25. I Love You

11 2 0
                                    

Bayang-bayang sosok laki-laki bermata hazel dengan air mata yang terbendung di pelupuk mata indahnya masih teringat jelas di pikirannya. Dari segala kenangan indah bersama Papanya, terselip satu memori tentang satu laki-laki yang sangat ia nantikan kehadirannya. Kedatangannya saja tidak cukup untuk mengembalikan senyumannya. Hatinya masih terlalu sakit untuk disembuhkan kembali.

Malam ini Denira memilih untuk tidak pulang. Setelah Leo mengantarnya pulang, Denira kemudian langsung kabur dari pandangan Leo. Ia tidak kuat berada sendiri di dalam apartemennya yang sepi dan dipenuhi dengan foto keluarga kecilnya yang semuanya sudah kembali pada 'rumah'nya masing-masing. Denira takut berada sendirian di apartemennya, apalagi dengan pikirannya yang kacau akan mengundangnya untuk melakukan hal yang buruk baginya.

Saat ini jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam dan sangat tidak baik untuknya masih berada di luar sendirian, namun pikirannya yang benar-benar kacau mengantarkannya sampai pada klub malam yang merupakan tempat yang selalu ia hindari namun untuk saat ini sangat ingin ia datangi.

Hingar bingar musik yang bervolume keras langsung menyambutnya ketika pada akhirnya ia berada di antara orang-orang yang meliukan tubuh seksinya di atas lantai dansa.

Denira duduk di depan seorang laki-laki yang sedang melayani tamu-tamu lain dengan minuman beralkoholnya. Kemudian laki-laki dengan celemek coklat itu beralih pada gadis dengan setelan seragam sekolah yang tak lain adalah dirinya.

"Anak di bawah umur gak boleh kesini." Ucap laki-laki itu sebelum menuangkan minuman itu pada gelas di hadapan Denira

"Jangan sok tau. Gue udah dewasa." Ketus Denira sambil menyodorkan gelas di hadapannya untuk segera diisi.

"Masalah apa yang bawa lo kesini?"

Denira berdecak kesal sambil menatap laki-laki di hadapannya dengan tajam.

"Gue gak pernah sembarangan nuangin minuman ke orang,"

"Papa gue meninggal, gue sendirian, gue di-bully, gue mau bebas, gue mau luapin kesedihan gue karena orang yang gue anggap lebih dari seorang sahabat gak peduli sama gue," tutur Denira sambil tersenyum miring dan memainkan gelas di genggamannya itu.

Laki-laki itu menuangkan minuman beralkohol pada gelas Denira dan Denira dengan cepat menegak minuman itu. Rasa panas dan terbakar langsung menyengat tenggorokannya. Ini adalah pertama kalinya ia menegak alkohol.

"Gimana rasanya?"

Bukannya menjawab, Denira melirik gelasnya sebagai tanda minta diisi lagi dan laki-laki itu kemudian menuangkannya lagi pada gelas Denira yang kosong.

"Ini pertama kalinya lo ke dunia malam?"

Denira tidak menjawab. Ia masih menegak minum beralkohol itu. Kepalanya mulai terasa berat dan matanya juga tidak bisa fokus. Semua yang ia lihat mengeblur padahal ia baru saja menegak dua gelas kecil.

"Lo udah kelihatan mabuk,"

"Lo gak usah khawatir sama bayaran lo. Gue punya banyak uang, jadi gue bakal bayar setiap alkohol yang gue teguk!" Ucap Denira dengan suaranya yang racau.

"Tapi lo udah mabuk-"

"Gue gak peduli! Gue bahkan mau minum sampai gue ikut Papa gue ketemu Mama! Gue capek hidup disini! Gak ada manusia disini, semuanya monster." Racau Denira. "Give me one more,"

Laki-laki itu menuangkan air putih biasa pada gelasnya dan Denira segera menegaknya, namun belum sampai habis Denira menyemburkannya  kemudian melempar gelas yang berisi air putih itu ke lantai hingga pecah.

"Lo jangan mainin gue!" Bentak Denira kesal sambil berdiri. "Lo takut gue gak bayar?! Lo kira gue miskin?!"

Denira merogoh saku kemeja putihnya dan mengeluarkan selembar uang berwarna merah, kemudian menaruhnya dengan kasar di atas meja.

EVANESCENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang