"Rajawali ada dendam sama kita. Jangan sampai anak Adijaya jadi sasaran."
Putra mengumumkan pada anggota Garuda yang berada di markasnya. Tak ada raut bercanda, jika sudah menyangkut antara Garuda-Rajawali.
"Anak Adijaya kan Orlan!" celetuk Fikoz.
Putra dan Giorlan menatap tajam pada Fikoz. Mereka sedang tidak bercanda.
"Tapi bener, anak nya om Adijaya kan Orlan," sahut Fikoz tanpa takut.
"Anak Adijaya Internasional School maksud nya," jawab Zayyen menengahi.
"Geysa!" gumam Giorlan.
Giorlan langsung menyambar kunci mobilnya, dan berlari menuju parkir markas Garuda. Dengan cepat, laki laki itu mencari keberadaan Geysa.
Matanya menyipit melihat perempuan yang ketakutan. RAJAWALI? Giorlan mengepalkan tangan nya. Kemarahannya sudah diujung.
"Pengecut!" ucap laki laki itu santai tapi jelas terlihat penuh amarah.
Hanya anggota Rajawali, tidak melibatkan ketua nya. Dan sepuluh orang itu melarikan diri begitu saja. Apa-apaan coba? Mulai aja belum.
"Masuk!" perintahnya datar.
Giorlan mengamati detail wajah gadis itu. Sementara Geysa terus merunduk. Laki laki itu mendekat. Bahkan nafasnya terasa di wajah Geysa. Perihal tadi saja masih gemetar. Dan ini?
Giorlan tercekat melihat kalung yang dipakai Geysa. Niat memasangkan sealt belt hilang. Matanya terfokus pada kalung itu.
Giorlan memegang liontin itu, Geysa gemetar. Jaraknya hanya sekitar dua centi. Lebih tepatnya seperti hendak berciuman.
Giorlan segera sadar, lalu menjauhkan tubuhnya dari Geysa. Dan mengantarkan perempuan itu pulang ke rumahnya.
Kakak tirinya, Audy, menatap kagum laki laki itu. Sungguh mimpi apa, seorang Giorlan datang kemari. Bukan di Adijaya Internasional School saja Giorlan terkenal. Di sekolah Audy pun hampir semua mengidolakan Giorlan.
"Cucian lo udah selesai kok. Piring udah selesai juga. Menyiram rumput juga udah. PR lo udah gue kerjain!"
Perempuan itu? Geysa masih termenung. Bisa bisanya dia memutar balikkan fakta. Dan rumput disiram? Punya kambing saja tidak. Dan, padahal piring kotor serta teman-tenannya sudah Geysa bersihkan tadi pagi. Satu lagi, padahal Audy masih menggendong tas, berarti baru saja pulang sekolah.
Giorlan tak memperdulikan mereka, lelaki itu langsung beranjak pergi.
"Kalung itu?" Giorlan terus memikirkan hal itu saat perjalanan ke markas.
"Lan, lesu amat. Diem terus lo," ujar Putra memegang pundak kanan Giorlan.
Giorlan hanya menghela nafasnya, dan kembali melamun.
"Kaya gak tau Orlan hobby nya begitu," sahut Zayyen.
"Beda Zayy, harusnya lo tau, gak pekaan lo jadi orang. Biasanya kalau Orlan kan meski wajahnya datar tanpa ekspresi tetap berseri tampan. Nah ini beda, kaya orang frustasi," jelas Putra.
"Gue pulang," pamit Giorlan.
Sampai di mension nya, Giorlan lagi lagi harus meredam kemarahan nya. Mama nya berbicara dengan Fadil. Disana juga ada Vela, kepala sekolah AIS.
"Baru pulang?" tanya Vela, kakak si Fadil.
"Iya, Mbak."
Giorlan memang sedikit berbeda dengan Vela. Vela selalu mendengar keluh kesah Giorlan dan memberinya motivasi. Giorlan berharap laki laki yang akan menikahi sepupunya itu adalah laki laki yang benar benar baik. Usia Vela masih muda, 22 tahun. Dan baru saja lulus s2 di Jerman. Selain kepala sekolah, dirinya juga mengurus salah satu perusahaan milik Adijaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GIORSA (End)
General Fiction"Gue gak bisa tanggung jawab. Masa depan gue masih panjang," •ENDING CERITA YANG TIDAK DISANGKA •CERITA ANTIMAENSTREAM -Cinta beda agama -Pernikahan paksa -Genk Garuda -Benci jadi cinta -Psychopat -TEKA TEKI