa tidak sabar untuk bersekolah dan mendapat teman baru.

Sekarang, Sasa sudah berdiri di depan gerbang mewah sekolah barunya. Sasa melangkah masuk dan langsung mendekati mading yang telah dikerumuni banyak orang.

Setelah bersabar menunggu dan berdesak-desakan, akhirnya Sasa menemukan namanya tertera di kelas yang bertuliskan X Sience 1.

"Permisi, aku boleh duduk disini kan?" tanya seorang siswi berambut blonde dan tubuh menjulang. Saat ini Sasa sudah berada di kelasnya dan ia memilih tempat duduk paling depan.

Sasa memberi senyumannya. "Boleh."

Siswi itu meletakkan tas nya dan mendudukkan diri dengan nyaman. "Aku Helena. Tapi lebih sering dipanggil Lena," kata Lena sambil menyodorkan tangannya.

"Alissa, dan lebih sering dipanggil Sasa," jawab Sasa sembari membalas jabat tangan Lena. Dalam hati ia merasa bahagia karena telah mendapat teman baru.

"By the way, ini pertama kalinya aku bersekolah di sekolah international. Kelihatannya semua anak disini attitude-nya luar biasa," ucap Lena sambil memerhatikan siswa siswi dikelas.

Sasa mengangguk setuju. Orang-orang memandang Rhymes International High School sebagai sekolah yang benar-benar elite. Setiap anak yang diterima rata-rata adalah orang kaya yang tentunya bersikap dan sifat yang baik. Orang-orang memandang siswa disini sebagai orang yang sangat santun. Namun menurut Sasa, semua siswa disini kaku. Berbicara sedikit formal, membungkuk setiap bertemu, bersuara lembut, dan berpakaian rapi layaknya bangsawan.

Sasa sudah bersekolah dengan tipe yang sama sejak kecil. Sehingga terkadang ia penasaran dengan sekolah-sekolah lain yang sering dilihatnya di media sosial. Yang murid-muridnya terkesan aneh dan sedikit gila, namun itu sekolah yang seru. Membolos, menyontek, melanggar aturan, semuanya terdengar menyenangkan dan akan menjadi pengalaman yang tidak terlupakan.

Rhymes International High School memang berbeda. Namun disini tidak seseru sekolah lainnya. Bahkan disini tidak diadakan MOS yang sering Sasa lihat di media sosial. Meski MOS terdengar menyebalkan. tapi jika MOS ditiadakan, akan terasa beda bukan?

"Morning, students," tiba-tiba seorang guru berpakaian rapi dengan rambut ikal cantik dan kaca mata memasuki kelas.

"Morning, miss."

"Selamat datang dan selamat bergabung di Rhymes International High School."

<<<•>>>

"Helena Fudelyn, ya," gumam Rex sambil bertopang dagu mengarah ke samping meski tidak ada yang bisa ia lihat.

"Benar. Dia dulunya bersekolah di SMP Negeri Pancasila dan bisa dibilang ini kali pertama dia bersekolah di sekolah international," jawab Larg sambil memegang beberapa dokumen lalu diletakkannya ke atas meja

"Fudelyn..," gumam Rex lagi. "Sedikit tidak asing. Namanya mengingatkanku pada traveling," lanjutnya.

"Karena keluarganya memiliki beberapa sektor wisata di 3 benua, Rex. Helena pindah ke Indonesia ketika ia berumur delapan tahun."

Rex diam, ia nampak sedang memikirkan sesuatu. "Baiklah," ucapnya dengan tegas.

"Lakukan yang perlu dilakukan."

"Siap, Rex," jawab Larg sambil menyimpan berbagai dokumen yang berada di meja ke dalam map.

Rex tersenyum miring, rencananya harus berjalan dengan mulus. Dan langkah pertama yang perlu ia lakukan.

My Blind BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang