Bedebah itu menepati janjinya, pagi hari ketika aku baru saja menyelesaikan tumpukan berkas di meja kerja ku, aku mendapatkan kabar dari New York jika Phoenix di serang. Ini memang sudah dua hari sejak aku kembali menginjakkan kaki di markas. Aku memutuskan untuk tidak kembali ke New York terlebih dahulu.
Manusia memang makhluk yang tidak pernah puas, selalu ingin mendapat dua dari dua pilihan, menjadikan bimbang sebagai alasannya. Dan itulah aku, rasanya seperti kembali ke masa dimana Frederica duduk di ruang kerjaku dan menawarkan posisi sebagai seorang pemimpin mafia.
Bedanya sekarang adalah aku sudah tahu seluk beluk dunia ini, dan kali ini organisasi mafia yang besar dan kuat menawarkan kekuasaannya secara cuma-cuma.
🥀🥀🥀🥀🥀🥀
Aku yang merasa terburu-buru berlari sepanjang jalan menuju ruang kerjaku, bahkan sekarang aku tidak memiliki kesempatan untuk merasa sakit.
Sesampainya di depan pintu, aku menjeblaknya dan menerobos masuk dengan kasar. Rylie dan Xion yang berada di dalam tampak terkejut dengan caraku masuk, aku langsung berjalan cepat ke arah Rylie, mencengkram bahunya erat, dengan napas tersengal aku bertanya padanya. "Alexei....Alexei Gregory, apa kau mengenal pria itu?"
Rylie tidak langsung menjawab, dia menatapku aneh dan terkejut, "Darimana kau mengetahui nama itu?" Sial. Jawaban itu membuktikan perkataan Ghost sebelumnya.
Tubuhku lemas, untung ada Xion yang siap menahan punggungku agar aku tidak jatuh ke lantai. Masih dibantu oleh Xion aku di dudukkan di salah satu sofa ruang kerja ini.
Di atas meja sudah berserakan kertas-kertas yang ku yakini adalah pekerjaanku yang diambil alih sementara oleh Rylie, aku memijat pelipis ku gelisah. Xion menempatkan diri di sampingku menuangkan segelas air putih lantas menyodorkannya kepadaku.
Aku menerimanya dengan senang hati, meneguknya sampai habis. Kembali aku berpaling pada Rylie yang terduduk tegap di tempatnya. "Kita terlambat menyadarinya, lima tahun lalu terdapat begitu banyak emosi yang dilibatkan. Alexei Gregory, pria itu...." Aku serasa tidak sanggup melanjutkannya.
Rylie yang tidak sabaran menggoyangkan tanganku dan memaksa untuk tahu, dia memang harus mengetahuinya, memang. Aku menarik napas dalam, menahannya sebentar baru menghembuskannya. "Ghost, dia adalah Ghost. Orang yang selama ini kita cari ternyata berada dekat sekali dengan dirimu. Bratva sebenarnya tidak pernah mencari mu, Ry. Mereka sudah mengawasi mu sejak lama, mereka selalu berada di sekitarmu." Kalimat itu mengalir bagaikan aliran sungai.
Diam sejenak, tidak ada yang merespon, aku yakin mereka sedang menganggap ku bercanda kali ini. Kesal akupun terkekeh pelan, mataku memandang tajam dua orang yang menatapku tidak percaya. "Kalian pikir apa yang aku habiskan di markas pria itu? Merengek dan memohon agar dikembalikan kemari? Tidak, dan informasi penting yang kudapatkan adalah mengenai identitas Ghost."
"Tapi itu tidak mungkin, Raihan. Selama ini Alexei selalu menemuiku bersama dengan Rion putranya, aku tidak menyadari ada hal aneh tentang dirinya."
"Pria itu bukan orang bodoh untuk membiarkanmu mencurigai siapa dia yang sebenarnya! Dia sengaja melakukan itu karena dia tertarik....dia tertarik denganmu," hampir saja aku mengatakan jika Ghost sebenarnya ingin menjadikan Rylie penerusnya.
Dengan suara kalem Xion memutus perdebatan kami, "Tenanglah kalian berdua. Raihan pasti punya alasan untuk mengatakan hal itu, Ry, jadi jangan salah paham dulu. Dan Raihan, sebaiknya kau menjelaskan hal ini dengan baik, jangan fokus pada intinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost Story '1 (TAMAT)
RomanceTidak ada yang menduga jika aku bisa jatuh cinta dengan wanita sepertimu, tidak banyak orang yang berhasil menggerakkan hatiku. Tapi kamu adalah sesuatu yang berbeda, bahkan aku tidak bisa menduga akan berakhir dimana kisah kita. Kita terus bertemu...