"Aku ingin kau menyiapkan sepuluh tukang pukul untuk ikut bersamaku sekarang juga, bilang pada mereka untuk lakukan penyamaran." Titah ku pada Imanuel.
Sebelumnya aku sudah menjelaskan padanya tentang Rylie yang tiba-tiba menghubungiku, dan ia sama terkejutnya. Bahkan bertahun-tahun menjadi salah satu orang kepercayaannya, tidak membuat Imanuel memahami wanita itu seutuhnya.
Kenapa aku membawa tukang pukul? Tentu saja untuk berjaga akan segala kemungkinan, aku tidak pernah tahu jika mungkin saja Frederica Sebastian menawarkan anak buahnya yang tersisa sebagai bantuan. Tiba-tiba mereka menyerang ku saat sedang lengah atau apalah.
Bersiap atas berbagai kemungkinan bukan hal yang salah bukan? Pasti.
Hari ini aku menggunakan pakaian seperti biasanya, kemeja hijau yang terpasang rapi dan tambahkan jas berwarna hitam. Aku tidak begitu suka menggunakan dasi, mau serapi apapun aku, aku paling benci jika harus menggunakan benda itu.
Sepasang sepatu hitam mengkilap sudah terletak rapi di atas rak sepatu ku, aku hanya menyisir rambutku kebelakang memperlihatkan dahi ku.
Tidak ada barang yang berkaitan dengan pekerjaan yang kubawa, toh tujuanku datang ke kantor hanya untuk menemui Rylie. Bibirku terangkat membentuk satu senyuman, Imanuel baru saja pergi untuk melakukan apa yang ku minta.
Sementara ini aku malah belum memberi tahu Xion tentang hal ini, dia masih sibuk membahas rencana dengan Izhiro maupun Kinan dan Clark. Meskipun ia menjalankannya tidak berdasarkan keinginannya sendiri, Xion tetap melakukannya dengan serius dan sepenuh hati.
Sial, kalimatnya malam tadi membuatku kepikiran. Tanpa sadar pria itu menambahkan beban pada pundak ku, baiklah...aku memang tersanjung saat Xion mengatakan jika dia mempercayaiku lebih dari siapapun. Tapi tidak ada yang pernah tahu sifat manusia, manusia dapat berubah hanya hanya karena dua pilihan yang sama-sama memiliki resiko.
Selesai merapikan jas untuk terakhir kalinya, terdengar suara ketukan pada pintu kamar. Aku memberikan izin untuk masuk pada siapapun itu, aku berbalik dan mendapati Imanuel sudah kembali. "Sudah selesai?" Tanya ku.
Imanuel mengangguk dan membuka lebar daun pintu, mempersilahkan ku untuk keluar. Aku tertawa lepas melihatnya, tanpa banyak berpikir aku langsung melangkah keluar dan diikuti olehnya.
Namun, begitu mencapai anak tangga pertama, lenganku dicekal oleh Imanuel. Aku berbalik dan menatapnya bertanya, "Biarkan aku ikut denganmu, Demon." Sama seperti saat bersama Xion, aku juga mendebatkan masalah ini dengannya. Sudah belasan kali aku mengatakan jika tidak perlu ikut, dasar keras kepala.
Aku menggeleng tegas dan menunjukkan intimidasi ku padanya, perlahan Imanuel melepaskan cekalannya pada lengan ku. Lantas merasa tak perlu berbalik lagi, aku langsung meninggalkan kepala tukang pukul itu di belakang. Kaki ku melangkah secepat yang aku bisa.
Di depan pintu utama sudah berjajar sepuluh orang tukang pukul yang ku perintahkan sebelumnya. Aku mengangguk tanpa tersenyum, maka saat itu juga mereka semua bubar jalan dan masuk kedalam mobil masing-masing.
Aku sendiri juga mengeluarkan kunci mobil dan berlari kecil menuju kendaraan pribadi ku, ringisan kecil muncul dari mulut ku saat melirik jam tangan di pergelangan ku. Sekarang sudah pukul delapan kurang sepuluh menit, sementara perjalanan ke kota memakan waktu satu setengah jam lebih.
Tidak mungkin juga kalau harus menaiki helikopter, hanya ada satu yang terparkir rapi di landasan. Maka merasa semakin membuang waktu akupun masuk kedalam mobil dan mulai melajukan benda ini secepat mungkin.
.
.
.
.
.
.
LOST STORY
.
.
.
.
.
.
Aku dan tukang pukul lainnya tidak tiba secara bersamaan, lebih tepatnya aku yang paling terakhir mencapai tempat ini. Entah ada kesialan apa, saat di perjalanan tadi sebuah pohon tumbang menghalangi jalan ku, membuatku terjebak selama lima belas menit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost Story '1 (TAMAT)
RomanceTidak ada yang menduga jika aku bisa jatuh cinta dengan wanita sepertimu, tidak banyak orang yang berhasil menggerakkan hatiku. Tapi kamu adalah sesuatu yang berbeda, bahkan aku tidak bisa menduga akan berakhir dimana kisah kita. Kita terus bertemu...