33. Jawaban

12 2 0
                                    

"Welcome back!"

Denira terkejut dengan kejutan yang ia terima ketika ia membuka pintu apartemennya. Leo dan Zara menyambutnya dengan sederhana, namun sangat menyentuh untuknya.

"Gimana? Lo suka gak?" tanya Zara tentang apartemen yang ia tata ulang bersama kekasih barunya. Leo.

Denira melangkahkan kakinya masuk sambil menatap satu per satu perubahan pada apartemennya. Semuanya tampak berwarna dan bahkan lebih bernyawa dari sebelumnya. Ia seperti masuk ke dalam kehidupan barunya.

"Thank you," ucap Denira sambil menoleh ke arah Zara.

Zara tersenyum lebar sambil bertepuk tangan bangga pada diri sendiri. Tingkahnya sama seperti anak tk yang kegirangan dan hal ini membuat Leo yang berdiri di sebelahnya tidak dapat menahan senyum ketika melihat tingkah Zara.

Walau semuanya telah berubah, namun masih ada satu tempat yang membawa kenangan buruk untuknya.

Disana. Sofa empuk yang menjadi saksi bisu betapa menyedihkannya ia hari itu. Sofa monokrom yang menjadi tempatnya melampiaskan rasa lelahnya saat itu. Sofa besar yang menjadi sandarannya ketika ia menyerah hari itu.

Denira merasa kakinya lemah hingga tidak kuat lagi menahan tubuhnya. Denira hampir jatuh jika Haris tidak langsung menangkapnya. Denira merasa tiba-tiba kepalanya pusing dan tangannya berdenyut nyeri.

"Denira, lo gapapa?" tanya Haris di belakangnya.

"Gak," sahut Denira sambil buru-buru menegakkan kembali tubuhnya dan tersenyum seolah semuanya baik-baik saja.

"Wajah lo pucat," ucap Leo pelan.

"Kayaknya gue perlu istirahat. Kepala gue pusing," alibi Denira. "Kalian gapapa 'kan kalau gue suruh pulang?" tanya Denira sambil menatap satu per satu orang yang bersamanya.

"Yaudah kalau gitu. Gue sama Leo pulang dulu. Lo istirahat ya," ucap Zara sambil tersenyum dan menepuk pelan bahu Denira.

"Bye," pamit Zara kemudian berlalu bersama Leo setelah Denira tersenyum kecil padanya.

Tinggalah Haris sendirian di sebelahnya. Laki-laki itu tidak bergerak ataupun berekpresi. Tatapannya hanya terkunci pada gadis di sebelahnya.

"Lo gak pulang?" tanya Denira memecah lamunan Haris.

Haris menggeleng. "Gue gak bisa tinggalin lo sendiri,"

Denira mengerutkan dahinya. "Kenapa? Gue mau istirahat-"

Ucapan Denira terpotong karena tiba-tiba saja Haris memeluknya. Telinga Denira mendengar isakan kecil yang keluar dari bibir laki-laki itu. Perlahan Denira merasa bahunya yang ikut basah.

"Lo kenapa?" tanya Denira bingung.

Bukannya menjawab, Haris malah semakin mengeratkan pelukannya. Seolah mengatakan bahwa ia tidak mau melepaskan gadis itu.

"Haris-"

"Gue takut," cicit Haris.

Denira tersenyum kecil sambil mengusap pelan punggung Haris yang bergetar. Denira merasa terenyuh dengan tangisan Haris untuknya. Haris menyayanginya dengan tulus, namun ia pernah menyakiti Haris tanpa ia duga dan Denira tidak mau hal itu terjadi lagi.

Denira mendorong pelan tubuh Haris agar laki-laki itu melepas pelukannya. Denira menatap Haris dengan penuh kasih sayang.

"Lo jangan takut. Gue gak kemana-mana, Haris. Lo lupa gue udah janji sama lo? Gue gak akan ingkarin janji gue." tutur Denira lembut sambil menyeka air mata di pipi laki-laki yang lebih tinggi darinya itu.

EVANESCENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang