Kepalaku baru saja terbentur dengan sangat keras, tahu kenapa? Tentu saja akibat dari latihan tarung satu lawan satu antara diriku dan Imanuel. Usianya hampir kepala lima, namun kemampuan bertarungnya belum berkurang sedikitpun.
Rambut gondrongnya sudah dipangkas habis sejak pertarungan dimana lawannya menjambak kuat helaian rambutnya, membuat sebagian besar rambutnya rontok. Mungkin ia merasa kesal karena kejadian itu dan menggunduli kepalanya. Lucu sekali saat mengingat kejadian itu.
Aku mengerang saat mencoba bangkit, berguling menghindari serangan Imanuel. Karena kecerobohan ku, aku terpojokkan pada situasi yang tidak menguntungkan.
Secepat mungkin aku kembali berdiri dan memasang kuda-kuda, tidak sempat, pukulan Imanuel susah datang terlebih dahulu. Aku menghindar dan hampir terjungkal ke belakang, untung aku dapat menyeimbangkan diri dan balas meluncurkan serangan.
Tinjuku menyambar dengan sangat cepat, kanan, kiri, atas, bawah. Sebagian besar berhasil dihindarinya, kakiku menghentak untuk menahan dorongan dari kepal tinju Imanuel yang sekeras batu.
Aku membanting tangannya ke kanan dan kembali menyerang, terlalu fokus sampai membiarkan pertahananku terbuka. Tubuhku terpelanting tiga langkah ke belakang, Imanuel menampilkan senyumannya, aku berdecih dan kembali mengambil posisi.
Pertarungan kali ini tidak memiliki satupun penonton, karena ini memang sudah pukul sebelas malam, dimana seluruh tukang pukul tanpa shift malam lebih memilih menghabiskan waktu untuk beristirahat.
Sial, aku melamun lagi. Aku menerima pukulan bertubi-tubi dari Imanuel, bisa kurasakan seluruh tubuhku remuk. Tidak boleh begini, aku tidak tahan membiarkan dia berada di atas awan. Maka saat aku limbung, aku sengaja menarik tangannya dan segera membalikkan posisi kami.
Sekarang aku memiliki ruang lebih luas untuk menyerang, tinjuan ku pada ulu hatinya tidak dapat di tangkis. Alhasil ia terbatuk dan tersungkur, tidak bisa melakukan apapun. Tanganku sudah kembali terangkat sampai suara Xion menghentikan ku.
"Hentikan itu, Demon. Masih banyak hal yang harus kau dan Imanuel lakukan besok, jangan membuat cedera yang serius." Sejenak aku membiarkan tanganku tetap di udara, namun aku segera menurutinya. Apa yang dikatakannya benar, kami masih memiliki banyak pekerjaan besok.
Masih dengan sisa napas yang tersengal aku membantu Imanuel untuk berdiri, "Kemampuanmu semakin meningkat, Demon. Lumayanlah untuk seseorang yang baru lima tahun belajar dari pertarungan hidup mati." Ujar Imanuel dengan nada....bangga?
Aku hanya bisa mengangguk dan tersenyum, yeah...aku memang memilki perkembangan yang cukup pesat. Setelah memastikan kondisi kami berdua baik-baik saja, Xion meminta waktu untuk bicara berdua saja dengan ku. Wajahnya tampak serius dan tegang.
Menilik dari ekspresi yang ia tunjukkan, aku enggan untuk menolak dan mengikuti Xion ketempat yang ia tuju. Ternyata ia membawaku menuju ruang tamu yang dikhususkan untuk tamu khusus, seperti penguasa mafia lainnya.
Pertama ia memintaku untuk duduk, lantas ia membuka ponselnya sebentar dan ikut menempatkan diri di dekat ku. "Hah...aku tidak tahu ini kabar baik atau buruk." Buka nya, aku mengernyit tidak mengerti. Biasanya dia akan menyimpulkan sesuatu terlebih dahulu sebelum menyampaikannya padaku.
Aku memberinya anggukan kecil, meminta untuk melanjutkan laporan. Mau bagaimana pun juga kegusaran tetap tidak bisa ia sembunyikan, "Bratva mengajukan permintaan untuk berbicara empat mata, makanya aku segera menghentikan latihan bertarung mu."
"Bratva!?"
Tentu saja aku terkejut, aku bahkan sudah mengajukan hal serupa sebanyak dua kali pada mereka, dan ditolak mentah-mentah. Sekarang? Apa mereka sudah lelah bermain-main?
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost Story '1 (TAMAT)
RomansaTidak ada yang menduga jika aku bisa jatuh cinta dengan wanita sepertimu, tidak banyak orang yang berhasil menggerakkan hatiku. Tapi kamu adalah sesuatu yang berbeda, bahkan aku tidak bisa menduga akan berakhir dimana kisah kita. Kita terus bertemu...