Jangan lupa Like and Comment dulu yaa..
💜💜💜
Chapter 12
Dihadapannya sekarang ada Wooseok dan Jeni yg menatap mereka dengan tajam dan oenuh kecurigaan.
"Bisa kalian jelaskan? Dan kami tidak mau ada rahasia2an. Katakan dengan jujur." ucap Jeni.
Yoonji sudah tidak bisa diam dalam duduknya. Ia selalu melirik Kihyung lalu menatap kedua tangannya yg terjalin seolah ia sedang berdoa agar teman2nya melupakan satu kata tadi.
"Baiklah," Kihyung jengah lalu menarik tangan Yoonji dan menggenggamnya.
"Aku gak bakal merahasiakannya pada kalian."
Kihyung menceritakan kejadian semalam sekaligus menceritakan mimpi Yoonji dan masalah2 yg kemungkinan akan terjadi.
"Berarti kalian sekarang pacaran?" tanya Wooseok.
"Yoonji masih bingung. Tapi harapanku sih seperti itu." jawab Kihyung.
"Lepaskan tanganmu." bisik Yoonji.
"Aku yakin kau juga menyukainya, Yoonji. Kau cuman belum paham perasaan cinta itu seperti apa." jelas Jeni.
"Memangnya kau paham cinta itu seperti apa?" ejek Wooseok.
"Diam, anak ayam!!" maki Jeni sambil memukul belakang kepala Wooseok."Aduhh,, pukulannya keras juga." ringis Wooseok. "Ehh, tapi tentang batu2 itu apa yg harus kita lakukan? Carter dan Sadie mempercayakannya pada kita. Apa kita harus mengirim pesan kalau kita tidak bisa melakukannya?" tanyanya.
"Aku memang takut menghadapi mereka, tapi aku ingin membantu juga. Jika benar kekuatan2 yg kita dapatkan ini berasal dari Dewa2 Mesir maka setidaknya kita membantu mereka mungkin sebagai ucapan terimakasih karena sudah di beri kekuatan ini." jelas Kihyung.
"Kurasa kita harus menceritakan masalah ini pada kepala sekolah dan direktur. Mungkin mereka tahu apa yg harus di lakukan." saran Jeni.
"Kau gila?" pekik Kihyung membuat ekspresi wajah Jeni mendadak murung karena tiba2 di teriaki. "Maafkan aku, tapi kita gak bisa menceritakan masalah ini atau kita benar2 gak bisa membantu Carter dan Sadie." ucap Kihyung.
"Apa alasan mereka melarang kita?" tanya Yoonji.
"Mereka akan berfikir kalau kita masih anak2. Sedangkan mereka akan bertindak sendiri. Mereka tidak tahu seperti apa musuh mereka. Hanya kita yg punya gambaran itu. Sedangkan ketika kita menceritakannya pasti mereka menganggap remeh kita berfikir kalau mimpi yg datang padaku dan Yoonji hanya imajinasi saja. Lalu mereka hanya akan melindungi batu2 yg ada di tangan mereka saja." jelas Kihyung.
"Benar juga. Tapi kita gak tau letak batu2 itu dimana." setuju Yoonji.
"Batunya ada di jantung Moorim. Tapi kita tak tau letak tepatnya dimana. Aku sudah pernah menjelajahi bukit Moorim tapi masih saja tidak menemukan pintunya." ucap Wooseok.
"Ada satu orang tau." Jeni menatap Wooseok sambil menyeringai.
"Apa?" beo Wooseok.
"Benar, ayahmu." tunjuk Kihyung.
"Ayahku kenapa?"
"Ayahmu mudah di bujuk, Wooseok. Dan ia pasti tau dimana letak pintu itu sekarang berada." ujar Jeni.
"Kau gila? Aku gak mau dijadikan kerangka drone baru ibuku kalau ketahuan." tolak Wooseok.
"Gak bakalan," ucap Kihyung menenangkan.
"Itu gak akan terjadi. Kalaupun terjadi, kita pasti sudah pergi dari sini untuk mencari batu2 itu." ujar Yoonji dengan santai.
"Kejam sekali kalian." gumam Wooseok merana.
"Lebih kejam mana dari kalian yg sering membuatku jadi tumbal hukuman kalian seperti di kelas beladiri tadi?!" kesal Kihyung.
"Itu memang salahmu." jawab Jeni dengan wajah tak peduli.
"Sepertinya aku memang salah memilih teman." lirih Kihyung.-
-Wooseok sekarang sudah duduk di samping ayahnya, Jung Hoseok. Pemuda itu berhasil menarik ayahnya ke bangku belakang sekolahnya dengan alasan ingin curhat tentang 'cewek'.
Hoseok agak takjub ketika Wooseok bilang begitu. Sungguh normal anaknya ini.
"Appa," panggil Wooseok.
"Ada apa, Wooseok? Tumben sekali kau ingin bicara pada ayah dibandingkan dengan teman2mu."
"Mereka gak ada yg waras." Wooseok masih memaki teman2nya dalam hati karena harus melakukan ini.
"Kau baru sadar." gumam sang ayah lalu menyamankan duduknya sambil menatap langit gelap tanpa bintang.
"Bukankah langit terlihat lebih suram?" tanya Hoseok.
Wooseok ikut menatap langit. Ia belum bermimpi mengerikan seperti Yoonji dan Kihyung. Tapi ia tahu bahwa mereka tidak bohong tentang mimpi yg di bajak.
"Ya, bahkan aku takut dengan apa yg bakal terjadi di masa depan bahkan esok." jawab Wooseok.
Hoseok menatap anaknya dengan heran. "Sebenarnya apa yg ingin kau bicarakan?"
"Appa tau letak jantung Moorim?"
"A-apa?" Hoseok menatap anaknya tak percaya.
"Aku punya firasat buruk mengenai batu2 itu. Aku memang gak punya kekuatan khusus kayak Jeni, Yoonji, dan Kihyung, hanya otakku saja yg bisa bekerja seperti eomma. Menciptakan alat2 canggih. Tapi, setelah aku bertemu orang2 yg di bereskan Carter dan Sadie membuatku sadar kalau semua itu hanya permulaan. Mereka mngincar batu2nya." jelas Wooseok bahkan ia menceritakan mimpi yg datang pada Yoonji dan mimpi peringatan dari Horus lewat Kihyung.Wajah Hoseok terperangah seolah otaknya bekerja lambat hanya untuk mencerna informasi dadakan dari anaknya.
"Kau tidak berfikir itu lelucon yg dibuat teman2mu?"
"Teman2ku tak mungkin berimajinasi sampai segitunya. Terutama yg menjelsskan ini adalah Yoonji. Appa tau Yoonji seperti apa kan?"
"Kenapa tidak di bicarakan dengan direktur?"
"Kihyung sudah menjelaskan apa yg akan direktur dan kepala sekolah lakukan jika kita melaporkannya."
"Tapi, aku tidak mungkin mengirimmu ke tempat2 berbahaya, Wooseok."
"Memangnya appa punya jalan keluar lain?"
"Memberi tau informasi ini."
"Appa!!""Tidak akan dan tidak boleh." potong Kihyung yg sedari tadi memang menguping di belakang pilar bahkan bersama yg lainnya. Untung tidak bintitan.😌
"Kalian," gumam Hoseok sambil menghela nafas pasrah karena ia tau tak akan bisa melewati anak2 ini sedangkan dia sendiri hanya manusia biasa tanpa kekuatan super seperti Taehyung dan Yoongi.
"Jadi dimana letaknya, paman?" tanya Jeni.
"Tidakkah kalian merasa takut dengan hal2 yg bakal terjadi diluar sana?" Tanya Hoseok.
"Kami sudah menetapkan hati, paman." Jawab Kihyung. "Carter dan Sadie memercayakan ini pada kami karena itulah penglihatan2 itu hanya datang pada kami. Jadi kumohon beritahu letak batu2 itu di simpan." mohonnya.Hoseok menatap anak2 itu satu persatu. Wajah mereka benar2 terlihat percaya diri. Seperti melihat Taehyung yg pergi menyelamatkannya hingga mengorbankan dirinya sendiri menjadi sandera. Pengalaman yg buruk dan ia tak ingin mengirim anaknya menuju hukuman mati yg mungkin saja terjadi.
"Aku tidak mengizinkannya."
Kihyung memejamkan matanya menekan rasa frustasi. Lalu ia menghela nafasnya.
"Baiklah, aku mengerti kenapa paman mengatakan itu. Kami akan tidur. Selamat malam paman, Wooseok, Jeni." ucap Kihyung. "Ayo Yoonji."Teman2nya menatap heran Kihyung. Tumben sekali anak itu langsung pasrah. Bahkan Yoonji yg di geret, ikut2 saja tanoa menolak bahkan memakinya padahal itu ahl mencolok yg membuat orang berfikir kalau mereka memang pacaran.
Berbeda dengan Kihyung yg sudah berjalan menyusuri koridor asrama. Pemuda itu tersenyum semangat bahkan ia tak melepaskan genggamannya dengan tangan Yoonji.
"Aku sudah berfirasat kalau itu tak akan berjalan lancar. Bagus Yoonji!"
Yoonji terpana dengan senyuman itu. Ia tak tahu Kihyung bisa sesenang ini atau mungkin ia yg baru merasakan senang bersama dengan orang yg ia suka. Bahkan namja putih itu ikut tersenyum.Tbc.
Hai hai
Kangen?? Mau next atau udahan aja??
Kayaknya jarang banget yg like and coment nihh.. Pdhal wattpad sekaranf bacanya online.. Apa susah ya klik like aja??
😔😔
KAMU SEDANG MEMBACA
Moorim School : The Truth Of Everything
Hayran KurguIni lanjutan dari cerita Sugar yg pertama 'Moorim School (Vkook)' - "Apa?!!! Kihyung pergi ke lereng bukit?!!" kaget jungkook. "Anak ini, apa yg dia lakukan?!" Kesal Taehyung. - "Yoonji ku sayang,, apa kau tidak penasaran dengan asal usul batu2 itu...