Sepulang sekolah, Sasa kembali dijemput oleh Rex —bersama dengan Larg tentunya, dan mereka sedang menuju bandara. Rex bilang mereka berdua akan menjemput orang tua Sasa yang pergi ke Semarang beberapa hari yang lalu. Padahal biasanya pak Agung yang menjemput mereka namun Sasa tidak mempermasalahkan hal itu.
Sekarang, mereka sudah sampai di bandara. Tepat setelah Larg selesai memarkirkan mobil, Sasa langsung keluar dan malah mendekati salah satu stan minuman disana.
Rex keluar bersama dengan Larg disebelahnya. Setelan formal dengan kacamata hitam sukses membuat orang-orang mencuri pandang kearahnya.
"Mana Sasa?" tanya Rex.
"Dia cuma membeli minuman. Oh disana ada kursi kosong, Rex. Ayo kesana," ajak Larg sambil menarik pelan lengan Rex.
"Sasa bagaimana?"
Larg menghela nafas. "Dia memang masih sangat kecil. Tapi dia cukup besar untuk dapat berjalan ke arah kita, Rex," jawabnya.
Larg dan Rex telah sampai di salah satu kursi tunggu dan mereka segera duduk. Larg memperhatikan Sasa dari jauh sambil mengamati gerak-gerik gadis itu beserta gerak-gerik orang-orang disekitarnya.
"Larg," panggil Rex. "Hari ini dia memakai seragam Rhymes ya?" lanjutnya.
"Benar," jawab Larg. Seragam yang dikenakan Sasa adalah seragam khusus Rhymes yang terdiri dari kemeja abu-abu muda dan rok hitam bergaris putih selutut beserta almamater hitam press body dan dasi pita putih. Terdapat logo sekolah di lengan sebelah kiri. Sasa juga mengenakan sepatu putih dan kaus kaki hitam panjang. Rambutnya dikuncir satu yang sekarang sedikit berantakan namun justru membuatnya manis.
"Bagaimana rupanya? Aku.. penasaran dengan penampilannya," tanya Rex. Wujud terakhir Sasa yang dilihatnya adalah ketika Sasa duduk di bangku SMP tingkat pertama.
Larg tersenyum. "Dia sangat cocok dengan seragam Rhymes, sangat cocok. Hm.. bisa dibilang Sasa terlihat sedikit lebih dewasa. Namun disisi lain juga, dia kelihatan manis," jawab Larg.
Rex tersenyum miring ketika mendengarnya. Apakah dugaaannya selama ini benar? "Terus? Kamu gak suka dia kan?"
Larg diam. Ia tersenyum tipis ketika pertanyaan tersebut terlontar dari mulut Rex. Larg sudah dapat mengira bahwa Rex pasti menyadarinya, bahwa kelak ia akan bertanya mengenai perasaan Larg pada seorang Alissa.
"I'm just a man, Rex."
"Rex! Larg! Itu Mama sama Papaa!!" teriak Sasa sambil berlari menghampiri orang tuanya. Larg terkekeh melihat Sasa yang terlihat persis seperti anak kecil. Kemudian ia berdiri dan mengajak Rex.
"Mereka sudah datang," ucap Larg.
Rex segera berdiri kemudian berjalan mendekati orang tua Sasa bersama Larg. Dalam hatinya ia menyadari sesuatu namun sebisa mungkin ditepisnya pikiran mengenai hal itu.
<<<•>>>
"Mama dan Papa berhenti di resto itu aja. Kalian berdua gimana?" tanya Mama. Saat ini mereka semua berada di mobil sehabis menjemput orang tua Sasa.
"Gimana apanya?" Sasa malah balik bertanya.
"Ya mungkin aja kalian berdua mau jalan-jalan, Alissa," jawab Papa sambil terkekeh.
"Ha? Engg–"
"Boleh juga," potong Rex lebih cepat. "Sasa sama aku ya Ma, Pa," lanjutnya.
Mobil berhenti didepan sebuah restoran mewah berbintang lima. Orang tua Sasa pun segera turun.
"Oke Sasa sama Rex ya? Kalau mau main ganti dulu bajunya," ucap Mama kemudian ia menutup pintu dan memasuki restoran bersama Papa.
Sasa mendengus. "Apa-apaan sih kan aku mau sama Mama Papa!" seru Sasa tak terima pada Rex.
Rex merangkul Sasa dan mendekatkan kepala cewek itu ke pundaknya. "Nanti juga ketemu kok. Lagipula kita jarang jalan-jalan," ucapnya.
"Larg, sekarang ke rumah Sasa."
Setelah menempuh perjalanan hampir satu jam. Akhirnya mereka tiba di rumah mewah Sasa. Mereka segera turun dan memasuki rumah. Sebelumnya, Rex menggenggam tangan Sasa sebagai petunjuk arah.
"Selamat datang, Miss Sasa," sapa bi Ririn yang kebetulan melewati ruang tamu. Matanya menangkap adanya dua orang lagi sehingga ia berkata, "Selamat datang Rex, dan..?"
"Saya Larg," jawab Larg.
"Makasih, bi. Sasa cuma mau ganti baju nanti kami pergi lagi, bi. Jadi gak perlu disiapin makan siang," ucap Sasa yang diangguki bi Ririn kemudian beliau pamit ke dapur.
"Tunggu disini aku mau ganti baju," kata Sasa kemudian ia berlari ke kamarnya.
Rex dan Larg pun duduk di sofa empuk ruang tamu. Larg mengamati beberapa bingkai foto yang terpajang dan tersenyum tipis ketika menemukan foto Sasa saat masih kecil dengan rambut kuncir dua nya.
"Sasa memang cewek, tapi waktu dia ganti baju dan siap-siap itu lebih cepat daripada cewek lain. Jadi sekarang lanjutkan omongan kamu tadi," ujar Rex dengan suara dinginnya.
Larg menghela nafasnya ketika Rex masih mengungkit hal yang mereka bahas di bandara tadi.
"Jangan bilang kamu cemburu, Rex."
"Nope. Tapi dia milikku jadi gak salah kan kalau aku bertanya?"
"Oke Rex. I confess, aku mungkin suka Sasa," ucap Larg sambil memperhatikan Rex.
"Oh. Begitu ya," jawab Rex dengan senyum miring.
Mendengarnya, Larg segera menyela dan berkata, "bukan berarti aku cinta Sasa. Suka dan cinta dua hal yang berbeda."
"Kelihatannya suka itu akan berkembang jadi cinta?"
Rex menarik dan menghembuskan napasnya untuk menahan emosi. Padahal hal ini bukan masalah yang besar, untuk apa ia sekesal ini?
"Hanya karena kamu asisten pribadi ku, bukan berarti aku percaya sepenuhnya ke kamu, Larg."
"Lagipula, kita berdua itu sama-sama cowok. I know that feeling."
"Aku udah siap, ayo," ajak Sasa yang baru saja kembali dari kamarnya. Ia memakai swearshirt berwarna lavender dengan rok putih lipat selutut dan tas punggung kecil berwarna hitam.
Larg memberi senyum pada Sasa. "Oke, kalian mau kemana?" tanya nya pada Rex dan Sasa.
"Ke wahana-wahana boleh??" tanya Sasa dengan puppy eyes nya kepada Rex yang tentunya tidak berdampak apapun. Rex tidak bisa melihatnya sama sekali.
"Boleh."
<<<•>>>
Sekarang Sasa dan Rex sudah berada di salah satu wahana yang ada di kota bahkan mereka berdua sudah membeli karcis masuk. Rex dan Sasa kembali berdua tanpa ditemani Larg yang sejujurnya membuat Rex sedikit kesusahan. Sasa itu anak yang hiperaktif dan tidak bisa diam, bagaimana jika ia meninggalkan Rex tiba-tiba?
Sejujurnya Larg dibutuhkan tapi entah kenapa Rex merasa tidak sudi jika ia ikut. Mungkin Rex hanya ingin bersama Sasa? Berdua?
"Jangan jauh-jauh," ucap Rex sambil merengkuh pinggang Sasa.
Sasa memutar bola mata malas. "Gak harus deketan begini juga, Rex."
"Honestly, aku membenci keramaian, bae. Makanya jangan pergi," bisik Rex serak.
Sasa malah melepas tangan Rex dari pinggangnya dan beralih untuk menggenggamnya erat.
"Tenang ya? Aku gak akan jauh-jauh, kok," kata Sasa sambil memberi Rex senyuman manis. Sayang, Rex hanya bisa membayangkan raut wajah Sasa tanpa melihatnya.
"Kedepannya sering-sering ajak aku jalan-jalan ya, Rex. Aku suka kalau kamu gak nyebelin."
Rex terdiam, ia hanya mengikuti arah kemana Sasa melangkah.
Suka?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Blind Boy
Teen FictionTanpa sengaja, Sasa adalah penyebab Rex menjadi buta. Tiga tahun kemudian, mereka berdua dijodohkan. Sasa berusaha untuk menolak perjodohan ini. Namun Rex justru berusaha agar Sasa menerima perjodohan ini hanya untuk balas dendam. "Your mine, bae"...