38. Patah

281 50 2
                                    

"Rasa sesak, kecewa, semua menjadi satu di malam itu."

Acha

Di dalam mobil. Masih membisu enggan berucap di antara mereka. Acha tepat di jok belakang penumpang, sedangkan Sinta yang dipaksa oleh Chandra duduk di samping kemudinya. Acha tak percaya akan kenyataan malam, yang ia bayangkan cerita tawa menggelegar.

Namun, semua sirna. Entah siapa yang salah, Acha bisa merasakan kesedihan di mata Reina sebelumnya saat menceritakam seorang sekretaris ayahnya yang belum ia lihat wujud aslinya. Dia pemecah keluarga Reina, dia yang memaksa ibu Reina pergi dari keluarga besarnya.

Kini, Acha merasakan kesedihan berlipat ganda. Benarkah mamanya pelakor? Benarkah mamanya selama ini selingkuh dengan bosnya? Acha diam. Tangannya gemetar, mobil ayahnya telah berhenti di pekarangan rumah. Sunyi. Tak ada yang beranjak pergi.

Chandra membuka pintu mobilnya, lalu membantingnya dengan keras. Tak dapat dihindari, pergelangan Sinta ditarik oleh Chandra sampai masuk ke rumah tergesa-gesa. Acha menelan ludahnya kasar, apa dia harus masuk? Melihat langsung pertengkaran ayah dan mamanya yang baru pulang kerja?

Perlahan, Acha melangkah menuju pintu yang sedikit terbuka. Lampu ruang keluarga menyala terang, siluit bayangan mamanya menunduk membuat Acha menggigit bibir bawahnya menahan tangis. Ia tahu, harus bersembunyi di mana. Tiang penyekat ruang keluarga dan tamu, Acha menelengkan kepalanya, melihat amarah Chandra membabi buta.

"Brengsek! Dasar pelacur!!" umpat Chandra, tangannya melepaskan cekalan di tangan pergelangan Sinta.

Sinta mendongak. "Apa! Kamu juga selingkuh, 'kan?! Aku tahu, Chandra!!" balas Sinta meneriaki suaminya.

Chandra terkikik. "Selingkuh? Kamu itu, pelakor! Kau tahu, anak seumuran Acha harus terpisahkan dengan kedua orangtuanya karena kamu, kamu yang membuat mereka cerai. Sekretaris sialan!!" maki Chandra, tangannya menjambak rambut panjang Sinta. "Semua gara-gara kamu yang tak tahu malu! Dan sekarang kamu juga yang menghancurkan keluarga kita!"

"Akh—"

Plak!

Sebuah tamparan mendarat di pipi merah Sinta keras, sampai sudut bibirnya sobek. Napasnya memburu, rasa panas menjalar sampai tangisnya pecah. Chandra terus memakinya. Mengungkapkan semua kesalahan selama seorang ibu bagi Acha.

"Ibu, kamu bilang? Kamu sebagai ayah di mata Acha mana? Di mana kamu? Apa kabar!" Emosi Sinta tak terkendali. "Dari dulu kita hidup bukan berkeluarga, Chandra. Kita hanya sebuah status!" lanjut Sinta.

"Dan kamu! Begitu saja menitipkan anak kita ke tetangga, apa itu? Aku kerja! Mengabdi kepada negara!!"

Sinta tertawa. "Hahaha, mengabdi kepada negara kau bilang? Lelaki tak waras! Buat apa kau menikahiku jika begitu, huh? Nyatanya pergi! Acha selalu menangisi, Chandra!!!" Sinta memukul dada bidang Chandra tanpa tenaga, ia lelah dengan semua drama yang harus dijalaninya.

Acha memejamkan matanya rapat-rapat sambil bersandar, kupingnya enggan mendengar semua makian kedua orangtuanya. Ia merasa paling bersalah di antara mereka, Sinta yang mementingkan karier, sedangkan Chandra yang tetap kepada pengabdiannya kepada negara.

Chandra mencengkram kedua bahu Sinta. "Dengar, kau sudah menghancurkan dua keluarga!!!"

Plak!!

Kembali sebuah tamparan. Acha menjerit, tangannya membekap bibirnya agar tak meraung menangis. Chandra menatap anaknya di ujung sana, rasa sakit bertubi-tubi di dalam dadanya. Namun, emosinya tak dapat ditahan, ia pukul wajah Sinta sampai tersungkur ke lantai. Darah segar mengalir dari sudut bibirnya semakin deras.

CINTA SEGI EMPAT 3 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang