Dies Natalis

1.6K 145 6
                                    

"Jangan bilang mau memantaskan diri.."gue mencoba menjawab pertanyaan dengan nada bercanda.

"Siapa bilang mau, gue ngerasa gue udah pantas kok.."ujar nya sambil nyengengesan. Ngeselin memang gue baru sadar sekarang.

Gue dan Kang Arka berjalan meninggalkan koridor menuju parkiran. Hujan sudah tidak terlalu deras. Kang Arka memasukan jas hujan ke bagasi motor maticnya. Sementara hoodie hitamnya masih gue pegang.

"Loe pegang dulu ya hoodienya."ujar dia sambil memakai helm dikepalanya.

"Motor gedenya mana Kang?"ujar gue, sambil memeluk erat hoodie hitam miliknya.

"Fauzan pinjem jadi tukeran dulu, ini motor dia."ujarnya sambil menyalakan mesin motor.

Gue baru inget Kang Fauzan kan sobatnya yang dulu pernah ketemu waktu makan diwarung nasi padang. Bisa dibilang Kang Fauzan ini sobat deketnya Kang Arka dijurusan. Memang jadi pemimpin itu gak bisa punya geng, karena harus bisa adil dan masuk kelompok manapun. Jadi wajar aja Kang Arka sekarang terlihat lebih sering sendiri, dulu seringnya bareng Teh Asti. Kok gue baru sadar kalau Kang Arka dan Teh Asti udah jarang bareng lagi.

"Loe gak apa-apa gak pake helm kan pin? Helm putih gue dipinjem sama pacarnya si Ojan."

"Gak masalah kang, lagian kalau pake motor ke Bale Santika deket juga."

Motor matic yang kami tumpangi membelah jalanan basah akibat hujan. Gue mengeratkan tangan gue pada jok belakang agar tidak perlu memeluk orang yang membonceng gue didepan. Sementara hoodie hitam itu sudah gue masukan ke dalam tootebag hitam gue.

Saat memasuki parkiran Bale Santika gue bisa melihat motor hitam besar milik Kang Arka sudah terparkir manis disana. Kami berdua turun dari motor dan berjalan berdampingan memasuki pintu Bale Santika, seorang panitia sudah menyambut kami hangat, dan meminta kami mengisi daftar hadir.

Kami masuk kedalam yang sudah dipenuh anak jurusan. Ada stand makanan yang menjual barang danusan, ada juga yang berfoto di foto booth dan banyak yang sudah berkumpul dengan teman dekatnya. Suara musik lumayan memekakan telinga, sehingga saat berbicara harus sedikit berteriak. Lagu korea sedang yang hits sedang ditampilkan, dan dipanggung menampilkan cover dance korea dari angkatan bawah gue.

"Angkatan akang gak full team ya yang dateng?"ujar gue kepadanya.

"Iya nih soalnya udah banyak yang ambil TA, jadi yang dateng gak semuanya.. beberapa harus ambil data."

"Akang gak niat lulus tiga setengah tahun?"

"Banyak softskill yang bisa kita dapatkan dikampus pin, dan tiga setengah tahun di kampus bukan pilihan tepat agar pengalaman dan softskill ini didapatkan, semua orang punya targetnya kan. Gak salah juga kalau mau kuliah cepet beres."ujarnya panjang lebar.

"Arraseo.. arraseo.." seperti kebiasan gue jawab sesuatu kadang dengan bahasa korea.

"Arraseo appan tuh?" tanyanya heran.

"Bahasa korea kang, artinya mengerti..." jawab gue menjelaskan.

"Maniak korea loe ya emang.." ujarnya sambil menyenggol bahu gue.

"Akang maniak organisasi.." balas gue menyenggol bahunya.

"Yeh.. organisasi ada manfaatnya kali..."

"Emang korea gak ada manfaatnya?"

Ditengah perdebatan kami Kang Fauzan hadir ditengah kami. Dia memberikan kunci motor kepada Kang Arka tanda menukar dengan kunci motor yang sekarang ada di Kang Arka.

"Oh.. jadi loe minjem motor gue biar bisa jemput Pipin? Pin loe kabur mulu sih kalau liat motor gedenya Arka."goda Kang Fauzan pada Kang Arka dan gue.

Gue kurang ngerti dengan pertanyaan Kang Fauzan. Soalnya tadi kan Kang Arka yang bilang kalau Kang Fauzan yang minjem motonya. Terus kok Kang fauzan bisa tau ya gue suka kabur buat ngehindari Kang Arka. Kang Arka menatap Kang fauzan tajam lalu menukar kunci motor ditangannya.

Orang KetigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang