Giorsa#5

5.5K 294 4
                                    


'Menghargai bukan dengan harta, tapi perilaku'

"Aku harus kerja Ca. Gak bisa main. Biaya rumah sakitku gak murah buat aku. Tambah aku belum bisa bayar uang buat beli buku," jelas Geysa.

"Bukannya anak Garuda ngasih uang ke lo, Sa? Buat permintaan maaf?" tanya Leyfa

"Diembat Audy," ketus Caca.

"Panggilan kepada Geysa kelas X Mipa 1. Dimohon ke ruang kepala sekolah."

Geysa segera beranjak ke Ruang kepala Sekolah. Di sana ada anak inti Garuda yang sedang membicarakan tentang pertandingan basket.

"Maaf, Geysa belum bayar buku ya?" tanya Vela ramah.

"Maaf bu, saya belum ada uang."

"Bukannya uang dari Garuda sisa banyak ya? Buat apaan? Shopping?" sahut Zayyen.

"Cover doang yang polos," sindir Pajri.

"Buat dugem ya?" tambah Fikoz.

Giorlan melirik tak suka pada Geysa.

"Jaga ucapan lo!" sinis Putra pada mereka.

"Padahal ya. Dia ada beasiswa. Tinggal bayar buku doang apa susah nya."

Kalau pun uang dari ayahnya di berikan. Mungkin sudah lunas. Bahkan uang dari Garuda di ambil Audy, seharusnya itu uang buat rumah sakit semestinya tak perlu mengambil uang tabungan. Geysa hendak menjual kalungnya saja tak mau karena sangat menghargai Bunda dan sahabatnya.

"Maaf bu," jawab Geysa.

"Yaudah, saya kasih waktu," ujar Vela.

"Biar saya, Bu!" sahut Putra.

Geysa menatap lelaki itu dan hendak menolak, namun Putra tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Tanpa mereka sadar, ada seorang laki-laki yang menatap keduanya dengan sinis, sebut saja dia Giorlan.

Saat hendak keluar dari ruangan itu, lontaran pedas sudah siap meluncur. Geysa hanya bisa menunduk dan pura pura tersenyum. Dari saat SD pun dia sudah sering di-bully, jadi hal seperti itu sudah seperti makanan tiap hari untuknya. Kalau dulu masih Geysa anggap wajar, karena memang siswa SD belum bisa berfikir dewasa. Namun sekarang? Mereka siswa SMA, dan masih berlaku bullying? Benar-benar aneh.
.
.
.

Di sebuah club yang cukup terkenal, mereka meneguk bir seolah tak ingat dunia. Bukan hal asing jika Anak Garuda ke tempat seperti ini. Mereka tidak bermain perempuan, tidak juga menggunakan obat-obatan terlarang. Paling parah untuk mereka hanyalah minuman keras, itupun hanya sebagian. Yang jelas tidak mengonsumsi minuman itu tentu saja Putra.

"Tumben kesini, Lan?" tanya Zayyen yang sudah lesu.

Giorlan tak menjawab, lelaki itu menghabiskan tiga botol tanpa peduli sekitarnya. Berkali-kali Fikoz mengingatkan, namun sepertinya Giorlan pura-pura tidak mendengar. Fikoz tau jika Giorlan seperti ini pasti ada masalah keluarga. Kalaupun Putra tau mereka ada di tempat haram ini, mungkin lelaki itu akan berceramah panjang kali lebar.


Dua orang gadis berjalan beriringan seperti orang hilang. Mereka tidak pernah menginjakkan kaki ke tempat seperti ini sebelumnya. Sebenarnya mereka tidak berani untuk ke tempat seperti ini. Bahkan mereka menggunakan baju tidur panjang, ditambah memakai cardigan. Dan juga memakai masker agar orang orang tak mengenalnya.

Hampir semua menoleh ke arahnya, kejadian aneh. Seseorang ke tempat seperti itu memakai baju tidur. Bukan karena apa, hanya mereka takut ketahuan. Dan, yang paling penting, masa depan nya.

GIORSA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang