Tinggalkan vote dan komentar pada part ini <3
°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°
Kau adalah kunci hidupku, jika kunci itu hilang pada saat itu juga hidupku akan berhenti...selamanya.
°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°
Wanda pulang ke perumahan miliknya dan kedua sahabatnya. Elen dan Seren membuntuti Wanda, seperti anak ayam yang takut kehilangan induknya.
Wanda membuka pintu rumah dengan agak kasar, kemudian menghempaskan tubuhnya di sofa lembut di ruang TV.
Elen dan Seren hanya dapat mengelus dada melihat kelakuan Wanda, sahabat mereka.
Wanda memejamkan matanya sejenak, dan menarik serta mengeluarkan nafas dengan tidak beraturan. Kemungkinan besar dia sedang dilanda emosi, siapa yang tidak marah bila seseorang yang merupakan miliknya di sentuh oleh orang lain. Berlebihan memang, tapi itulah dia.
Elen duduk di sofa single depan Wanda, sedangkan Seren dia duduk tepat disamping kanan Wanda.
"Ahh leganya! Bisa merebahkan punggung yang terasa kaku ini." gumam Seren yang mencoba meregangkan sendi-sendinya.
Elen hanya duduk diam, tapi mata tajamnya tetap mengawasi pergerakan sekecil apa pun yang ditimbulkan oleh Wanda.
Elen melipat tangannya di depan dada. "Ga usah dipikirin terus, lo bisa gila. Lebih baik ikut kami bekerja malam ini." tawar Elen ke Wanda.
Wanda membuka matanya, hanya dinding bercat putih ke emasan yang dia lihat sekarang. Wanda menarik nafas kemudian menghembuskannya kasar. Kemudian dia melirik Elen, Elen menatapnya seperti meminta jawaban.
Wanda membenarkan posisi duduknya, agar sepenuhnya menghadap Elen. "Kenapa memangnya kalo gue gila? Bukannya kita ini memang sudah gila?" Wanda bertanya dengan nada datar.
"Yah lo emang udah ga waras Wan! Apa yang ada di fikiran lo, nyampe lo tertarik sama nerd itu! Lo tau kan orang seperti kita, tidak pantas mengenal apa itu cinta. Jangan sampai lo lemah cuma karena cinta!" Elen menyelesaikan ucapannya dengan nada sedikit keras.
"Siapa bilang gue cinta dia? Gue ga cinta, gue cuma suka." Wanda membuang pandangannya dari Elen, dirinya enggan menatap mata Elen entah kenapa.
"Ya ya ya, apa kata lo aja. Pesen gue cuma satu, sebelum cinta itu menancap terlalu dalam dan membunuh lo secara perlahan. Lebih baik lo hilangin rasa kematian itu, itu akan jauh lebih baik buat lo." setelah mengatakan itu Elen bangkit dari duduknya kemudian pergi entah kemana. Sedangkan Wanda? Dia terdiam merenungi kata-kata sahabatnya itu.
"Wanda!" panggil Seren memecahkan lamunannya, Wanda hanya menoleh dan menaikkan satu alisnya sebagai bentuk respon.
"Mau ikut melakukan misi malam ini?" tanya Seren dengan memasang senyum penuh ambisi. Sepertinya Seren sangat antusias, memang siapa targetnya kali ini? Huhh itu tidak penting baginya.
"Engga. Lain kali aja. Gue punya urusan yang lebih penting dari pada bayaran uang 1M." Wanda pergi entah kemana dan meninggalkan Seren sendiri.
"Bagaimana dia bisa tau kalo kali ini bayarannya 1M? Apa mungkin dia cenayang?" Seren bertanya-tanya sendiri pada dirinya, dan menebak-nebak sendiri juga tentunya. Memikirkan yang tidak perlu dia pikirkan, konyol memang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Nerd Boy Is Mine!
Teen FictionTentang perempuan cantik berjiwa psycopat yang bekerja sebagai pesuruh gelap, ditemani dengan dua sahabatnya. Kehidupannya yang tadinya datar saja, kini mulai sedikit berubah. Sebab, pertemuannya dengan laki-laki nerd secara tidak sengaja. Iya! Si n...