Heartbeat - 12.

1.7K 224 121
                                    

*

Happy Reading

*






















*

Jennie mengangkat kepalanya dengan kedua siku yang bertumpu pada tempat tidur. Merasa bingung kenapa Chaeyoung terlihat begitu marah padanya. Well, dia memang bersalah karena telah berbohong. Tetapi kenapa Chaeyoung harus semarah itu?

Meninggalkan tempat tidurnya, Jennie masuk ke dalam kamar mandi dan mengambil baju handuk yang tersisa. Sembari mengikat tali di pinggang, Jennie berjalan keluar kamar.

Matanya menatap ke kanan dan ke kiri untuk mencari keberadaan Chaeyoung. Namun ia tidak menemukan pria itu di ruang televisi maupun di dapur.

"Apa ini? Apa dia pergi begitu saja?" Gumam Jennie.

Jennie mengerucutkan bibirnya dan berbalik untuk kembali ke kamar. Namun kemudian ia terlonjak saat melihat seorang pria berdiri membelakanginya di balkon.

"Astaga!" Ucapnya sembari mengusap dadanya.

Jennie memicingkan matanya dan menyadari bahwa pria tersebut adalah Chaeyoung. Ia tersenyum kecil ketika mengetahui bahwa Chaeyoung tidak pergi begitu saja dari apartementnya.

Jennie berdeham pelan dan menghilangkan senyumnya. Kemudian dengan langkah pasti ia menuju balkon untuk menghampiri Chaeyoung. Dengan kedua tangan yang bertaut di belakang punggungnya, Jennie mencondongkan kepalanya untuk menatap Chaeyoung.

Namun Chaeyoung bergeming walaupun Jennie yakin pria itu menyadari keberadaannya. Chaeyoung tampak fokus menatap sesuatu di bawah sana yang tidak lebih menarik dari wajah cantik Jennie.

"Kau marah?" Tanya Jennie.

Chaeyoung menatap Jennie dengan tajam hingga membuat wanita itu menundukkan kepalanya. Baiklah, Jennie tahu pertanyaannya adalah pertanyaan bodoh.

"Maaf." Gumam Jennie.

"Kenapa kau berbohong?" Tanya Chaeyoung.

"Aku tidak bermaksud membohongimu, oppa. Saat itu aku hanya putus asa dan bercinta denganmu adalah satu-satunya cara yang kupikirkan. Namun kemudian aku berpikir kau tidak akan mau melakukannya jika tahu aku masih perawan." Jawab Jennie menjelaskan. Ia tidak menatap Chaeyoung sama sekali karena merasa takut.

"Aku bahkan tetap tidak mau melakukannya setelah kau berkata seperti itu!" Tukas Chaeyoung.

"Ya. Aku tahu." Sahut Jennie dan kemudian langsung menatap Chaeyoung.

"Tetapi saat ini aku baik-baik saja, oppa. Jangan khawatir." Kata Jennie menenangkan.

Entah kenapa Jennie merasa kemarahan Chaeyoung saat ini karena mengkhawatirkannya.

"Kau–" Chaeyoung terlihat kehabisan kata-kata. Ia merasa marah namun tidak bisa benar-benar melampiaskannya.

"Bagaimana bisa kau tidak merasa marah ataupun menyesal sama sekali setelah aku mengambil keperawananmu?" Tanya Chaeyoung dengan geram.

Jennie menyandarkan punggungnya pada pembatas balkon. Sejujurnya ia menanyakan hal yang sama pada dirinya sendiri.

"Bagaimana bisa aku merasa marah di saat aku membiarkanmu melakukannya?" Jennie balik bertanya.

"Lalu kenapa kau membiarkanku melakukannya?" Tanya Chaeyoung lagi. Jennie menghela nafas.

"Aku bertanya kepada diriku puluhan kali. Apakah tidak apa-apa jika Chaeyoung oppa yang melakukannya? Apakah aku akan baik-baik saja setelah Chaeyoung oppa mengambil keperawananku? Aku terus menanyakannya pada diriku sendiri. Lalu kemudian setelah semuanya benar-benar terjadi, aku merasa baik-baik saja."

HEARTBEAT | CHAENNIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang