Hari Keenambelas : Poor, Jaehyun.

766 66 5
                                    

Layaknya asrama dengan fasilitas lebih, asrama Merkurius juga menerapkan hal yang sama. Bedanya, asrama Merkurius menambah beberapa ruangan khusus untuk keperluan mahasiswa yang menempati bangunan itu. Salah satunya adalah ruang belajar.

Namun, karena para Human terbiasa aktif di kampus dan jarang full team—itupun sekalinya mereka pulang langsung tidur—maka ruang belajar jarang difungsikan dan beralih menjadi perpustakaan. Di mana makhluk ganteng satu bernama Jungkook akan menghabiskan waktunya untuk ber-video call ria dengan para degem.

Terhitung sejak sekian minggu mereka dikurung di asrama, Jaehyun dan Chaeyeon memanfaatkan ruangan itu untuk belajar. Sesekali mereka mengundang Eunwoo. Mereka para makhluk ambis, bertekad mengejar nilai di tengah krisis pandemi ini.

Chaeyeon beranjak. Membuka jendela berjeruji di belakang Jaehyun. Membiarkan udara sejuk dari halaman belakang, memasuki ruangan itu. Salahnya penempatan ruangan itu adalah kurangnya jendela namun ditempatkan di pojok. Sudah berdebu, pengap, jika tidak ada kipas angin yang menempel di dinding, mungkin mereka seperti terkunci di gudang.

Jaehyun mulai membuka buku miliknya. Buku setebal kenarsisan Bambam itu memuat beberapa materi menggunakan bahasa Inggris. Perlahan ia mulai terhanyut pada bacaan. Menyisakan Chaeyeon yang berpangku dagu menatapnya tanpa sepatah kata.

Angin yang bertiup menjadi jawaban. Betapa pria konyol itu sangat berpengaruh untuknya.

"Ekhem," Jaehyun beradeham. Ia mengangkat kepala. Memandang Chaeyeon yang segera lepas dengan fokusnya. Merasa seseorang tak lagi menatapnya, ia kembali menunduk.

Namun, itu tidak berlangsung lama.

Laki-laki bermarga Jung itu mendongak. Di depannya Chaeyeon menunduk. Ia memperhatikan untaian-untaian rambut hitam gadis itu terjatuh menutupi wajah. Chaeyeon yang ia tahu, memang tidak suka menguncir rambut. Katanya, "Ada saat di mana seorang perempuan merasa dirinya paling cantik. Dan bagi gue, saat gue menggerai rambut kayak gini, gue merasa jadi cewek paling cantik di antara yang lain."

Waktu itu, Jaehyun menanggapi. Dia bilang, "Padahal lo selalu cantik. Mau ada cewek yang lebih dari lo, di mata gue cuma lo yang paling cantik."

Terus Chaeyeon tertawa sambil menampol mukanya. Katanya itu semua gombalan semata.

Padahal Jaehyun mengatakannya tulus dari hati yang paling dalam. Hah, derita modusin cewek cantik.

Jaehyun mengerjapkan matanya. Ia menarik pandangan dari rambut Chaeyeon. Rambut yang membuatnya terpikat sampai ia hampir kehilangan kewarasannya. Jaehyun melirik ke arah pintu. Memastikan terkunci sempurna. Lalu bergerak memandang Chaeyeon yang larut dalam bacaannya.

Ini saat yang tepat. Jika dia tergugu, mendadak bisu, linglung, segala macamnya ketika berhadapan dengan Chaeyeon. Maka ini timing yang pas.

"Chae," ia melirik perempuan itu, Chaeyeon tidak bergerak. Ia melanjutkan, "ada banyak hal yang mau gue sampaikan. Tapi, gue terlalu pengecut buat mengungkapkan semuanya. Lo tahu, ada harga yang harus dibayarkan ketika gue berani mengatakan ini. Harga yang mahal buat gue. Harga yang sanggup buat gue dekat sama lo, tanpa ada kecurigaan di mata lo."

"Lo pernah tanya. Ini sengaja, kebetulan, atau gimana gue bisa terus ketemu sama lo, ada di occasion yang sama, gue muncul bak pahlawan berkolor nyelamatin lo dari cowok brengsek. Nggak. Gue . . . seorang pengecut. Waktu itu cuma lagi khilaf aja."

L O C K S R A M A | 97 LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang