: ;5 - Family

52 35 38
                                    

Saat ini keluarga Valetha sedang berkumpul di ruang santai sambil menonton kartun, itu bus kecil yang bisa ngomong. Jangan tanya kenapa mereka sudah besar tontonanannya begini, tentu karena paksaan dari dua kakak beradik gila.

"Vi," panggil Kevin.

"Apa?"

"Lo ngapain sih? Daritadi main hp mulu."

"Bales chat orang gila," jawab Lyvi. Ia sedang membalas pesan Alva yang daritadi mengganggunya.

"Pacar lo ya?!" todong Kevin.

"Enak aja."

"Siapa sih dek?" tanya sang papa.

"Temen pa."

"Temen apa temen?" tanya Jessy.

"Pacar kali bun," sahut Kevin.

"Pacar gue lagi sibuk ya, lagi di Korea."

"Halu aja teros."

"Iri bilang," semprot Lyvi.

Kevin yang memang duduk di sebelah Lyvi, mengintip ponsel adiknya. Kepo dia.

"Kan bener, pacar lo ya."

"Bukan."

"Ngaku deh!"

"Gue bilang bukan, ya bukan kak."

"Bohong."

"Enggak."

"Gak percaya," ucap Kevin.

"Gak peduli!"

"Gak capek berantem terus?" tanya Revon selaku kepala keluarga keluarga ini.

"Kevin yang mulai," adu Lyvi.

"Enak aja."

"Emang lo setan."

"Sembarangan! Dasar upil."

"Simpanse."

"Gajah."

"Biawak."

"Kadal."

Revon dan Jessy hanya bisa memijat pelipis mereka masing-masing.

"STOP!!!" teriak Jessy. "Pusing pala barbie," lanjutnya.

"Bisa muntah kepala pangeran," sahut Revon.

"Idih apaan barbie?" heran Kevin. "Ketimbang dibilang barbie, bunda lebih cocok disebut macan," sambungnya.

"Papa juga, inget umur dong." Kini giliran Lyvi yang mengometari ucapan sang papa.

"Kurang ajar," koor pasangan suami istri yang tadi diejek oleh kedua anaknya.

Setelahnya mereka semua tertawa bersama. Entah apa yang membuat mereka begitu. Aneh memang.

"Udah ya, tuan putri mau tidur." Lyvi beranjak dari duduknya dan menaiki tangga menuju kamarnya.

"Tuan putri dari Hongkong," jawab Kevin.

"Gak usah iri deh," balas Lyvi yang masih berada di ujung tangga.

"Gue iri sama lo? Amit-amit."

"Persetan."

"Kevin ke kamar juga," pamit Kevin kemudian pergi.

"Kenapa anak-anak jadi begini astaga," keluh Jessy.

"Anaknya biawak ya gini jadinya," jawab Revon.

"Berarti dia biawaknya dong," gumam Jessy sambil menatap Revon.

"Kamu bilang apa sayang?"

"Enggak ada kok," elak Jessy.

•••••

Kini latarnya berganti di kamar Alva, sang pemilik kamar sekarang sedang berkirim pesan pada seseorang.

Calon pacar

Vi

Ap lg?

Besok bareng gue ya?

G

Gue gak nerima penolakan

G tnya

"Sabar Alva, gak boleh marah."

Sekali aja

G

Ayolah Vi
( Read )

"Allahuakbar, untung sayang." Alva akhirnya meletakkan ponselnya pada nakas disamping tempat tidurnya.

Tok! Tok!

"Siapa?" tanya Alva.

"Cherly."

"Masuk aja, gak dikunci."

"Gak dikunci apanya?! Gak bisa dibuka ini!!' terdengar teriakan sebal dari luar kamar Alva.

"Emang iya?"

"Gausah sok cool kak, cepet buka!!"

"Iya, gak usah teriak-teriak napa sih." Alva berjalan kearah pintu kamarnya guna membukanya.

"Lama banget sih," omel Cherly, adik Alva.

"Hmm, ada apa?"

"Ada kodok."

"Prekotok-prekotok."

"Di pinggir kali."

"Prekotok-prekotok."

"Mencari makan."

"Prekotok-prekotok."

"Setiap hari."

"Prekotok-prekotok."

"Kenapa malah nyanyi?" tanya Cherly.

"Lo yang mulai," balas Alva.

"Lo yang nyaut."

Alva baru saja ingin membalas ucapan sang adik, namun ia kembali menutup mulutnya rapat-rapat. Kehabisan kata-kata dia.

"Tapi kok gue daritadi bagian prekotok-prekotok?" tanya Alva.

"Karena lo mirip kodok," ejek Cherly kemudian berlari keluar kamar.

Alva masih tidak mengerti maksud sang adik. Namun sedetik kemudian ia berteriak dan berlari mengejar adik curutnya itu.

"KURANG AJAR!!! DASAR KADAL!!!"

"BWAHAHAHAHA."

"JANGAN KABUR LO CICAK!!!"

"KALO BISA YA KEJAR, KODOK!!!"

~to be continue~

gue puyeng anjir! tugas makin hari makin banyak, dan gak masuk ke otak ini😖.
entah gue yang goblok atau gimana, tapi bener puyeng pala gue.

Olyvia [BELUM REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang