Heartbeat - 20.

1.4K 207 38
                                    

*

Happy Reading

*





























*

Jennie melihat penampilannya di cermin panjang. Matanya masih terlihat sembab setelah beberapa hari menangis. Ia juga telah bolos bekerja selama dua hari. Dan hari ini, ia harus melanjutkan hidupnya.

Seharusnya ini bukan hal yang sulit untuknya. Ia sudah pernah patah hati sekali, tentu saja ini bukan hal baru baginya. Namun tetap saja Jennie tidak bisa melupakan kata-kata kasar Chaeyoung padanya saat itu. Entah kenapa perasaannya pada Chaeyoung lebih dalam dibandingkan dengan Tzuyu.

Saat ia berada dikamarnya, ia mengingat semua yang pernah dilakukanya bersama Chaeyoung di sana. Saat mereka berbicara, bercanda, berciuman hingga bercinta. Semuanya kembali berputar seolah baru saja terjadi kemarin. Membuat Jennie merasakan rindu pada pria itu.

Tetapi ia tidak bisa memikirkan pria itu saat ini. Tidak, bukan tidak bisa. Tetapi tidak boleh. Saat ini Chaeyoung menjadi pria terlarang untuknya. Karena pria itu menginginkannya pergi. Karena Jennie  tidak ingin mendengar kata-kata kasar dari Chaeyoung untuk kedua kalinya, lebih baik ia menutup perasaannya pada pria itu.

"Semangat, Kim Jennie!" Ucap Jennie kepada pantulan dirinya di cermin.

Jennie menghela nafas panjang dan meninggalkan apartement. Ia memberhentikan sebuah taksi untuk pergi ke kantor. Sebenarnya, Jennie merasa takut saat ini. Tidak tahu apa yang akan dikatakan oleh teman-teman dikantornya nanti.

Selain itu, Jennie memikirkan bagaimana jika nanti ia bertemu dengan Sana. Apa yang harus dilakukannya? Apa yang harus dikatakannya? Bagaimana jika Sana kembali menamparnya?

Mengingat itu membuat Jennie mengusap pipinya yang beberapa hari yang lalu ditampar Sana. Ia tidak pernah bertengkar dengan Sana selama ini. Jennie tidak menyangka jika Sana bisa menggunakan kekerasan di saat sedang marah.

Beberapa saat kemudian ia telah sampai di kantornya. Setelah turun dari taksi, Jennie menghela nafas panjang. Ia menguatkan dirinya bahwa ia mampu melewati hari ini. Ia hanya perlu menutup telinganya tentang apapun yang akan dikatakan orang-orang padanya.

"Benar! Jangan pedulikan apapun." Gumamnya dan segera melangkahkan kakinya masuk ke dalam.

Sejauh ini Jennie berhasil melewati lobby dan masuk ke dalam lift. Di dalam lift pun, tidak ada orang-orang yang datang ke pesta, sehingga Jennie yakin jika mereka tidak mengetahui apapun.

Jennie kembali menghela nafas dan mengencangkan pegangannya pada tali tas yang dipakainya. Saat pintu lift terbuka, ia segera keluar dari sana.

Jennie menghentikan langkahnya saat melihat semua yang berada di ruang kerja itu menatapnya. Tentu saja Jennie sudah dapat menebak jika tatapan yang diberikan mereka adalah tatapan menuduh. Tiba-tiba saja Jennie merasa keputusannya untuk bekerja saat ini salah.

Namun Jennie tidak bisa mundur dan berlari meninggalkan kantor. Mereka akan mengganggap dirinya pengecut atau yang lainnya jika ia tiba-tiba kabur seperti itu.

Jennie menghela nafas panjang dan mencoba untuk tersenyum. Ia melanjutkan langkahnya untuk menuju ke meja kerjanya. Ia mengabaikan tatapan orang-orang yang tertuju padanya. Tatapan yang membuat seluruh tubuhnya terasa bolong karena begitu tajamnya.

Tepat setelah ia mendudukkan dirinya di kursi, orang-orang di sana mulai berbicara tentangnya.

"Bagaimana bisa dia terlihat tidak tahu malu seperti itu?"

HEARTBEAT | CHAENNIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang