Saat ini, Sasa dan Rex berada di salah satu mall besar di kota. Entah untuk apa cowok itu mengajak Sasa ke sini, Sasa memilih diam. Setelah Larg selesai memarkirkan mobil. Rex menyuruh Sasa untuk turun.
"Kita ketemu tiga jam lagi," kata Rex pada Larg.
"Are you sure?" tanya Larg tak yakin. Sebagai asisten pribadi Rex, sedikit aneh meninggalkannya di mall meski Sasa bersamanya.
"Yakin, lagipula kamu mau apa? Menggangu?" tanya Rex sambil mengangkat sebelah alisnya.
Lalu Rex dan Sasa memasuki mall. Rex segera menarik dan merengkuh pinggang Sasa yang membuat cewek itu kaget dan membeku.
"Apaan sih?" Sasa hendak melepas namun Rex semakin mengeratkan pegangannya. Ia berbisik kecil di telinga Sasa yang menyebabkan cewek itu merinding. "Kamu lupa aku gak bisa lihat apa-apa hm?"
"Baiklah kita mau kemana?" tanya Sasa yang akhirnya membiarkan Rex terus merengkuh pinggangnya posesif. Lama kelamaan, nyaman juga?
"Makan," jawab Rex singkat.
Sasa berbinar. "Makan di resto sushi ya? Kebetulan yang di mall ini paling enak!"
Rex tersenyum miring. Dalam kepalanya ia bisa membayangkan binar antusias Sasa. "Anything for you."
Saat ini, Sasa dan Rex sudah duduk nyaman dengan berbagai jenis sushi tersaji didepan mereka. Setelah membaca doa, Sasa mulai makan dengan lahap hingga mulutnya penuh. Mungkin sisi positif ketika bersama Rex, Sasa tidak harus menjaga etika ataupun sopan santun. Karena seburuk apapun ia didepan Rex, cowok itu tidak bisa melihatnya.
"Flynn Dorrage itu bocah yang baik ya?" tanya Rex tiba-tiba.
Sasa berhenti makan untuk sejenak. "Hm.. sepertinya dia anak baik, dan maaf dia bukan bocah."
Rex meletakkan gelas matcha nya. "Oh.. begitu?"
"Bukan berarti aku suka dia kok," koreksi Sasa yang menyadari mimik wajah Rex berubah drastis.
"Terus kenapa dibela? Honestly, aku benci kalau kamu membicarakan laki-laki lain, bae."
Sasa berdeham. "Bukannya kamu yang membicarakannya?"
"Enough, Sasa. Jangan memancing."
Sasa mendengus dan melanjutkan makannya. "Rex, ini kamu yang bayar kan?" tanya Sasa tiba-tiba. Ia sangat tidak rela mengeluarkan uang sakunya untuk ini, terlebih lagi jika ia bersama Rex.
Rex mengangguk. "Makan sepuasmu."
Sasa tersenyum senang. Sisi positif lain ketika bersama Rex yaitu ia bisa lebih hemat.
"Setelah ini, apakah ada tempat yang mau kamu kunjungi atau kamu beli?" tanya Rex.
Sasa berpikir. Jarang sekali Rex mengajaknya pergi seperti ini, setidaknya Sasa harus memanfaatkannya bukan? Selagi gratis?
Sasa hendak berkata bahwa ia ingin ke bioskop. Lagipula sudah lama ia tidak pergi ke bioskop karena Papa lebih menyarankan untuk menonton di rumah dengan nyaman, entah dari mana beliau mendapat film terbaru yang seharusnya belum tayang di televisi manapun.
Tapi Sasa mengurungkan niatnya. Ia juga harus menghargai Rex karena cowok itu yang akan membayar semuanya. Iya kan?
"Aku mau beli buku pelajaran aja," putus Sasa akhirnya. Selagi berada di luar, ia ingin membeli buku sendiri. Karena sejak dulu Papa selalu menguruh asisten untuk menyiapkan segala keperluan Sasa sehingga ia hanya perlu duduk manis di rumah.
"Really? Aku mengajak kamu untuk jalan-jalan hari ini."
Sasa mengangguk yang tentunya percuma. "Iya, lagipula aku gak tahu mau kemana."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Blind Boy
Teen FictionTanpa sengaja, Sasa adalah penyebab Rex menjadi buta. Tiga tahun kemudian, mereka berdua dijodohkan. Sasa berusaha untuk menolak perjodohan ini. Namun Rex justru berusaha agar Sasa menerima perjodohan ini hanya untuk balas dendam. "Your mine, bae"...