Hari Ketujuhbelas : Jadi, siapa orang yang kamu suka, Mingyu?

609 56 3
                                    

Hai, ada yang kangen nax Merkurius tydak??? Wkwkwkwkwkwk.

• • •

Tak terasa sudah satu bulan lebih mereka menetap di asrama Merkurius tanpa kenal kehidupan luar. Setiap kali ada godaan—entah teman kampus yang mengajak jogging, pergi ke mall, sampai godaan terbaru adalah pergi ke perpustakaan kota untuk mengerjakan makalah. Ya, siapa lagi kalau bukan para makhluk ambis.

Untungnya, beberapa manusia malas semacam Eunha yang memiliki cita-cita 'Kaya hanya dengan rebahan' memutuskan berceramah kepada mereka betapa bergunanya menjadi seorang ahli rebahan di waktu-waktu sekarang. Dan, mereka yang berniat menghabiskan waktu di luar asrama seketika mengurungkan niat.

Sore ini, hujan turun membasahi kota. Udara sejuk menjadi semakin dingin tatkala gerimis mulai turun. Chaeyeon, yang kala itu berdiri di dekat jendela memutuskan menutupnya dan membiarkan tetesan hujan menabrak kacanya. Membuat bunyi berisik namun menenangkan.

Ia berbalik. Pandangannya tertuju pada Jiho yang tengah duduk di kursi meja belajarnya. Setiap Human memang memiliki satu meja belajar di kamar mereka. Chaeyeon memperhatikan seksama. Pada sebuah buku yang terbuka, menampilkan deretan tulisan kecil pada lembarannya.

Chaeyeon melangkah. Berniat bertanya perihal buku itu. Tapi . . .

"Nggak. Nggak boleh. Nanti dia menghindar lagi," gumamnya.

Chaeyeon takut.

Dia tidak berbohong ketika dirinya merasa takut dibenci Jiho. Mereka memang bukan teman akrab. Bahkan obrolan mereka hanya sekadar 'Hai' atau 'Pagi'. Jiho bukan Human cewek lain yang banyak omong dan berisik. Ia kalem, tenang, dan beraura tajam. Di dekatnya, Chaeyeon merasa terintimidasi.

"Hahahaha," tawa kecil Jiho terdengar.

Ia menutup bukunya. Meletakkannya di antara susunan buku kuliahnya yang lain. Jiho menaruhnya di sana. Supaya ketika ia kesal, marah, ataupun saat rasa iri menguasainya, ia teringat kata-kata Yugyeom untuk mengabaikan semua itu.

Gadis berambut hitam itu beranjak. Matanya bersitatap dengan Chaeyeon yang berdiri mematung di belakang kursinya. Jiho mengerjap. Lalu berdeham. "Kenapa?"

Chaeyeon menggeleng. Ia menundukkan kepalanya. Ayo, dia cuma Jiho.

Chaeyeon menghela napas.

Dia tidak bisa!

"Gue duluan."

Jiho terdiam. Ia memiringkan kepala. "Apa itu tadi?" Ia melirik pintu kamar yang terbuka. Pada punggung Chaeyeon yang menghilang di baliknya. "Aneh banget."

• • •

"Apa gue delivery aja kali, ya."

"Jangan, Ji. Iya, tahu, Corona kagak bisa dicerna di perut. Tapi, kan, kita nggak tahu di kreseknya ada kuman apa nggak."

"Ish, gue males masak. Sini deh, lo yang masakin."

"Ye, ngelunjak. Mau lo ini dapur gue ledakin."

"Nggak masalah, Ji, menurut gue. Yang penting kita makan. Laper nih."

"Dasar, cimol. Kenapa yang ada di pikiran lo, cuma makanan, bantet. Sekarang itu bukan waktunya kita mikirin ada makanan apa kagak. Ini tuh—"

"Sssshh. Kiming, mending lo diem. Napas lo bikin oksigen tercemar."

"BANTET, WOY!"

"Halah. Dengerin kalian bacot mending gue order sekarang aja."

"UWUUU, JIHYO PANUTAN Q!!"

L O C K S R A M A | 97 LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang